Damai Lubis: Jokowi bakal istirahat total 2 tahun akibat penyakit alergi ?

 



Jum'at, 21 November 2025

Faktakini.info

Jokowi bakal istirahat total 2 tahun akibat penyakit alergi ?

Damai Hari Lubis

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)


Sesuai informasi publik yang beredar, bahwa Jokowi bakal menjalani perawatan medis selama 2 tahun karena sakit atau mengidap alergi ?


Maka asumsi publik tentunya prediktif Jokowi "kelak" tidak bisa menghadiri persidangan di badan peradilan umum, andai benar sidang perkara pidana terhadap diantara ke 8 aktivis atau seluruhnya yang sudah berstatus tersangka (TSK) karena mendapatkan tuduhan diduga telah menyampaikan "hasut atau fitnah kepada Jokowi selaku pengguna Ijazah palsu", yang dipaksakan naik" ke tingkat penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 


Bagaimana status hukumnya, jika Jokowi selaku korban ?

Karena sesuai ketentuan Pasal 1 angka 26 dan Jo. Pasal 185 ayat (1) KUHAP Ia harus menghadiri persidangan sebagai saksi korban. Tentu merujuk makna KUHAP atau UU. RI Nomor 8 Tahun 1981 yang merupakan kaidah hukum positif (ius konstitutum) maka *absolut* harus dipenuhi dan diberlakukan


Terkait ketentuan Pasal 1 angka 26 KUHAP yang *absolut* dipenuhi, isinya adalah:


"Saksi adalah orang yang memberikan keterangan dalam perkara pidana karena diminta untuk itu, tentang apa yang diketahuinya, dilihatnya, dan dialaminya sendiri."


*_Dan Pasal 185 ayat (1) KUHAP menyatakan:_*


"Keterangan saksi sebagai alat bukti sah apabila diberikan di muka Hakim dalam pada itu saksi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, kecuali dalam hal saksi itu belum dewasa atau karena keadaan tidak mungkin mengucapkan sumpah atau janji itu."


Artinya, keterangan saksi dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah jika diberikan di muka hakim dan saksi telah mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, kecuali dalam keadaan tertentu seperti saksi belum dewasa atau tidak mungkin mengucapkan sumpah atau janji.


Oleh karenanya oleh sebab hukum, andai benar tanpa kehadiran Jokowi dan tanpa sumpah yang harus Ia dilakukan dihadapan majelis hakim persidangan di pengadilan yang berlangsung terbuka untuk umum, *ibarat sebuah turnamen maka no contest.*


Tentu hasil review pengamat sebelumnya yang viral, bisa menjadi tepat, bahwa pola persidangan terhadap para tersangka (TSK) tuduhan publik 'ijazah Jokowi palsu' bakal mirip persidangan terhadap eks terpidana terdakwa Bambang Tri Mulyobo (BTM) dan Sugih Raharja (Gus Nur) di Pengadilan Negeri Surakarta (2023), dan pola mengadili Gus Nur (2021) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yaitu kedua sidang peradilan a quo in casu tanpa dihadiri (para) saksi korban.


Hal 'nuansa' praktik cacat hukum akibat implementasi proses penegakan hukum didalam praktik badan peradilan ini memang telah dan bakal kembali terjadi ?


Ada sebuah kunci utama agar dimata masyarakat bangsa ini praktik sejarah buruk penegakan hukum tidak berulang, sebaliknya proses berkesesuaian dengan mekanisme hukum pidana formil prosedural sesuai KUHAP dan jika benar prediktif Jokowi total tidak dapat menghadiri proses persidangan yang logika asas legalitasnya harus Ia hadiri, sekaligus dalam kerangka memenuhi fungsi tujuan hukum, utamanya fungsi "kepastian hukum".


Walau hak JPU (rules) adalah untuk melakukan "penuntutan" sesuai asas dominus litis, terhadap para TSK/ TDW vide Pasal 1 angka 6 KUHAP 


Namun sebaliknya ada juga hak JPU untuk menggugurkan hak menuntutnya (dominus litis) dengan modal "keberanian" yang didasari prinsip berlaku objektifitas (profesionalitas dan proporsionalitas) yakni menggunakan hak penuntutan yang mereka JPU miliki (dominus litis) yang yakni dengan menerapkan metode opportunity (asas hukum oportunitas) sesuai Pasal 35 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang isinya:


"Jaksa Penuntut Umum berwenang untuk menangguhkan penuntutan perkara demi kepentingan umum atau kepentingan masyarakat, dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang."


Walau dalam KUHAP, asas oportunitas tidak secara eksplisit diatur, tetapi dapat diilustrasikan hubungan hukumnya (diperjelas dengan contoh peristiwa hukum) merujuk isi pasal 140 ayat (2) KUHAP yang menyatakan:


"Dalam hal perkara tidak cukup bukti, jaksa penuntut umum dapat menangguhkan penuntutan."


Sehingga patut dan adil menurut hukum andai benar Jokowi kelak bakal uzur bertepatan momen dirinya harus tampil menuntut para penghina-dina dirinya yang serendah-rendahnya. Maka Kejaksaan melalui Jaksa selaku JPU mesti tampil berani dan objektif mengeluarkan surat penetapan menunda atau menghentikan tuntutan kepada para TSK atau calon TDW atau 'TDW."