JOKOWI - GIBRAN: LIKE FATHER LIKE SON, IJAZAHNYA SAMA-SAMA BERMASALAH

 



Jum'at, 19 September 2025

Faktakini.info

JOKOWI - GIBRAN: LIKE FATHER LIKE SON, IJAZAHNYA SAMA-SAMA BERMASALAH

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.

Advokat 

Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi & Aktivis

Dalam Program HEAD TO HEAD CNN TV with ELVIRA dengan tema 'Dari Jokowi ke Gibran, Kontroversi Ijazah terus jadi sorotan' (Rabu, 17/9), penulis menyampaikan pandangan bahwa kasus ini mengingatkan Penulis pada ungkapan *'Like Father Like Son'.* Ungkapan dalam bahasa inggris ini, mirip dengan peribahasa *'buah jatuh tidak jauh dari pohon',* atau dalam bahasa Jawa dikenal ungkapan *'Kacang Manut Lanjaran'.*

Penulis sampaikan ungkapan Like Father Like Son, ketika Bung Rivai Kusumanegara (Kuasa Hukum Jokowi), sempat berseloroh 'lebih hebat Jokowi ketimbang Gibran'. Hal itu, untuk mendeskripsikan Ijazah Jokowi setidaknya pernah ditunjukan kepada sejumlah wartawan di Solo ketimbang ijazah Gibran Rakabuming Raka yang hingga saat ini tidak kunjung ditunjukan. Namun, menurut Rivai toh keduanya tetap dipersoalkan.

Dalam kesempatan itulah, penulis sampaikan kasus ijazah Gibran ini seperti Jokowi. Sama-sama bermasalah. Sehingga, ungkapan 'Like Father Like Son' rasanya tepat untuk mendeskripsikan kasus Gibran yang saat ini digugat Subhan Palal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Bedanya, Jokowi sudah tak menjabat lagi sebagai Presiden. Sementara Gibran, saat ini masih aktif menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Dampak hukum bagi Gibran, tentunya bisa berkonsekuensi pemakzulan, manakala ijazah Gibran terbukti tidak memenuhi syarat, sebagaimana diatur dalam Pasal 169 huruf R UU No. 7/2017 tentang Pemilu.

Dalam Pasal 169 huruf R, disebutkan bahwa syarat Capres Cawapres maju Pilpres harus berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat. Ijazah Gibran digugat, karena tidak memenuhi kualifikasi syarat ini.

Adapun Pasal 7A UUD 1945, tegas menyatakan:

_"Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, *atau perbuatan tercela* maupun apabila *terbukti tidak lagi memenuhi syarat* sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."_

Jadi, berdasarkan ketentuan Pasal 7A UUD 1945, dijuntokan dengan pelanggaran ketentuan Pasal 169 huruf R UU No. 7/2017 tentang Pemilu, maka Gibran Rakabuming Raka dapat dimakzulkan, dengan alasan melakukan perbuatan tercela dan tidak lagi memenuhi syarat. Mengingat, ijazah yang bermasalah adalah aib dan perbuatan tercela sekaligus tidak lagi dapat dijadikan kelengkapan syarat menjadi wakil presiden.

Dalam kesempatan diskusi, penulis membantah pendapat David Pajung (Bara JP), yang menyatakan pemakzulan terhadap Gibran berarti satu paket dengan Prabowo Subianto. *Karena ketentuan pemakzulan Presiden dan/atau wakil Presiden dalam ketentuan Pasal 7A UUD 1945 bersifat alternatif maupun kumulatif.*

Artinya, pemakzulan dapat berlaku satu paket pada Presiden dan Wapres, pemakzulan pada Presiden saja, atau pemakzulan pada Wapres saja. *Dalam kasus ini, Gibran yang menjabat Wapres yang bermasalah ijazahnya, apabila terbukti bisa dimakzulkan secara sepihak tanpa menyertakan Presiden.*

Adapun terkait pengunduran diri Gibran, sebagaimana dituntut oleh Subhan Palal, tidak membutuhkan pembuktian apapun. Karena mundur dari jabatan Presiden adalah keputusan politik yang bersifat subjektif. Artinya, *Gibran dapat mundur baik karena ijazahnya bermasalah atau tanpa alasan itu, bahkan jika karena keinsyafan Gibran mundur karena segenap elemen rakyat sudah tidak lagi menghendaki dirinya, tidak ridlo dipimpin dirinya, mundur dalam kondisi seperti ini jelas jauh lebih baik.*

Keributan ini, juga penulis tegaskan karena disfungsi Parlemen dan politik yang serba permisif. Karena kompromi politik, para elit terbiasa mengabaikan pelanggaran hukum, jika kue kekuasaan sudah mereka bagi diantara mereka. Akhirnya, rakyat yang menjadi korban mendapatkan pemimpin yang tidak punya kapasitas.

Acara yang dipandu oleh Elvira Khairunnisa ini berlangsung dari pukul 20.30 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Selain penulis, juga hadir Nara sumber lainnya, ada NORMAN HADINEGORO, DAVID PAJUNG, RIVAI KUSUMANEGARA, KRMT ROY SURYO, RISMON HASIHOLAN SIANIPAR dan SUBHAN yang bergabung secara daring. [].