JENDERAL KUNTO DICOPOT: BERSIH-BERSIH DI TNI UNTUK AMANKAN GIBRAN?
Kamis, 1 Mei 2025
Faktakini.info
Panglima TNI Copot Putra Try Sutrisno Digantikan Mantan Ajudan Jokowi Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mencopot Letjen Kunto Arief Wibowo dari posisi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I. Agus juga mempromosikan Panglima Koarmada III Laksda Hersan
JENDERAL KUNTO DICOPOT: BERSIH-BERSIH DI TNI UNTUK AMANKAN GIBRAN?
Oleh Edy Mulyadi, Wartawan Senior
Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dicopot dari jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I. Padahal dia belum lama duduk di sana, persisnya 7 Januari 2025. Lalu, berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tanggal 29 April 2025. Kunto dicopot. Artinya dia menjabat cuma sekitar empat bulan.
Menariknya, jabatan strategis itu kini diisi oleh Laksda Hersan. Dia adalah mantan ajudan Presiden Jokowi. Sekilas terlihat seperti mutasi rutin. Tapi benarkah begitu?
Rasanya ini bukan sekadar rotasi biasa. Ini bukan soal penyegaran. Ini langkah politik! Letjen Kunto bukan nama sembarangan. Dia putra Try Sutrisno, Wakil Presiden RI ke-6. Try pernah jadi Menhankam/Panglima ABRI. Dia tokoh militer era Orde Baru yang masih sangat dihormati.
Kunto pun bukan jenderal biasa. Sebelumnya dia adalah Pangdam Siliwangi. Namun sempat gorunded jadi Wakil Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan TNI Angkatan Darat (Wadankodiklatad) pada 17 Juli 2023. Sejumlah kalangan menduga Kunto diparkir karena artikel opinya berjudul "Etika Menuju 2024" di Kompas pada 10 April 2023.
Dia juga perwira darat pertama yang menembus posisi Pangkogabwilhan I. Padahal biasnya posisi ini selalu dijabat perwira angkatan laut. Ini terobosan. Ini simbol. Dan tentu saja: ini punya nilai politik.
Lalu, Kenapa Sekarang Dicopot?
Apakah pencopotan Kunto ada kaitannya dengan peristiwa 17 April 2025? Saat itu ratusan purnawirawan TNI mengajukan 8 tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto. Poin paling sensitif adalah tuntutan nomor 8: Cabut Gibran dari posisi Wakil Presiden melalui MPR.
Para purnawirawan itu menilai Gibran produk manipulasi hukum. Skandal menelikung MK. Cawe-cawe kekuasaan Jokowi. Pelanggaran etika konstitusi.
Kini tuntutan para jenderal senior itu mengelinding liar. Konon, Jokowi ngamuk. Kabarnya, Prabowo galau. Hormat pada pera Senior. Atau, tetap berada di bawah bayang-bayang Jokowi.
Satu hal yang pasti, kini tiba-tiba Letjen Kunto dimutasi. Digeser ke posisi “staf khusus KSAD”. Dinonaktifkan secara halus. Disingkirkan secara terhormat. Diberi jabatan, tapi tidak lagi memegang kendali.
Siapa penggantinya? Seorang Laksamana loyalis Jokowi. Orang ini juga mantan ajudan Jokowi yang dikenal patuh. Ada kaitannyakah? Ini pola yang tak bisa diabaikan.
Jika dikaitkan dengan tuntutan purnawirawan, maka mutasi ini bisa dibaca sebagai langkah pengamanan politik. Bersih-bersih di internal TNI. Netralisasi dini terhadap potensi perlawanan dari unsur-unsur militer. Terutama ditujukan kepada mereka yang dianggap punya garis tegas terhadap pelanggaran konstitusi.
Boleh jadi, Letjen Kunto bukan bagian dari gerakan itu. Tapi latar belakangnya, relasinya, sejarah keluarganya, cukup untuk membuatnya dikalkulasi sebagai potensi ancaman. Dan sistem ini tidak memberi ruang untuk potensi ancaman. Maka jawabannya jelas: diamankan.
Ini artinya, tekanan terhadap Gibran dan Istana mulai dianggap serius. Tiap kekuatan yang dicurigai bisa memberi angin pada gelombang itu akan dieliminasi. Perlahan tapi pasti.
Saatnya Prabowo Buktikan
Kita sedang menyaksikan peta politik militer yang berubah cepat. Bukan sekadar siapa duduk di mana. Tapi siapa yang dikawal, dan siapa yang harus dikorbankan.
Di tengah semua ini, satu hal jadi makin terang: Gibran bukan lagi sekadar wakil presiden terpilih. Dia adalah proyek yang sedang dilindungi. Dengan segala cara!
Kalau analisis ini benar, maka muncul pertanyaan-pertanyaan besar yang tak bisa dihindari:
Apakah ini pertanda bahwa Jokowi masih sangat kuat? Apakah Prabowo hanya akan menjadi pelengkap, simbol, atau sekadar pelaksana dari kekuasaan lama?
Pertanyaan lain yang tak kalah pentingnya, Prabowo harusnya bagaimana? Tetap tunduk? Atau mulai ambil kendali?
Kalau Prabowo memang mau dikenang sebagai pemimpin sejati, bukan boneka transisi, maka saatnya dia tunjukkan keberpihakan. Jika serius ingin menyelamatkan Indoensia, setidaknya versi yang masih tersisa, maka dia harus berani dorong audit konstitusional terhadap proses Pilpres. Termasuk, dan terutama soal Gibran.
Kalau dia tak berani bersikap sekarang, maka selamanya Prabowo akan berada di bawah bayang-bayang Jokowi. Rakyat akan tahu: dia bukan presiden pilihan. Prabowo hanya pelanjut kompromi kekuasaan.
Sejarah menunggu langkah Prabowo. Berani atau bungkam. Memimpin atau dikendalikan.
Jakarta, 1 Mei 2025