Lora Abbas: KETIKA SEJARAH YANG BERBICARA (Ponpes Al-Khoziny Buduran didirikan oleh Kiai Khozin pada tahun 1920an)
Kamis, 9 Oktober 2025
Faktakini.info
Lora Abbas Muhammad Rofii
Izinkan saya menulis ini sebagai salah satu cucu Mbah Mujib Abbas (Pengasuh ke 3 Pesantren Al-Khoziny Buduran).
Ibu saya putri tertua Mbah Mujib, dan meski berdomisili di Pamekasan, aba adalah orang paling sepuh di Bani Mujib saat ini.
(Mohon dibaca secara utuh, atau Skip saja)
KETIKA SEJARAH YANG BERBICARA
Ponpes Al-Khoziny Buduran didirikan oleh Kiai Khozin pada tahun 1920an. Beliau merupakan Pengasuh generasi ke-3 PP. Al-Hamdaniyah Siwalanpanji Buduran (berdiri pada tahun 1750an), yang berlokasi beberapa ratus meter ke arah timur.
Ponpes Al-Khoziny awalnya bernama Ma'had Mustarsyidin Buduran, Kiai Abbas Khozin melanjutkan kepengasuhan dan menambahi Al-Khoziny untuk mengenang Sang Ayah.
Pengasuh ke-3 Al-Khoziny Buduran adalah Kiai AbdulMujib Abbas, seorang ulama masyhur Alim, waro' dan sangat sederhana. Kiai Mujib Abbas dalam kesehariannya sering menyapu halaman asrama santri bahkan membersihkan got (gorong-gorong) pesantren, mencuci pakaian sendiri meski sudah memasuki usia senja.
Kiai Mujib dikenal sangat istiqomah berjama'ah 5 waktu, dan suka ngaji dengan durasi waktu yang sangat lama.
Selain itu, beliau juga dikenal sebagai pengusaha tambak kaya, yang juga mendermakan hartanya untuk Pesantren.
* Ponpes ini cukup dikenal di kalangan Pesantren, khususnya di Jawa Timur. Mendiang Kiai Mujib Abbas dikenal dekat dengan para Alim Ulama, baik dari para Kiai maupun dari golongan Habaib.
> Sayyidil Habib Umar bin Hafidz di masa kepengehasuhan Kiai Mujib Abbas, pernah berkunjung dan menyampaikan mauidzoh di hadapan para santri di Musholla Lawas (sebelum renovasi saat ini).
> Pada masa beliau pula, Habib Hasan Baharun (Muassis Ponpes DALWA Bangil) mengajar bahasa Arab dan ilmu Arudh di Ponpes Al-Khoziny Buduran.
Bahkan saat Habib Hasan akan mendirikan ponpes DALWA, Kiai Mujib Abbas mengutus secara langsung beberapa santrinya untuk membantu. Diantara santri beliau itu ada Kiai Abdullah Umar dan Ust Mahmud yang berasal dari daerah rembang, Pasuruan.
Disamping itu, saat acara Haul Masyayikh Al-Khoziny Buduran, tak jarang yang mengisi adalah Ulama dari kalangan Habaib.
* Kiai Mujib Abbas meninggalkan 12 putra-putri. Setau saya mayoritas putra-putrinya ini tetap melanjutkan hubungan baik dengan para Kiai dan para habaib.
Saat ponpes Al-Khoziny berduka baru-baru ini, Habib Zen Baharun (Pengasuh Dalwa), Habib Jamal Ba'agil (Ketua Al-Wafa Indonesia), Habib Ubaidillah Al-Habsy (Ketua Muwasholah JATIM) termasuk yang hadir ta'ziyah.
••••
* Jika ditanya bagaimana sikap dalam bab per-nasab-an ?!
Hati ini tetap konsisten dengan pertanyataan saya sekitar 4 tahun lalu:
(Mengakui keabsahan Nasab Ba'alawy sebagaimana saya Mengakui keabsahan dzurriyah Walisongo.
"Dalam hal ini" saya tidak respect: kepada siapapun pembegal nasab, baik oknum kiai yang memutus Nasab Habaib ataupun oknum Habib yang memutus Nasab dzurriyah Walisongo !!).
