Perusakan Makam Habib Diduga Terstruktur dan Sistematis dengan Perlindungan Oknum Aparat

 



Jum'at, 3 Oktober 2025

Faktakini.info, Jakarta - Kasus perusakan makam ulama di Winongan, Pasuruan, Jawa Timur, kian menyedot perhatian publik. Berbagai indikasi yang muncul menguatkan dugaan bahwa aksi ini bukan kejadian spontan, melainkan sebuah gerakan yang terstruktur, sistematis, serta mendapat pembiaran dari oknum aparat.

Sejumlah fakta di lapangan menunjukkan pola yang terencana. Pertama, isu provokatif terus dipropagandakan di media sosial, seolah-olah maqam para habib tidak menghargai keberadaan makam kiai pribumi. Narasi ini dianggap menjadi pintu masuk agitasi terhadap masyarakat.

Kedua, ada pengerahan massa melalui media sosial dengan dalih ziarah dan tahlil. Padahal, sehari sebelumnya telah dilakukan mediasi yang difasilitasi Forminda dengan menghadirkan ahli waris, pihak PWI-LS (Sekte Imad Begal Nasab), Polsek, Danramil, dan kepala desa. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa dialog akan digelar pukul 10.00 WIB. Namun, satu jam sebelumnya, sekitar pukul 09.00 WIB, kelompok massa justru langsung menghancurkan makam tanpa menunggu hasil musyawarah.

Ketiga, hadirnya sejumlah petinggi PWI-LS dari berbagai daerah di Jawa Timur pada saat kejadian memperlihatkan adanya koordinasi tingkat tinggi. Namun, anehnya, sebelum perusakan terjadi, mereka menjauh dari lokasi sehingga tidak terseret langsung jika terjadi konsekuensi hukum.

Keempat, keberadaan oknum aparat TNI-Polri serta kepala desa di lokasi sama sekali tidak mencegah perusakan. Polisi bahkan beralasan kekurangan personel sehingga tidak bisa berbuat banyak, padahal isu ini sudah lama beredar di media sosial. Alasan ini dinilai tidak masuk akal dan mempertegas dugaan adanya pembiaran.

Selain itu, tindakan perusakan tidak hanya menyasar qubah yang diklaim mengganggu, tetapi juga merembet ke makam-makam di dalam maupun di luar qubah. Aparat pun tidak segera melakukan penangkapan, sehingga para pelaku masih sempat menggunakan media sosial, termasuk TikTok, untuk berkoordinasi dengan kelompoknya.

Indikasi lainnya adalah penolakan aparat untuk menerima laporan masyarakat dengan alasan tidak memiliki kewenangan, serta tidak adanya upaya cepat dalam mengamankan tersangka.

Melihat rangkaian kejadian ini, para tokoh masyarakat menilai perusakan makam bukanlah insiden biasa. Pola-pola yang muncul menunjukkan adanya gerakan terstruktur, sistematis, serta dilindungi oleh oknum aparat. Bahkan, aksi ini diduga kuat merupakan bagian dari skenario yang dirancang oleh pihak tertentu dengan menggunakan kelompok PWI-LS sebagai pemicu di lapangan.

Kasus ini kini menimbulkan kegelisahan luas di tengah masyarakat, terutama kalangan ulama dan habaib yang merasa diserang secara terencana. Desakan agar aparat penegak hukum mengusut tuntas dan bersikap adil semakin menguat, demi menghindari terulangnya tindakan serupa di masa mendatang.