Demi Hukum Dr. Roy Suryo-Dr. Rismon dan Eggi Cs Serta Umat Jurnalis Tidak Boleh Dipenjara
Sabtu, 10 Mei 2025
Faktakini.info
Demi Hukum Dr. Roy Suryo-Dr. Rismon dan Eggi Cs Serta Umat Jurnalis Tidak Boleh Dipenjara
Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
_(Abstrak, aparat brutalis andai penjarakan para ilmuwan yang sumbangsih ilmu dan patuh hukum)_
Publik mengetahui kedua pakar IT Dr. Roy Suryo (RS) dan Dr. Rismon Sianipar (RS) atau RS² dan dr. Tifa T. dan 3 orang anggota TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) Dr. Eggi Sudjana, Rizal Fadillah serta Kurnia Tri Royani telah dilaporkan oleh Jokowi eks presiden dan sebuah kelompok masyarakat 'pro Jokowi' ke Pihak Penyidik Polri, atas dasar laporan, para terlapor dinggap telah menuduh Jokowi menggunakan Ijazah Palsu dari fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM).
Dalam hubungannya antara laporan a quo in casu (objek perkara) dengan hasil scientific (ilmu pengetahuan) dan keabsahan perintah konstitusi (asas legalitas) berupa pasal-pasal yang berisi 'Peran Serta Masyarakat' yang semua terlapor miliki, dan dituangkan melalui pendapat berdasarkan data empirik (catatan hukum bukan keterangan bohong atau fitnah), harus disertai bukti dan fakta ilmiah (data empirik) diantaranya berbasis keahlian (pakar) dengan menggunakan perangkat modern digital (IT), yang sementara menunjukan dugaan kuat bahwa "Ijazah S.1 Jokowi Palsu".
Maka, jika dihubungkan dengan kedua ahli pakar IT Dr. Roy Suryo dan Dr. Rismon, yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya karena sumbangsih kan ilmunya (scientific) berdasarkan perintah konsitusi dasar (UUD. 1945) disertai 'perintah' semua sistim hukum yang berlaku terkait Peran Serta Masyarakat, HAM atau Kehidupan Demokrasi, serta yang meliputi Kebebasan Menyampaikan Pendapat, lalu menyampaikan ilmu pengetahuannya berdasarkan buku teori dari para penemu dan terbukti sudah banyak penikmat kebenaran teorinya (Perangkat IT dan yang dihasilkan) untuk kebutuhan dan kelangsungan kehidupan masyarakat manusia (bangsa-bangsa di dunia), dan dipastikan user diantara penikmat perangkat modern dunia pengetahuan science and technologi adalah dunia pendidikan (kampus), dunia bisnis dan termasuk Puslabfor Polri serta dunia hiburan termasuk kebutuhan penataan alam dan lingkungan hidup atau penikmat dan penggunanya adalah seluruh umat manusia di jagat raya (global) dalam setiap sisi kehidupan manusia modern.
Maka konsekuensi hukumnya jika dinyatakan salah atau bersalah apakah sang mayat yang menjadi aktor inteletual penemu teori (ilmuwan) perangkat digital forensik yang telah menjadi bangkai atau mumi akan juga diadili serta dinyatakan bersalah melalui sidang peradilan in absentia? Peradilan mana untuk mengadili ilmu pengetahuan? Dan terkait asas legalitas peran masyarakat dan kebebasan HAM (demokrasi) serta semua Pasal yang ada dan menjadi payung hukum di UUD 1945 pasal yang mana yang nyata sudah diamandemen dan semua sistim hukum positif yang hirarkis dibawahnya tentang peran serta masyarakat dan kehidupan demokrasi, apakah sudah dinyatakan tidak berlaku lagi. Sejak kapan l? Apa hukum penggantinya apa bunyinya?
Perlu diketahui bahwa Ilmu pengetahuan hanya digunakan sebagai bukti di pengadilan, namun tidak ada pengadilan khusus yang mengurusi keabsahan atau interpretasi hasil-hasil penelitian ilmiah. Oleh karenanya tidak "pengadilan terhadap hasil ilmu pengetahuan" dalam arti pengadilan hukum yang independen dan formal, meskipun ilmu pengetahuan memainkan peran penting dalam pengadilan, tidak ada pengadilan yang secara khusus bertugas untuk menilai keabsahan atau interpretasi hasil penelitian ilmiah. Pengadilan menggunakan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari proses hukum sebagai hak mendapatkan keadilan dan hal ini dibenarkan oleh sistim hukum (KUHAP) sebagai ahli dalam sebuah peristiwa hukum dipersidangan atau jika diurai dapat dimaknai sebagai saksi dalam bidang keahliannya yang relevan dengan kasus yang menyangkut sebuah peristiwa hukum. Dan si ahli tersebut semata ilmiah dalam berpendapat dan menghasilkan manfaat kepastian hukum dan rasa keadilan, karena pakar sebagai ahli menggunakan teori scientific dari hasil analisis ilmu pengetahuan.
