Musso bin Mas Martoredjo: Dari Anak Kiai Menjadi Gembong PKI
Jum'at, 3 Oktober 2025
Faktakini.info, Jakarta - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) tercatat sebagai salah satu tragedi paling kelam dalam sejarah Indonesia. Gerakan yang berlangsung pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965 itu bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengganti ideologi bangsa menjadi komunis. Malam berdarah tersebut menelan korban tujuh Pahlawan Revolusi enam jenderal dan satu perwira TNI yang kemudian dimasukkan ke dalam sumur di Lubang Buaya.
Namun jauh sebelum peristiwa G30S, Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah pernah meninggalkan jejak hitam dalam sejarah, yaitu Pemberontakan Madiun 1948. Salah satu tokoh paling berpengaruh dalam peristiwa itu adalah Munawar Musso, atau yang lebih dikenal sebagai Musso.
Anak Kiai dari Kediri
Musso lahir dengan nama Munawwar Musso Mardiansyah pada tahun 1897 di Pagu, Kediri. Ayahnya adalah seorang pegawai bank di Wates, Mas Martoredjo.
Meski dikenal sebagai tokoh komunis garis keras, ia ternyata berasal dari keluarga religius. Musso merupakan anak (tiri) dari KH Hasan Muhyi, seorang ulama besar sekaligus pendiri Pondok Pesantren Kapurejo, Kediri. Dalam silsilah keluarganya, KH Hasan Muhyi yang juga dikenal sebagai Rono Wijoyo menikah dengan Nyai Juru, dan dari pernikahan itu lahirlah 12 anak, termasuk Musso yang anak tiri.
Ironi pun tercipta: seorang anak kiai yang semestinya tumbuh dalam lingkungan religius justru menjadi tokoh utama penyebar komunisme di Indonesia.
Bertemu dengan Para Tokoh Pergerakan
Masa muda Musso membawanya ke Surabaya, di mana ia tinggal di rumah kos HOS Tjokroaminoto, tokoh pergerakan nasional. Di rumah ini, Musso bergaul dengan tokoh-tokoh penting seperti Soekarno, Alimin, Semaun, hingga Kartosuwiryo. Pertemuan itu membentuk pandangan politiknya, dan Musso semakin tertarik dengan paham kiri.
Dari Tjokroaminoto pula ia berkenalan dengan H.J.F.M. Sneevliet, seorang sosialis Belanda yang mendirikan ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging)—cikal bakal PKI. Musso pun aktif dalam organisasi ini, hingga akhirnya terjun penuh dalam gerakan komunis.
Belajar Komunisme ke Uni Soviet
Pada tahun 1926, Musso dikirim ke Uni Soviet untuk mendalami komunisme. Di Moskow, ia tidak hanya belajar teori, tetapi juga menyerap strategi gerakan revolusi internasional. Dua dekade kemudian, tepatnya 3 Agustus 1948, Musso kembali ke Indonesia dengan membawa “amanat Moskow” untuk mendirikan PKI Muda sekaligus mengkonsolidasikan kekuatan komunis di Nusantara.
Pemberontakan Madiun 1948
Setelah kembali, Musso bergerak cepat. Ia berkeliling Jawa bersama pimpinan PKI, menyebarkan paham revolusi dan menggalang kekuatan. Pada bulan September 1948, meletuslah Pemberontakan Madiun, sebuah usaha besar PKI untuk merebut kekuasaan dari Republik Indonesia yang masih muda.
Meski akhirnya pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh TNI, nama Musso sudah terlanjur tercatat dalam sejarah sebagai otak gerakan tersebut. Dari anak seorang kiai besar, Musso menjelma menjadi tokoh utama komunisme Indonesia sebuah ironi sejarah yang hingga kini terus menjadi bahan renungan bangsa.
Sumber : Liputan6.com