Detik-Detik G30S PKI: Saat Nama Mohammad Hatta Dicoret dan 7 Jenderal Gugur di Lubang Buaya

 



Selasa, 7 Oktober 2025

Faktakini.info

Detik-Detik G30S PKI: Saat Nama Mohammad Hatta Dicoret dan 7 Jenderal Gugur di Lubang Buaya


Malam tanggal 30 September 1965 menjadi salah satu malam paling kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.

Langit Jakarta yang gelap saat itu menjadi saksi bisu atas aksi berdarah yang mengguncang fondasi negara. Peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) merenggut nyawa 10 jenderal dan perwira militer, tujuh di antaranya berakhir di sumur maut Lubang Buaya, Jakarta Timur.


Awalnya, operasi rahasia yang dilakukan oleh satuan Cakrabirawa ini dinamakan Operasi Takari, namun di detik-detik terakhir menjelang pelaksanaan, nama itu diubah menjadi Gerakan 30 September sebuah upaya untuk menghapus kesan bahwa operasi tersebut berbau militer. Tujuannya adalah menutupi jejak kudeta yang sesungguhnya ingin mereka lakukan terhadap Presiden Soekarno.


Namun, ada fakta menarik yang jarang diketahui banyak orang.

Di antara daftar nama yang akan menjadi target penangkapan dan eksekusi, tercantum nama mantan Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta.

Ya, Bung Hatta sempat direncanakan menjadi salah satu korban dalam operasi berdarah itu. Tetapi menjelang detik terakhir, namanya dicoret dari daftar eksekusi.


Mengapa?

Menurut pengakuan Letkol (Inf) Untung Samsoeri, Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa yang memimpin operasi ini, pencoretan nama Hatta dilakukan untuk menyamarkan kudeta seolah hanya sebagai konflik internal militer, bukan penyerangan terhadap tokoh nasional non-militer.

Hatta dianggap terlalu berpengaruh dan disegani di kalangan rakyat — kematiannya justru bisa membangkitkan kemarahan publik dan menggagalkan misi utama gerakan.


Tiga Satuan Tugas dalam Operasi Berdarah


Dalam pelaksanaannya, Letkol Untung membagi pasukannya menjadi tiga satuan tugas (Satgas):


1. Satgas Pasopati, dipimpin Letnan I (Inf) Abdul Arief dari Resimen Cakrabirawa.

Bertugas menculik dan menjemput tujuh jenderal yang menjadi sasaran utama.


2. Satgas Bimasakti, di bawah komando Kapten (Inf) Soeradi Prawirohardjo dari Batalyon 530/Brawijaya.

Mereka bertugas mengamankan Ibu Kota dan menguasai pusat-pusat komunikasi, seperti kantor Telekomunikasi dan Studio RRI Pusat.


3. Satgas Pringgodani, dipimpin Mayor (Udara) Soejono, yang bertugas menjaga wilayah sekitar Lubang Buaya lokasi yang dijadikan markas sekaligus tempat penyanderaan para jenderal.


Untuk memantau operasi, mereka menyiapkan Gedung Penas di Jalan By Pass (kini Jalan Jenderal A. Yani, Jakarta Timur) sebagai Markas Komando (Cenko I).


Namun seperti dicatat oleh penulis sejarah Julius Pour, operasi penculikan ini berlangsung serampangan dan tidak terencana matang.

Jumlah pasukan hanya sekitar kurang dari 100 orang, jauh dari target semula yang diharapkan mampu mengguncang sistem pertahanan nasional.


Dan benar saja yang seharusnya menjadi aksi “penangkapan,” berubah menjadi malam penyerangan yang berdarah.


7 Jenderal yang Jadi Korban Kekejaman G30S PKI


1. Jenderal Ahmad Yani

Ditembak di kediamannya di Menteng, Jakarta Pusat. Sosok yang dikenal tegas dan dekat dengan Presiden Soekarno ini tewas seketika oleh peluru para penyerang.


2. Mayor Jenderal Raden Soeprapto

Diculik dari rumahnya pada pukul 04.30 pagi. Ia sempat ingin berganti pakaian resmi untuk menemui Soekarno, namun ditolak. Tubuhnya kemudian diikat dan dibawa ke Lubang Buaya di sana ia disiksa hingga tewas.


3. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono (M.T. Haryono)

Dikenal penyayang keluarga, ia mencoba melawan ketika rumahnya diserang. Namun tembakan bertubi-tubi menembus tubuhnya. Jenazahnya ditemukan di sumur Lubang Buaya, di atas jasad D.I. Panjaitan.


4. Mayor Jenderal Siswondo Parman (S. Parman)

Disergap dini hari tanpa sempat melakukan perlawanan. Ia ditipu dengan alasan situasi darurat negara dan dibawa pergi oleh pasukan berseragam Cakrabirawa.


5. Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan (D.I. Panjaitan)

Saat dijemput, ia sempat bersiap dengan pakaian lengkap dan topi kebesaran, mengira akan menghadiri upacara negara. Namun, peluru lebih dulu menghantam tubuhnya di halaman rumah.


6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo

Dipanggil secara sopan seolah-olah akan menemui Presiden Soekarno, namun kemudian ditangkap dan diikat di atas truk. Ia menjadi salah satu korban yang dibunuh di sekitar Lubang Buaya.


7. Letnan Pierre Andreas Tendean

Ajudan Jenderal A.H. Nasution ini menjadi korban karena keberaniannya yang luar biasa. Ketika para penyerang mencari Nasution, ia mengaku sebagai jenderal itu sendiri demi melindungi atasannya. Ia pun akhirnya dibawa pergi dan tewas sebagai pahlawan muda.


Korban Lain yang Gugur


Selain tujuh korban di atas, ada tiga korban lain yang tewas dalam rangkaian peristiwa G30S, yaitu:


Aipda K.S. Tubun, pengawal rumah Menteri Luar Negeri Subandrio,


Brigjen Katamso Darmokusumo, dan


Kolonel Sugiono.


Namun, jasad ketiganya tidak dibuang ke sumur Lubang Buaya.


Penutup: Tragedi yang Menggores Luka Bangsa


Tragedi G30S/PKI bukan hanya soal kekerasan dan kekuasaan, tetapi juga pelajaran pahit tentang ambisi dan ideologi yang membutakan nurani.

Sepuluh prajurit terbaik bangsa telah gugur sebagai Pahlawan Revolusi, demi menjaga kesatuan Republik Indonesia dari kekacauan yang hampir meruntuhkannya.


Nama mereka kini diabadikan di Monumen Pancasila Sakti dan dimakamkan secara terhormat di Taman Makam Pahlawan Kalibata simbol abadi dari kesetiaan tanpa batas pada tanah air.


Sumber : intisari.grid.id

#G30SPKI

#LubangBuaya

#PahlawanRevolusi

#SejarahIndonesia

#MohammadHatta

#Tragedi1965

#PengorbananUntukBangsa