Sehingga substantif seorang ahli yang dijadikan saksi di badan peradilan semata harus objektif selain sebagai ahli/ pakar wajib dituntut bersikap netral atau tidak boleh keberpihakan, semata dilandasi oleh kredibilitas yang berdasarkan profesionalitas, proporsionalitas dan hasilnya akuntabel.
Kesimpulan hukumnya, bahwa Dr. RS² dan Eggi Cs yang kesemuanya jika digabungkan adalah kelompok ilmuan (pakar IT dan Pakar Hukum) yang sedang menjalankan perintah serta sumpah profesinya dan perintah Undang-Undang.
Perlu diketahui sesuai asas fiksi hukum (SEMUA ORANG DIANGGAP TAHU AKAN ADANYA KETENTUAN HUKUM) Eggi Cs. (TPUA) dibebani hukum dan sumpah sebagai penegak hukum (vide pasal 5 UU. Tentang Advokat), termasuk juga dr. Tifa T yang 'terlanjur' ikut ke UGM (alumnus) walau tak termasuk delegasi rekomendasi dari TPUA yang sudah korespondensi, perihal Silaturahim dan Klarifikasi ke rektorat UGM, namun dr Tifa sosok yang terindikasi pada kategori tokoh yang setia melaksanakan tuntutan konstitusi dalam fungsi 'Peran Serta Masyarakat' serta menjalankan hak ber-demokrasi (konstitusional) dalam hal Kebebasan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, baik secara lisan maupun tulisan, baik secara individu maupun kelompok.
Untuk itu, setelah mengetahui dasar hukum para aktivis Roy Cs TPUA dan dr Tifa, lahir pertanyaan publik, apa dasar hukum para terlapor Cs dapat diadili ? Terlebih dipenjara?
*_Walau menjawab pertanyaan hukum dimaksud, tentunya dari sisi sekedar laporan dan menerima laporan, pelapor dan aparat penyidik tentunya memiliki hak sesuai sistem hukum KUHAP (rules)._*
Maka sebaiknya bangsa ini terlebih para aparatur penyidik di Dittipidum Bareskrim Polda Metro Jaya dan Mabes Polri mesti menunggu hasil investigasi Bareskrim Polri yang sedang melakukan pendalaman a quo in casu di Polres Surakarta, ke Daerah Jogjakarta termasuk ke UGM dan ke Solo dalam rangka melakukan penyelidikan terhadap kawan SMA dan S.1 Jokowi terkait keabsahan atau ketidakabsahan Jokowi memiliki Ijazah S.1 dari fakultas Kehutanan UGM.
Resiko daripada semua gejala hukum yang terjadi saat ini, otomatis akan menyentuh sejarah (kepemimpinan) nasional negara dan bangsa ini khususnya di era Jokowi memangku jabatan Presiden RI. (2014-2024), dan hendaknya proses bareskrim polri (lapor melapor dari kedua pihak), agar tidak mengotori halaman sejarah NRI, termasuk individu Jokowi dan keluarga pun tidak berimplikasi terjadi fitnah dan hukuman, serta implementasi atau penerapan hukum dan sistim perundang-undangan terhadap Dr. Roy Suryo dan kawan-kawan, termasuk juga terhadap para saksi, diantaranya para insan pers dan umat jurnalis (netizen atau para youtuber) yang halal atau tidak dilarang oleh sistim hukum sekalipun aktivitasnya mengandung laba atau nirlaba (sosial), maka absolut penegakan hukumnya terhadap mereka tidak boleh prematur, dan illogical atau inkonstitusional dan atau alogia, sebagai antisipasi jangan sampai para aparatur diilustrasikan ('hal yang tidak dianut dalam sistim hukum NRI') tindakan hukumnya laksana perilaku kejahatan yang dilakukan oleh negara atau state of crime, jika terhadap mereka (semua individu terlapor) diberlakukan anomali sistim hukum, yang berlanjut dengan penetapan status sebagai *_Para Tersangka_*
Karena bentuk aktivitas Para Terlapor secara etika moral dan hukum, pastinya perilaku para aktivis Roy Suryo Cs dipayungi oleh (banyak) sistim hukum terkait Peran Serta Masyarakat dalam kehidupan demokrasi dan HAM untuk dapat ber kebebasan mengeluarkan pendapat dan termasuk peliputan berita, konpres dan merekam acara diskusi publik, politik dan sejenisnya baik monolog maupun dialogis, sehingga konsekuensi hukumnya *_TIDAK BOLEH DIPENJARA OLEH SEBAB TIDAK MELAKUKAN PELANGGARAN SISTIM HUKUM DAN TERLEBIH TENGAH MENJALANKAN SISTIM KONSTITUSI DENGAN KATA LAIN KARENA ROY CS. JUSTRU MEMATUHI PERINTAH UNDANG-UNDANG_*.
