Kenapa Mereka (Imad cs) Terus Pindah Jalur Nasab? Bukan Karena Bukti, Tapi Karena Alergi pada Ba'alawi
Senin, 4 Agustus 2025
Faktakini.info
"Kenapa Mereka Terus Pindah Jalur Nasab? Bukan Karena Bukti, Tapi Karena Alergi pada Ba'alawi"
๐️Untuk Semua Pemindah Nasab Wali Songo
Satu hal yang makin terang di balik kisruh nasab “versi China” adalah gejala aneh: mereka kerap berganti-ganti jalur. Bukan karena menemukan bukti baru, tapi karena satu alasan: asal bukan Ba'alawi. Asal tidak berujung ke Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir—jalur yang selama berabad-abad menjadi mainstream nasab Walisongo.
Dulu mereka mengklaim jalur dari Uzbekistan. Ada syahadah atau sertifikat nasab yang mencantumkan nama “Sayyid Shamsuddin Umar Al-Bukhari” dan menyatakan bahwa mereka keturunan beliau. Tapi rupanya, klaim ini ditolak secara halus oleh Naqib resmi yang berwenang: Naqobah Syed Ilham Bahadir, seorang yang diakui secara legal oleh negara.
Dalam sebuah percakapan WhatsApp, Syed Ilham menjawab dengan tegas:
"Ya, ini benar. Syahadah ini dikeluarkan untuk dzurriyah Sayyid Shamsuddin Umar Al-Bukhari di Tiongkok. Tapi kenapa syahadah ini ada padamu? Kamu tidak punya hak untuk menyebarkannya. Ini milik para sayyid dari China, bukan milik negaramu. Gunakan akal sehatmu."
Ringkasnya:
๐ Syahadah itu sah, tapi bukan untuk mereka.
๐ Bukan hak mereka menyebarkan, apalagi mengklaimnya untuk jalur Walisongo di Jawa.
Setelah jalur Uzbekistan terpental, mereka ganti lagi. Kali ini klaimnya datang dari nasab versi Tiongkok. Beda jalur, beda narasi. Tapi tetap satu pola: tidak mau bersambung ke Ba'alawi. Tidak mau lewat Imam Ubaidillah. Seolah ada alergi nasab yang sangat spesifik. Bahkan ketika sebagian besar jalur ulama Nusantara—termasuk Walisongo—secara ilmiah dan historis diakui melalui jalur Ba'alawi, mereka justru mencari-cari jalur alternatif meski tak sekuat bukti sanad mainstream.
Ini bukan sekadar perbedaan ijtihad. Ini lebih mirip manuver sistematis yang hendak memisahkan Walisongo dari akar sanad keilmuan dan keimamahan Ahlulbait yang otentik.
Lucunya, mereka begitu ketat memverifikasi jalur orang lain—tapi begitu longgar saat giliran jalur mereka sendiri. Bahkan mengedarkan sertifikat yang tidak berhak mereka pegang, dan itu sudah diklarifikasi oleh penerbit aslinya.
Pertanyaannya:
Kalau mereka sungguh yakin dengan jalur nasabnya, kenapa harus terus ganti jalur? Kenapa malah anti dengan jalur Ba’alawi yang selama ini menjadi rujukan ulama di Nusantara?
Jangan-jangan masalahnya bukan pada bukti, tapi pada benci.
Bukan karena tidak tahu sejarah, tapi karena tidak mau menerima kenyataan.
---
✍️Oleh Tamzilul Furqon
(Tulisan ini disusun berdasarkan banyak membaca dan merenungkan status-status ilmiah Nyai Raden Ayu Raden Linawati di Facebook)