Silsilah Dijual Online, Wali Songo Diseret ke Skenario Politik dan Dagang Kotor, Menyulap Al Husaini Menjadi Al Hasani, Terpental Di-Uzbekistan lari terbirit Ke-Yunan
Selasa, 5 Agustus 2025
Faktakini.info
"Silsilah Dijual Online, Wali Songo Diseret ke Skenario Politik dan Dagang Kotor, Menyulap Al Husaini Menjadi Al Hasani, Terpental Di-Uzbekistan lari terbirit Ke-Yunan."
📖 Tafsir Status FB Nyai Raden Linawati
Beberapa jam lalu, saya menulis bahwa habaib bukan dibawa Belanda ke Indonesia. Tak disangka, responsnya cukup beragam. Mulai dari yang antusias mendukung, hingga yang—dengan wajah serius tapi nalar terbalik—mengklaim bahwa keberadaan habaib adalah proyek kolonial. Lucunya, sebagian dari mereka justru berkiblat pada jalur nasab “baru” yang justru sarat kepentingan global, tanpa akar kuat di Nusantara maupun dunia Islam klasik.
Yang lebih menggelikan—sekalian memprihatinkan—adalah munculnya tren jual beli sertifikat nasab secara daring. Benar, Anda tidak salah baca: nasab dijual online, lengkap dengan syahadah, cap stempel, dan tanda tangan mencatut tokoh resmi.
Salah satu tokoh penting yang disorot publik adalah Yassin Al Kalidari—nama yang mungkin terdengar asing bagi sebagian, tapi sangat dikenal di antara komunitas pemalsu nasab online. Menurut Nyai Raden Ayu Lina—yang dijuluki sebagian orang sebagai "Ratu Nasab Indonesia" karena ketekunan riset dan jejaring globalnya—Yassin Al Kalidari adalah pemilik dan penggerak puluhan lembaga nasab online yang aktif mengeluarkan syahadah itsbat nasab secara daring. Bahkan, ia disebut-sebut terlibat dalam proyek pembatalan nasab Ba'alawi dan juga Syaikh Abdul Qadir al-Jailani—dua garis nasab besar yang sangat dihormati dunia Islam.
Dan skenario ini tidak main-main. Dalam status Facebook terbarunya, Nyai Lina menyebut:
"Tesis berdarah, tesis copy paste. Ini Yassin Al Kalidari, pemilik asli blogspot berisi tesis ilmiah pembatalan nasab saadah Ba'alawi. Ia juga punya beberapa lembaga nasab online yang bekerjasama dengan orang-orang Indonesia memalsukan nasab para Walisongo..."
Pernyataan ini bukan sekadar sindiran kosong. Tautan, bukti blog, video YouTube, hingga nama-nama akun Facebook telah dipublikasikan. Ini menyiratkan satu hal: proyek pemindahan jalur nasab Walisongo dari jalur Ba'alawi al-Husaini ke jalur Al Hasani dari Uzbekistan lalu Yunan bukan sekadar "temuan baru", melainkan bagian dari skenario sistematis yang melibatkan politik identitas, kepentingan sertifikasi, dan uang.
Mengapa jalurnya berpindah-pindah?
Jawabannya mengerikan namun masuk akal: karena mereka ingin menghindar dari jalur Ba'alawi dan figur Imam Ubaidillah, leluhur utama para Ba'alawi yang nasabnya tak terbantahkan dan tercatat rapi di berbagai manuskrip dan catatan kerajaan.
Mereka (pihak yang memutus jalur dari Ba'alawi) pertama mencoba masuk ke Uzbekistan, berharap bisa menghubungkan Walisongo ke jalur Sayyid Ajjal atau Syamsuddin Umar al-Bukhari. Tapi upaya ini mentah. Bahkan ketika seorang peneliti dari Malaysia (sahabat dekat Nyai Lina) mencoba mengkonfirmasi salah satu syahadah yang beredar di Indonesia dan Malaysia, Syed Ilham Bahadir, Naqib resmi dari Uzbekistan, menjawab tegas via WhatsApp:
"Syahadah ini dikeluarkan untuk zurriyah Sayyid Syamsuddin Umar al-Bukhori di China. Tapi kenapa syahadah ini ada padamu? Kamu tidak punya hak menyebarkannya, karena ini milik para sayyid di Cina, bukan milik negaramu. Cerdaslah."
Setelah gagal di Uzbekistan, mereka pindah ke Yunan (China). Jalur baru pun dibuat, namun tetap tidak berlandaskan dokumen silsilah valid yang diakui baik oleh kerajaan-kerajaan Islam dunia, otoritas nasab resmi, maupun manuskrip klasik para ulama silsilah Nusantara.
Sampai di sini, kita bisa melihat bahwa proyek ini bukan urusan iman dan keilmuan, tapi urusan sertifikat. Silsilah disesuaikan agar cocok dengan kepentingan politik identitas, orientasi sejarah versi mereka sendiri, dan tentu saja—jual beli syahadah.
Tak heran, dalam suasana seperti ini, Maulana Malik Ibrahim pun jadi korban. Sebagian kelompok yang mendukung jalur baru menolak keras bahwa beliau terhubung ke Ba'alawi. Padahal, banyak manuskrip tua dan tradisi pesantren yang tetap memuliakan silsilah beliau sebagai bagian dari jalur Alawiyin. Namun ya itu tadi, ketika dagang syahadah lebih laku dari keilmuan, kebenaran pun bisa ditukar asal cocok rekening.
Apakah kita akan diam saja ketika nama para wali diperalat?
Apakah para pakar nasab dan ulama silsilah sejati akan membiarkan jalur-jalur suci itu dijadikan obyek manipulasi, demi sertifikat dan gelar?
Jika jawaban kita tidak, maka inilah saatnya bersuara.
Karena sejarah yang diam—akan ditulis oleh pedagang nasab, bukan oleh pencinta kebenaran.
---
Catatan Akhir:
Semua informasi bersumber dari status Facebook Nyai Raden Ayu Lina
Kutipan WhatsApp dari Syed Ilham Bahadir disampaikan melalui peneliti Malaysia yang berjejaring langsung
Tautan blog, video, dan bukti aktivitas online Yassin Al Kalidari bisa dilihat distatus Nyai Raden Linawati dan telah tersebar luas serta dapat diverifikasi publik.
✍️ Tamzilul Furqon Takmir Angkringan