Sementara perspektif publik masyarajat hukum (kalangan hukum), justru sebaliknya akar permasalahannya tak dapat terlepas daripada unsur-unsur pertentangan oleh Jokowi dalam bersikap sebagai pejabat penyelenggara negara yang berkewajiban (role model) menerapkan asas hukum, namun realitas beberapa sinyalemen pola kepemimpinan Jokowi (attitude leadership) jika dikomparasi tehadap Teori Kausalitas tentang asas qonditio sine quo non dari Aries Toteles, Jo. adopsi oleh Von Buri sebagai Teori Syarat Mutlak (teori sabab musabab), indikasinya terhadap kesemua perkembangan gejala-gejala situasional poltiik hukum di negara ini berawal setidak-tidaknya oleh sebab Jokowi terbentur asas culfa, Jokowi abai atau lama bereaksi untuk mematuhi perintah sistim hukum, sehingga "Jokowi lalai mengklarifikasi" tuduhan publik yang sudah lama (sejak tahunan) atau Jokowi sosok yang dalam perspektif hukum dan psikologis bersinggungan dengan teori General and Trigger (teori pandangan umum dan pemantik).
Hal hal yang menjustifikasi Jokowi bersinggungan dengan teori-teori asas hukum ini dapat dihubungkan dengan mempedomani asas hukum positif di NRI (ius konstitutum/ Hukum yang harus berlaku) Jo. Asas Hukum Keterbukaan Pejabat Publik (good governance) dan equalitas Jo. Pasal 1 ayat (3) Jo. Pasal 27 Jo.pasal 28 UUD. 1945, Jo. Dalam penarapannya (hirarkis) Jo. UU. Keterbukaan Informasi Publik (UU. KIP), Jo. UU. Tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, Jo. Sila kedua Pancasila, _"KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB"_
Kesimpulan politik hukumnya Presiden RI. Prabowo ideal (semestinya) intervensi hukum turun tangan mengatasi polemik bangsa besar dan berbudaya luhur dan mulia (terhormat) ini, yang realistis tengah berkemelut dan bakal terus berkepanjangan tanpa akhir (bakal tertera di buku sejarah bangsa dan dunia), selain dan oleh karenanya sebagai pertanggungjawaban hukum dan moralitas dengan segala hak konstitusi yang Presiden Prabowo miliki (hampir tak terbatas Jo. UUD 1945), dalam hubungannya dengan aktor kemelut Jokowi versus Para Aktivis Terlapor dan sebaliknya TPUA sebagai Pengadu/ Pelapor, dimana suka tidak suka Jokowi adalah negarawan, oleh sebab nama baik eks Presiden RI ke 7 beserta keluarganya dan sebaliknya para pencahari keadilan Roy Suryo Cs (Eggi dan kawan) dan para jurnalis juga tidak menjadi korban, atau ditumbalkan oleh faktor penegakan hukum yang ditengarai publik bakal dipenuhi kontradiktif penegakannya dari sisi law enforcement factors or law enforcement behavior atau fenomena kondisional "faktor penegakan hukum oleh pihak aparat dari sisi kondisi hukum dan geo politik kontemporer, terkait faktor perpektif negatif, yakni pertanyaan subjektif publik terhadap keberlangsungan penegakan hukum. Tentu saja peran Presiden Prabowo primer dan amat prinsip untuk solusi penyelesaian kemelut hukum antara publik bangsa ini yang pro kontra Jokowi, lalu membuahkan konsensus (MUSYAWARAH POLITIK HUKUM) yang nice and wisdom dan wajib mengundang serta dihadiri para tokoh ulama terkemuka yang "berkejelasan etika dan adab perangainya" berdasarkan track record.
Atau Presiden Prabowo, pemilik hak kuasa besar sesuai hukum ketatanegaraan, tetap bersikeras menghendaki proses hukum diatas segala-galanya, dan selaku Presiden menjamin berdasarkan harkat dan martabatnya (moralitas), bahwa pola penegakan hukum dan para penegaknya (Aparatur Penyidik Polri) bakal serius melakukan proses hukum yang pure berdasarkan rule of law dalam permasalahan dugaan publik (para pakar IT Cs) bahwa Jokowi Pengguna Ijazah dipastikan akan berlangsung sesuai due process of law sehinbgga yakin akan berkepastian, bermanfaat dan berlaku adil/ Justice? Monggo!