Publik Soroti Rhoma Irama PWI-LS cs dan Ambisinya Meraih Gelar Sayyid Cucu Rasul SAW
Jum'at, 19 Desember 2025
Faktakini.info, Jakarta - Polemik serius mengguncang ruang publik keislaman nasional terhadap Rhoma Irama dan kelompok PWI-LS yang dikaitkan dengan figur Imaduddin bin Sarmana bin Arsa (Orang-orang gila nasab). Mereka secara sepihak mengklaim diri sebagai keturunan Walisongo hingga Nabi Muhammad ﷺ, sekaligus meragukan bahkan membatalkan nasab pihak lain yang selama ini diakui sebagai dzurriyah Rasulullah SAW.
Sejumlah ulama, habaib, dan pemerhati ilmu nasab menyebut klaim Imad cs tersebut sebagai tindakan liar, tidak ilmiah, dan berbahaya, karena tidak didukung sanad nasab yang sahih, dokumen sejarah yang dapat diverifikasi, maupun pengakuan lembaga nasab mu‘tabar yang diakui dunia Islam.
“Klaim nasab bukan perkara retorika atau popularitas. Ini ilmu yang memiliki disiplin ketat. Membatalkan nasab orang lain tanpa otoritas keilmuan adalah bentuk pelecehan terhadap sejarah dan dzurriyah Rasulullah,” ujar salah satu tokoh habaib yang menolak keras klaim tersebut.
Para pengkritik menilai fenomena ini berangkat dari ambisi simbolik, yaitu kelompok Imad merasa gelar sosial seperti kyai, ustadz, atau raden belum cukup, sehingga muncul dorongan untuk “naik level” dengan mengklaim gelar Sayyid, Syarif, atau Habib, yang bermakna sebagai cucu Nabi Muhammad SAW. Gelar tersebut dinilai memberi legitimasi moral, sosial, dan spiritual yang jauh lebih tinggi di mata umat.
“Ini bukan sekadar soal identitas pribadi, tapi soal manipulasi kehormatan Rasulullah SAW. Lebih ironis lagi, klaim itu disertai upaya mendegradasi nasab habaib yang selama ratusan tahun dijaga dengan disiplin ilmiah,” tegas seorang peneliti sejarah Islam Nusantara.
Kritik juga diarahkan pada metode yang digunakan kelompok tersebut, yang dinilai mengabaikan kaidah ilmu nasab klasik, seperti pencatatan silsilah bersambung (ittishal), kesaksian ulama nasab lintas negeri, serta konsensus komunitas ahli. Sebaliknya, klaim dianggap dibangun di atas tafsir pribadi dan narasi sepihak.
Sejumlah kalangan memperingatkan bahwa praktik klaim dan pembatalan nasab secara serampangan dapat memicu perpecahan umat, merusak kepercayaan terhadap ulama, serta menodai tradisi keilmuan Islam yang telah terjaga selama berabad-abad.
