Roy Suryo Soroti LHKPN Milik Aryanto Sutadi, Ungkap Dugaan Kebohongan
Kamis, 31 Juli 2025
Faktakini.info, Jakarta - Pakar telematika, Roy Suryo menyebut penasihat Kapolri, Irjen (Purn) Aryanto Sutadi, berbohong terkait Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya saat mencalonkan diri sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Awal mula tuduhan tersebut berawal ketika mereka memperdebatkan terkait skripsi dan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Lalu, Aryanto menyebut seluruh analisis yang diberikan Roy Suryo soal skripsi dan ijazah Jokowi saat lulus dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah bohong.
Tak terima, Roy Suryo mengatakan Aryanto telah memfitnah dirinya.
"Saya hanya menjelaskan kebenaran yang di lapangan. Saya kasihan kepada ibu-ibu yang dibohongi oleh mereka itu," katanya dikutip dari YouTube iNews, Kamis (31/7/2025).
"Lho, fitnah ini. Anda nggak boleh ngomong ngawur seperti itu," timpal Roy Suryo.
Selanjutnya, Aryanto mengatakan Roy Suryo telah menuduh Jokowi terkait skripsinya yang diduga palsu dan bisa dijerat pidana.
Lalu, Roy bertanya ke Aryanto terkait temuan Bareskrim Polri yang menyatakan ijazah Jokowi asli beberapa waktu lalu.
Dia bertanya ke Aryanto apakah ijazah asli milik Jokowi diperlihatkan ke publik atau tidak.
Namun, Aryanto berkelit dan menjawab bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan Bareskrim Polri.
"Jujur, ijazah pembandingnya mana? Ditampilkan nggak oleh Bareskrim?" tanya Roy.
"Ditampilkan ke siapa?" tanya Aryanto ke Roy.
"Ya ke publik," jawab Roy.
"Tidak ada aturan (Bareskrim Polri) menyampaikan (ijazah asli Jokowi) ke publik," kata Aryanto.
"Lah, bohong berarti ini. Anda nih lho penasihat (Kapolri) kok kayak gini," ujar Roy.
Selanjutnya, Roy mengungkap bahwa Aryanto tidak lulus menjadi calon pimpinan (capim) KPK karena berbohong terkait LHKPN miliknya.
"Pantas Anda tidak lolos jadi (capim) KPK. LHKPN-nya bohong. Orang ini tidak lolos capim KPK karena LHKPN-nya menipu," tuding Roy.
Lalu, apakah benar tudingan Roy kepada Aryanto tersebut?
Tak Laporkan Seluruh Hartanya, Harusnya Punya Kekayaan Rp8,5 M
Berdasarkan pemberitaan Tribunnews.com pada 15 Agustus 2011, Aryanto memang sempat diduga tidak melaporkan harta kekayaannya yang mencapai lebih dari Rp4 miliar saat mencalonkan diri sebagai capim KPK pada tahun 2011.
Hal itu berdasarkan rekam jejak yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK (Pansel KPK).
Menurut penelusuran Tribunnews.com ketika itu, Aryanto hanya melaporkan harta kekayaannya ke KPK per 18 Maret 2011 senilai Rp4,4 miliar.
Namun, berdasarkan temuan hasil pemeriksaan saat itu, seharusnya total harta yang dilaporkan ditafsirkan mencapai Rp8,51 miliar.
Saat itu, diduga harta yang tidak dilaporkan Aryanto terkait kepemilikian satu rekening atas namanya dan tujuh rekening atas nama istrinya.
Per 31 Desember 2010, seluruh saldo rekening yang tidak dilaporkan dalam LHKPN Aryanto ditaksir mencapai Rp4,067 miliar dan 852 dolar AS.
Permasalahan terkait LHKPN Aryanto tak sampai di situ. Ternyata dia juga tidak rutin melaporkan harta kekayaannya ketika berganti-ganti jabatan di Polri.
Berdasarkan catatan KPK, Aryanto baru melaporkan LHKPN miliknya sebanyak dua kali yaitu pada 31 Mei 2001 ketika menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri.
Lalu, pelaporan keduanya baru dilakukan 10 tahun kemudian atau pada 17 Maret 2011 saat menjabat sebagai Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa Konflik Pertanahan.
Tak Lapor Harta karena Bingung Mengisi Lembar LHKPN
Aryanto pun mengakui bahwa dia tidak rutin melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Dia berdalih kebingungan dalam mengisi lembar LHKPN saat itu.
Lalu, dia juga berdalih takut karena hartanya melebihi milik Kapolri saat itu yakni Rp 5 miliar.
"Saya bilang kalau saya isi semua saya lebih kaya dari Kapolri, kan Kapolri waktu itu Rp 5 miliar. Yang akhirnya diputuskan ya untuk Kapolri Rp 5 miliar, untuk Asopsnya ya pantas-pantasnya Rp 2,5 miliar. Untuk Wakilnya Rp 2 miliar, dan untuk Direkturnya tidak lebih dari Rp 1,5 miliar, jadi begitu kesepakatannya," ujarnya.
Dia mengeklaim seluruh pejabat negara juga kebingungan sepertinya saat mengisi formulir LHKPN.
Semasa masih aktif menjadi pejabat di Polri, Aryanto mengakui memiliki bisnis sampingan yaitu sebagai konsultan hukum sebuah perusahaan kaus serta konsultan hukum di PT Mitra Dana Putra Utama Finance.
Menurutnya, hal itu diperbolehkan karena belum ada aturan yang melarangnya.
"Tak ada aturannya berbisnis, kecuali jadi ketua perusahaan itu memang tidak boleh. Polisi kan warga negara juga. Kalau berdagang motor, siapa yang larang," ujarnya.
Aryanto juga menjelaskan soal kekayaan milik istrinya yang disebut merupakan penghasilan sendiri sebagai dokter gigi.
Kendati demikian, dia mengaku tidak tahu berapa rekening yang dimiliki istrinya.
"Saya tak tahu berapa rekeningnya saya sudah anjurkan satu, tapi kalau ada lagi itu pribadi dia," ujarnya.
Sumber: Tribunnews