RENCANA ABOLISI TOM LEMBONG & AMNESTI HASTO KRISTIYANTO, LONCENG KEMATIAN SUPREMASI HUKUM, PRA KONDISI UNTUK MENGABOLISI KASUS IJAZAH PALSU JOKOWI?
Jum'at, 31 Juli 2025
Faktakini.info
RENCANA ABOLISI TOM LEMBONG & AMNESTI HASTO KRISTIYANTO, LONCENG KEMATIAN SUPREMASI HUKUM, PRA KONDISI UNTUK MENGABOLISI KASUS IJAZAH PALSU JOKOWI?
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis
"Salah satu pertimbangan pada dua orang ini salah satunya kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka perayaan 17 Agustus,"
[Supratman Andi Agtas, 31/7]
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkap alasan Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pemberian abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong dan amnesti terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Usul pemberian abolisi Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto ini kabarnya telah diserahkan dan disetujui DPR melalui rapat konsultasi DPR dan pemerintah, Kamis (31/7).
Wacana pemberian abolisi dan amnesti ini tentu sebuah anomali. Karena esensi pemberian amnesti dan abolisi ini adalah mengesampingkan proses hukum melalui tindakan politik.
Langkah tersebut, jika diteruskan akan makin mengkonfirmasi Indonesia adalah negara kekuasaan (Machtstaat), bukan Negara hukum (Rechtstaat). Seluruh tahapan, proses dan prosedur hukum yang telah ditempuh oleh aparat penegak hukum, dari sejak tahap penyelidikan, penyidikan, hingga peradilan yang menghasilkan putusan, menjadi tidak bernilai karena diabaikan dan dikesampingkan oleh sebuah keputusan politik Presiden yang disetujui oleh DPR.
Hukum yang saat ini sudah dikangkangi kekuasaan, akan makin terpuruk. Esensi hukum sebagai alat penertiban masyarakat, untuk menjamin kepastian dan keadilan, menjadi tidak bernilai. Karena value keadilan itu telah dirampas oleh kekuasaan, kepastian hukum hilang karena kendali hukum sudah berpindah ke otoritas kekuasaan.
Wacana Abolisi dan Amnesti terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto ini lucu. Mengingat, alasannya sangat mengada-ada.
Berdalih persatuan dan dalam rangka perayaan 17 Agustus, adalah alasan yang sangat tidak dapat diterima akal. Jika alasan ini diterima, tentu seluruh narapidana pada saat 17 Agustus akan menuntut diberikan Abolisi dan Amnesti. Demi persatuan, demi perayaan kemerdekaan, tidak boleh ada lagi yang dipenjara. Semua harus merdeka. Bukankah, ini logika sungsang?
Kita semua sepakat, putusan terhadap Tom Lembong sangat dipaksakan, tidak sesuai dengan fakta persidangan dan mencederai rasa keadilan masyarakat. Namun, bukan berarti pembenahannya melalui otoritas politik (kekuasaan). Sehingga, seolah-olah otoritas kebenaran itu ada di tangan kekuasaan.
Berkaca pada fakta tersebut, semestinya Prabowo Subianto segera melakukan perbaikan sistem, SDM dan pranata penegakan hukum di Indonesia. Agar tak ada penegakan hukum yang berbasis kepentingan politik.
Alasan demi persatuan ini, jika tidak dikontrol, jika masyarakat serba permisif dengan alasan demi kebebasan Tom Lembong, nantinya juga potensial akan disalahgunakan untuk kepentingan lain. Misalnya, untuk 'mengabolisi dan memberikan amnesti' pada kasus ijazah palsu Jokowi.
Dengan dalih demi persatuan, demi perayaan kemerdekaan, bisa saja nantinya Prabowo Subianto meminta masyarakat menghentikan kasus ijazah palsu Jokowi. Padahal, Prabowo Subianto bisa menempuh jalan yang lebih beradab. Misalnya, memanggil Jokowi dan meminta Jokowi menunjukkan ijazah miliknya dihadapan publik.
Dalam kasus hiruk pikuk rekening rakyat yang diblokir PPATK (pemblokiran rekening dormant), Prabowo segera memanggil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Setelah itu, semua rekening rakyat kembali bisa diakses dan masalah selesai.
Dalam kasus ijazah palsu Jokowi, kenapa Prabowo tak kunjung memanggil Jokowi? Padahal, keriuhan dan pembelahan anak bangsa, hingga ada 12 orang terlapor, sudah makin kacau terjadi. Kenapa, PRABOWO SUBIANTO tidak kunjung memanggil Jokowi dan memerintahkan untuk menunjukan kepada publik, agar perkara selesai?
Kembali pada soal Amnesti dan Abolisi untuk Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto. Masalah utamanya, bukan pada pembebasan keduanya. Melainkan, ada beberapa hal yang patut diwaspadai:
Pertama, langkah ini akan merusak alur penegakan hukum, bahkan merusak tatanan negara hukum. Hukum bukan lagi menjadi panglima, melainkan kekuasaan (politik).
Kedua, langkah ini akan menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada hukum, bahkan seolah-olah akan menganggap kekuasaan adalah penolong dan penyelamat kebenaran dan keadilan. Kedepan, fungsi penegakan hukum akan mandul karena tidak lagi dipercaya publik.
Seluruh rakyat akan berlomba-lomba mengakses kekuasaan untuk mendapatkan keadilan. Hal ini, akan menjadikan masyarakat seperti homo homini lupus, manusia menjadi serigala pemangsa bagi manusia yang lain. Yang kuat dan punya akses kekuasaan, akan mendapatkan keadilan. Yang tidak punya akses, akan selalu menjadi korban kezaliman.
Ketiga, dikhawatirkan langkah ini adalah prakondisi, agar masyarakat melupakan kasus ijazah palsu Jokowi dan permisif. Berdamai dengan kebohongan dan kepalsuan. Kekuasaan, akan membangun narasi demi persatuan kasus ijazah palsu akan dihentikan.
Sekali lagi, kepada Presiden Prabowo Subianto penulis sampaikan pesan: Jangan menambah rusak hukum di Negeri ini. Tegakkan hukum dan keadilan melalui norma hukum, bukan melalui otoritas kekuasaan. [].