* Lalu siapa yang berhak melegetimasi SAADAH Keturunan Rasulullah ?!
Dalam konteks Indonesia Saya tak pusing memikirkan itu.
Kalau menyangkut Nasab Habaib kita pasrahkan ke Robithah Alawiyah.
Sementara Dzurriyah Walisongo, tinggal mengkomfirmasi melalui keraton-keraton yang memiliki sangkut paut dengan Walisongo, atau datangilah pakar nasab diantara keluarga besar pondok pesantren yang jelas-jelas memiliki darah Walisongo.
Di Madura, Pesantren tersebut antara lain:
> Bangkalan: Demangan, Kepang, dan Sabenih.
> Sampang: Prajjen, Jerengoan, Gersempal, Len Bulen, Enjelan, dan Karang Durin.
> Pamekasan: Banyuanyar, Panyeppen, Bata-Bata, Bettet, Padukuwan, dan Bringin.
> Sumenep: Luk Guluk, Al-Amin, dan Klabaan.
* Bagaimana "misalnya" ada dzurriyah Rasulullah yang jauh dari suri tauladan Rasulullah ?
Saya jawab: Nasab ya Nasab, Akhlak ya Akhlak. Semua "timbangannya" adalah Syari'at.
Yaa kalau salah, tetap saja salah. Siapapun itu. Toh, Syariat bersifat universal serta tidak tebang pilih terhadap umat Nabi Muhammad, entah dari golongan manusia ataupun jin dan tak peduli keturunan siapapun.
Memangnya Nabi Muhammad mengecualikan keturunannya dalam mengajarkan ajaran dan nilai-nilai agama ?!
* Cara menyikapinya ?
Kita bisa menghubungi kantor Robithah Alawiyah terdekat, insyaAllah mereka dengan senang hati menerima masukan untuk menegur oknum tersebut.
Contoh simple-nya, Saya pribadi jika ada permasalahan enjoy aja ngopi bersama dengan ketua Robithah Pamekasan.
* Jika oknum nya dari kalangan dzurriyah Walisongo ?
Yaa seperti tadi bos, datangi dan "matur" ke Kiai sepuh Pesantren berdarah Walisongo agar menegurnya.
* Jadi, sudah jelas, apakah saya anti dzurriyah Walisongo atau anti Habaib Ba'alawy ?
Silakan tanyakan kepada semua tokoh pamekasan "siapa saja manusia yang masih hidup saat ini yang mengenalkan habaib adalah dzurriyah Rasulullah dan hingga kini tetap memperjuangkannya ?" InsyaAllah nama saya ada di tiga besar dalam daftar itu.
TAPI INGAT !!
Saya juga termasuk masyarakat yang tidak bisa menerima jika ada statement bahwa semua Nasab dzurriyah Walisongo terputus.
* Himbauan ini saya tujukan kepada Santri Alumni dan Simpatisan Pesantren Al-Hamidy Banyuanyar Pamekasan Madura, serta para kerabat yang selalu bertanya bagaimana saya menyikapi polemik nasab selama ini.
Jika diantara pembaca ada yang kurang berkenan tinggal di skip aja, atau jika ingin berkomentar silakan, tapi tolong jangan menjadi "setengah manusia" dengan bersembunyi dibalik akun fake/bodong.
Saya menulis ini bukan karena merasa sempurna. Sampai detik ini, saya belum terlepas dari cengkraman dosa.
Semua ini murni unek-unek dari diri yang risau melihat fenomena belakangan.
•••••••
Terima kasih kepada semua yang terlibat, semoga Allah membalas kebaikan anda semua dengan cara yang terbaik.
Saya juga mohon do'a untuk seluruh Korban, semoga senantiasa diangkat derajat disisi Allah SWT.
Penulis:
* Abbas bin Khodijah bint Mujib bin Abbas bin Khozin-Fathimah bint Ya'qub bin Hamdani (Pendiri ponpes pertama di Sidoarjo)
* Abbas bin Muhammad Rofi'i bin Baidhowi bin Abd. Hamid bin Itsbat (Pendiri ponpes pertama di Pamekasan)
Buduran, 9 Oktober 2025