Predator 12 Wanita di Univ NU Gorontalo Adalah Rektornya Sendiri?

 





Sabtu, 20 April 2024


Faktakini.info, Jakarta - Polemik tentang adanya dugaan pelecehan seksual dan pelecehan verbal yang terjadi di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Gorontalo akhirnya terkuak.

Pasalnya, “Sang Predator” kaum hawa atau oknum pejabat yang melakukan perbuatan amoral kepada 12 orang perempuan (Dosen dan Tenaga Pendidik) di Sekolah Pendidikan Tinggi Agama Islam diduga adalah Rektornya sendiri.

Berdasarkan penelusuran redaksi Fakta News. Hal tersebut terungkap dengan adanya bocoran Surat Aduan yang dilayangkan oleh Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UNU Gorontalo ke Ketua Badan Penyelenggara dan Pelaksana (BP2) Universitas Nahdlatul Ulama Provinsi Gorontalo pada tanggal 1 April 2024.

Dalam surat aduan tersebut, Satgas PPKS menyampaikan dugaan tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo Prof. Dr. Amir Halid, M.Si kepada beberapa Dosen dan

Tenaga Kependidikan dilingkungan Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo dengan daftar kotban terlampir.

Dimana Satgas PPKS menilai bahwa Rektor UNU Gorontalo ada beberapa kualifikasi tindakan telah melanggar beberapa peraturan diantaranya :

1. Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) point a,c,d,I dan l. Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi;

2. Pasal 5 dan 6 Undang-undang nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;

3. Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait;

Sehingga, dengan mewakili para korban serta seluruh pengurus Satgas PPKS Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo, Ketua Satgas Andi Inar Sahabat meminta adanya tindakan tegas dari BP2UNUGO terhadap terduga pelaku dalam hal ini Rektor UNUGO;

1. Pelaku dalam hal ini Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo masa

khidmat 2023-2028 Bapak Prof. Dr. Amir Halid, M.Si mengakui perbuatan dan menyatakan permintaan maaf atas perbuatanya;

2. Merekomendasikan agar Pelaku segera DIBERHENTIKAN atau MUNDUR DARI JABATAN paling lambat tanggal 5 April 2024 untuk mencegah perbuatan pelaku semakin parah dan bertambahnya korban;

3. Menjaga kerahasiaan dan identitas korban yang termuat dalam lampiran yang merupakan satu kesatuan dari surat ini;

4. Sebagai Langkah pencegahan terjadinya tindakan kekerasan seksual di lingkungan Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo, agar pakta integritas anti kekerasan seksual dijadikan sebagai dokumen persyaratan pengangkatan Rektor yang terpilih.

Akan tetapi, hingga dengan saat ini proses penanganan kasus dugaan pelecehan seksual dinilai lambat oleh seluruh korban. Dimana ada dugaan beberapa oknum petinggi di Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Gorontalo yang membela sang rektor.

Padahal, jika digunakan gambaran secara umum. Jika Seorang Rektor Pendidikan Tinggi Agama Islam Menjadi Predator Kaum Hawa, Konsekuensi dan Dampaknya pasti akan besar.

Seharusnya. Sebagai pemimpin dalam pendidikan tinggi agama Islam, seorang rektor memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi teladan moral dan etis bagi komunitas akademiknya. 

Namun, jika seorang rektor terlibat dalam perilaku predator terhadap kaum hawa, konsekuensinya dapat sangat merusak, baik bagi individu yang menjadi korban maupun untuk integritas lembaga pendidikan tersebut. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi.

Tidak hanya reputasi pribadi yang akan tercemar, tetapi reputasi lembaga yang dipimpinnya juga akan terganggu, mengakibatkan kehilangan kepercayaan dari masyarakat, siswa, dosen, dan alumni.

Dimana dampak psikologis dan trauma para dosen dan tenaga pendidik akan terbawa hingga ke lingkungan mahasiswa secara serius. Hal ini dapat berdampak jangka panjang terhadap kesejahteraan emosional, mental, dan fisik mereka, serta mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar dan berkembang di lingkungan akademik yang aman.

Kasus-kasus perilaku predator yang melibatkan pemimpin agama, termasuk rektor pendidikan tinggi agama Islam, dapat menyebabkan krisis kepercayaan dalam institusi keagamaan itu sendiri. Masyarakat mungkin mulai meragukan integritas dan moralitas para pemimpin agama, yang dapat mengikis otoritas dan legitimasi mereka dalam menyampaikan ajaran agama dan moral.

Para dosen, staf, dan mahasiswa mungkin kehilangan kepercayaan dan dukungan terhadap kepemimpinan rektor yang terlibat dalam perilaku predator. Ini dapat mengganggu stabilitas dan keseimbangan dalam lembaga pendidikan, serta mengurangi kredibilitas lembaga dalam menyediakan lingkungan pendidikan yang aman dan inklusif.

Dengan demikian, menjadi predator terhadap kaum hawa bukan hanya merupakan pelanggaran terhadap integritas dan moralitas individu, tetapi juga mengancam keberlangsungan dan kredibilitas lembaga pendidikan tinggi agama Islam. Penting bagi lembaga-lembaga ini untuk mengimplementasikan kebijakan dan mekanisme yang kuat untuk mencegah dan menangani kasus-kasus perilaku predator, serta memastikan bahwa keamanan dan kesejahteraan semua anggota komunitas akademik dijaga dengan baik.

Sumber: faktanews.com




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel