Mengungkap Alasan Singapura Masih Belum Akui Palestina Merdeka
Rabu, 24 September 2025
Faktakini.info
Mengungkap Alasan Singapura Masih Belum Akui Palestina Merdeka
Negara Asia Tenggara yang belum mengakui kemerdekaan Palestina, yakni Singapura, Thailand, dan Filipina. Namun, saya mau fokus ke Singapura. Apa alasan negeri jiran ini belum ikut sikap Indonesia dan Malaysia? Siapkan kopi tanpa gulanya, wak!
Ada sebuah republik kecil di selatan Semenanjung Malaya. Katanya maju, katanya pintar, katanya netral, tapi kalau soal Palestina, mendadak mereka berubah jadi murid rajin yang tak berani menyontek jawaban sendiri. Singapura masih saja berkata, “Kami mendukung solusi dua negara, tapi pengakuan? Eh, tunggu dulu, biar kondisinya pas.” Kondisi pas? Mau nunggu apa lagi, meteor jatuh di Tel Aviv atau Gaza pindah ke Pulau Sentosa?
Lihatlah dunia, lebih dari 150 negara sudah mengakui Palestina sejak 1988. Eropa yang dulu kaku macam patung di museum pun kini ramai-ramai mengakui. Spanyol, Irlandia, Norwegia, Inggris Britania, bahkan Kanada yang biasanya ikut Amerika pun goyang juga. Tapi Singapura? Mereka seperti anak kos yang tiap ditanya kapan bayar uang kontrakan selalu jawab, “Nanti, kalau sudah ada kondisi yang tepat.” Padahal dunia sudah menjerit, Gaza luluh lantak, ribuan nyawa melayang. Apa Singapura menunggu sampai Palestina tinggal legenda di buku sejarah?
Alasannya klasik, harus ada pemerintahan efektif, harus hasil negosiasi damai, harus syarat macam-macam. Ironisnya, negara yang lahir 1965 tanpa referendum internasional pun bisa eksis sampai sekarang. Singapura dulu kecil, rapuh, air minum pun numpang Malaysia. Tapi dunia cepat mengakuinya, bahkan Israel yang kini mereka peluk erat, jadi kawan awal mereka dalam soal pertahanan. Palestina? Dibiarkan menunggu di lorong diplomasi, seperti tamu yang dilarang masuk ruang tamu karena sandal belum dipoles.
Kita tahu, Singapura punya hubungan mesra dengan Israel. Ada kerjasama militer, ekonomi, teknologi. Makanya, kalau Palestina datang minta tanda tangan pengakuan, Singapura langsung garuk kepala sambil pura-pura sibuk. Di balik semua jargon “multi-ras, multi-agama, keharmonisan sosial,” ada fakta menarik: sekitar 13–15% penduduk Singapura beragama Islam, mayoritas dari etnis Melayu, disusul komunitas India, Pakistan, Arab, dan sebagian besar atau 70 persen Tionghoa maupun Eurasia. Secara statistik, ini salah satu minoritas Muslim terbanyak di dunia.
● HANRIVER & KUCADI Tempat Tidur Lipat Kursi Malas Folding Bed Kursi Santai Lipat [Garansi lima tahun]Negeri sekecil titik di peta itu selalu mengaku cerdas membaca geopolitik. Tapi justru di soal kemerdekaan, mereka tampil seperti filsuf bingung yang bilang, “Ya, kami setuju kamu punya hak merdeka, tapi kami tak bisa tanda tangan dulu, takut tinta habis.” Ini seperti cinta jarak jauh, katanya sayang, katanya serius, tapi tidak pernah melamar. Lama-lama Palestina bisa bosan menunggu, sementara Singapura sibuk belanja di Orchard Road.
Filsafat merdeka itu sederhana, hak menentukan nasib sendiri tidak butuh izin negara tetangga. Palestina sudah berdarah-darah, sudah deklarasi sejak 1988, sudah diterima mayoritas dunia. Singapura cuma perlu keberanian seujung lidi untuk berkata, “Ya, kami akui.” Tapi keberanian itu justru hilang di balik kalkulator hubungan internasional, di mana angka ekonomi lebih penting dari harga sebuah kemerdekaan.
Maka kecewalah kita pada Singapura. Negeri yang katanya maju, katanya peduli hukum internasional, ternyata kecut di depan pintu sejarah. Palestina merdeka atau tidak, itu pasti akan terjadi. Dunia bergerak, arus dukungan menguat. Tapi Singapura memilih jadi penonton, duduk manis di kursi VIP, takut basah oleh hujan solidaritas. Mereka lupa, sejarah selalu mencatat siapa yang berani berdiri di sisi yang benar, dan siapa yang sembunyi di balik alasan teknis.
Pesan moralnya jelas, jangan jadi bangsa yang pandai membangun gedung tinggi, tapi ciut hati saat harus membela mereka yang diinjak. Sebab merdeka itu bukan hanya soal punya bendera, tapi soal keberanian mengibarkannya di hadapan siapa pun.
Foto Ai, hanya ilustrasi.
#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar