Habib Fachrul Baraqbah PKI? Mengakui Fakta, Menolak Generalisasi: Jangan Seret Nasab untuk Tuduhan Ideologi
Ahad, 3 Agustus 2025
Faktakini.info
"Mengakui Fakta, Menolak Generalisasi: Jangan Seret Nasab untuk Tuduhan Ideologi"
Oleh: Tamzilul Furqon
Belakangan, di kolom komentar beberapa unggahan saya soal nasab dan peran Ba’alawi dalam sejarah Indonesia, muncul kembali narasi lama yang terus didaur ulang: “Habib Fachrul Baraqbah adalah pimpinan PKI dari tahun 1921 sampai 1965.”
Kita jawab ini secara tenang, jujur, dan waras.
Pertama, secara historis, Fachrul Razi Baraqbah memang pernah tercatat sebagai aktivis PKI di Kalimantan Timur, bahkan menjadi tokoh terkemuka. Namun, menuduh bahwa ia "pimpinan PKI tahun 1921" jelas ngawur secara kronologi. Tahun 1921 Fachrul Baraqbah belum lahir—atau jika pun sudah lahir, usianya masih sangat belia. PKI baru benar-benar aktif kembali dalam bentuk yang militan pada era 1945 ke atas, khususnya setelah bergabungnya tokoh-tokoh seperti D.N. Aidit. Jadi, kalau ada yang menuduh Fachrul memimpin PKI sejak 1921 sampai 1965, kita layak bertanya balik: "Anda baca dari sumber mana?" Karena yang pasti: itu bukan dari buku sejarah.
Kedua, apakah fakta bahwa Fachrul Razi Baraqbah bergabung PKI otomatis membuat seluruh keturunan Ba’alawi atau habaib dicap komunis?
Logika macam apa ini?
Coba kita lihat ke pihak lain. Ada juga tokoh-tokoh pribumi non-Arab yang memilih jalan ideologi kiri:
D.N. Aidit, tokoh utama PKI, asal Tanjung Pandan, Belitung.
Muso, dalang pemberontakan 1948, asal Kediri.
Nyoto, intelektual PKI, dikenal sebagai juru bicara partai, seorang dokter Jawa.
Apakah kita lalu menuduh semua orang Jawa atau seluruh etnis Melayu Belitung sebagai “komunis”? Tentu tidak. Karena publik tahu, ideologi adalah pilihan pribadi, bukan warisan nasab. Dan tidak adil melemparkan dosa satu orang ke seluruh keluarganya, apalagi ke seluruh kelompok yang satu marga dengannya.
Ba’alawi bukan partai politik. Mereka adalah jalur nasab, silsilah, dan jaringan keilmuan yang menyebar ke seluruh dunia Islam—dari Hadhramaut, hingga Asia Tenggara. Kalau ada satu-dua individu dari jalur itu yang tergelincir ke jalan ekstrem kiri, itu soal pribadi, bukan representasi marga.
Sayangnya, orang-orang yang hobi menyerang habaib sering terlalu bersemangat sampai lupa mengecek kalender sejarah. Mereka justru mempermalukan diri sendiri dengan menyodorkan data yang kacau tanggal, amburadul logika, dan saraf benci yang telanjang.
Mari tetap jujur: iya, ada individu Ba’alawi yang masuk PKI. Tapi itu tidak mewakili para habaib, sebagaimana tidak semua orang Indonesia mewakili PKI hanya karena satu-dua anak bangsa pernah ikut arus kiri.
Kalau satu pohon di hutan terbakar, jangan tuduh seluruh hutan ikut terbakar.
Kita hormati sejarah—tapi juga jangan sembarangan menuduh. Apalagi kalau tuduhannya dibuat oleh mereka yang tak tahu perbedaan antara tahun lahir dan tahun memberontak. hehe