Damai Lubis: Bunga Bangkai Penegakan Hukum versus Bunga Rampai Hukum

 



Ahad, 1 Juni 2025

Faktakini.info

Bunga Bangkai Penegakan Hukum versus Bunga Rampai Hukum

Damai Hari Lubis

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

_(Roy Cs Jangan kan Diadili Dilaporkan pun Tidak Pantas)_

Fenomena dan dinamika dari perkembangan gejolak perlawanan hukum (legal resistance) yang eksis dan praktis dari dua sisi arus yang searah serta berbarengan melalui jalur ilmiah (IT dan Hukum) dari kedua orang pakar IT Dr. Roy-Dr. Rismon dan kawan-kawan aktivis dari kelompok TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis, yang berjuang secara defensif, dan kesemua perlawanan semata atas dasar payung-payung hukum, tentu logikanya akan membuat "ragu para oknum", sekalipun mereka (oknum) bernafsu untuk memaksa atau dipaksa melanjutkan proses laporan Ijazah Palsu S-1 Jokowi, namun diprediksikan hanya sampai Para aktivis Terlapor dipandang oleh publik sebagai 'kalah dan bersalah", walau cukup dalam waktu sementara berupa label predikat aktivis bertambah dari semula aktivis _tok_, menjadi "Para Aktivis Tersangka/ TSK Pelaku Ujar Kebencian".

Dan kesemua prediksi yang berasal dari hasil 'temuan' dengan alas pandang "objektifitas" dan melulu berdalilkan asas legalitas, namun tentunya hasilnya bisa saja berbeda, tapi dikarenakan ber-kejelasan kondisi saat ini masih terdapat para figur rezim "kemarin" yang disusupkan ke rezim kontemporer, sehingga tetap terendus aroma bunga bangkai di sektor penegakan hukum (law enforcement) dengan kata lainnya, belum bisa sinergi dengan pemaknaan 'bunga rampai hukum Pidana' yang bersifat mengikat dan berkepastian (ius konstitum).

Sehingga prediksi 'para oknum bekerja atas order', maka pelaporan yang sudah melalui klarifikasi (investigasi) Para Terlapor dan Saksi-Saksi maka akan berlanjut dengan membuahkan sebuah amplop warna coklat dengan kode SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), dalam makna proses hukum akan berlanjut dari tingkat penyelidikan kepada tingkat penyidikan lalu besar kemungkinan akan menghasilkan Surat Penetapan Status TSK dari Penyidik Direskrimum Polda dan ditembuskan kepada JPU dan Para Terlapor Jo. Putusan Nomor MK 130/PUU- 2015 Jo. Pasal 1 angka 16 Perkap 6/2019.o

Lalu akibat ekstra perlawanan yang ber-payung hukum Jo. Peran Serta Masyarkat Jo.UU.KIP. Jo. UU. Polri Jo. UU. Kejaksaan, maka andai pun 'order' yang diterima para oknum dari seseorang yang memiliki privelege (sosok istimewa) atau primus enter pares yang sudah berbuah status Penetapan TSK tetap ada terselip 'seni' dengan metode win win solution demi mencegah wibawa sang jatidiri istimewa dan para JPU kelak di ranah peradilan (bukan demi wibawa supremasi hukum (rule of law) karena Si Pelapor Jokowi pasti terhadap penyimpangan penegakan hukum ini (kriminalisasi) pasti akan ditelanjangi oleh Roy Cs plus bakal dihakimi oleh publik bangsa ini, bahkan oleh masyarakat dunia internasional termasuk bakal bertebaran legal opinion dari para sahabat pengadilan (amicus curiae).

*_"Lalu akibat upaya win win solution akan hadir proxy-wan proxy- wati dalam bentuk tawar menawar menuju restoratif justice? Dan terhadap praktik pola Markus ini diketahui memang ada terbukti_*

Selanjutnya, bisa jadi (Jo. Data Empirik) 'para oknum tergadai akan memperalat' ketentuan hukum internal JPU dengan menggunakan P 19 dan P 20 . Sehingga status TSK stagnan nan abadi, dengan pola 'berlanjut tidak, SP 3 pun juga tidak'

Ini lah maksimal yang akan terjadi dari penerapan teori dan praktikum 'Bunga Bangkai Hukum Pidana' sesuai peristiwa sejarah hukum ditanah air (fakta data empirik).

Prediksi terhadap kronologi peristiwa hukum akibat pelaporan Jokowi yang dirinya dituduh publik menggunakan Ijazah Palsu S-1 serta oleh karena oknum aparat penegak hukum 'yang tergadai', masih memiliki urat malu yang tersisa walau ala kadar maka tidak pada posisi memaksakan diri untuk secara transparansi menggunakan 'political abuse of power', karena mereka menyadari situasi kekinian bukan lah 'kondisi kemarin' yang segala bisa, sesuai selera untuk berlaku suka-suka? Oleh karenanya para oknum jahat terpaksa menahan diri dengan pola berusaha menginjak pedal rem.

Dan tentunya, teori injak pedal rem selain karena terpaksa, selain atas kesadaran status quo merupakan transisi peta politik kekuasan yang tidak bulat milik mereka lagi, juga tak dapat terlepas dan dilepaskan daripada defensif dari Roy Cs para aktivis patriot era satu dekade serta munculnya ghirah perjuangan segelintir aktivis di masa transisi kepemimpinan di negeri ini.

Jika dipertanyakan terhadap subtansial pokok perkara Ijazah palsu, "apakah pantas Para Terlapor dijadikan TSK", maka jawaban objektivitasnya adalah *_"PELAPORAN YANG DILAKUKAN OLEH TERDUGA IJAZAH PALSU MERUPAKAN HAL YANG MUSTAHIL MENURUT HUKUM_*.

Namun oleh sebab adanya 'agenda revolusi mental,' maka sejak saat itu sebagian besar aparatur negara (Lintas Lembaga) justru terkontaminasi penyakit mentalitas dan moralitas, serta realitas para aparatur sisa rezim 'kemarin' masih banyak yang sengaja disusupkan kedalam kabinet kontemporer.

Oleh karenanya demi masa depan Bangsa, Tanah Air dan Negara, maka bobot perjuangan para aktivis (Lintas SARA) di semua lini mesti semakin mengkristal, bukan melembek atau patah arang, selain harus meningkatkan nilai kesabaran sesuai pepatah bijak, "perjuangan dan kesabaran tidak mengenal batas waktu".

Penulis:

• Advokat, Anggota Dewan Penasihat DPP. KAI.

• Pakar Ilmu Peran Serta Masyarakat dan Kebebasan Menyampaikan Pendapat

• Kabidhum dan HAM DPP. KWRI (Komite Wartawan Reformasi Indonesia).