Kenapa Masih (Terus) Menuntut Usut Tuntas Tragedi Pembantaian KM 50?

 




Senin, 26 September 2022

Faktakini.info

*KENAPA MASIH (TERUS) MENUNTUT USUT TUNTAS TRAGEDI PEMBANTAIAN KM 50 ?*

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Advokat, Tim Advokasi Peristiwa KM 50

Mungkin ada sebagian (kecil) orang yang bertanya, kenapa masih terus menuntut tragedi pembantaian KM 50 agar diusut tuntas ? Bukankah, kasusnya sudah diadili dan divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta selatan bahkan telah inkrah dengan terbitnya putusan kasasi dari Mahkamah Agung RI ?


Penulis meyakini, segenap umat Islam pasti telah mengetahui jawabannya. Namun, agar tidak ditafsirkan lain, penulis sampaikan beberapa alasan sebagai berikut :


*Pertama,* kasus tragedi pembantaian KM 50 itu adalah kejahatan HAM yang terkategori pelanggaran HAM berat karena memenuhi unsur penghilangan paksa (enforced disappearance), dan penyiksaan (torture) serta pembunuhan atau eksekusi diluar putusan pengadilan (extra judicial killing).


Sementara itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum pernah mengadili perkara penghilangan paksa (enforced disappearance), dan penyiksaan (torture) serta pembunuhan atau eksekusi diluar putusan pengadilan (extra judicial killing) dalam kasus KM 50. Dan memang bukan domain (kewenangan) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Kewenangan mengadili pelanggaran HAM berat berdasarkan UU No. 26/2000 ada pada Pengadilan HAM yang berada pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.


Jadi adalah hal yang wajar dan masuk akal, saat masyarakat menuntut usut tuntas tragedi pembantaian KM 50, karena perkaranya memang belum pernah diadili. Jadi, jangan pernah berfikir vonis dagelan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang melepaskan Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan dapat menipu masyarakat dan dapat digunakan untuk menutup kasus KM 50.


*Kedua,* kesimpulan yang termuat dalam Buku Putih Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan 6 Pengawal HRS yang diterbitkan oleh TP3 secara jelas menyebut adanya 'State Actor'. Jadi, pelaku sesungguhnya bukanlah Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan, jadi wajar saja kalau keduanya divonis lepas.


Pelaku pembantaian yang sesungguhnya kami yakini sampai saat ini masih terus bebas berkeliaran. Tentu saja kami tidak ingin negeri ini menjadi Surga bagi para pembantai, dengan tidak adanya proses hukum pada peristiwa pembantaian KM 50.


*Ketiga,* kami umat Islam diwajibkan menolong Saudara kami sesama muslim. Jangankan 6 nyawa, 1 nyawa saja haram dibunuh tanpa alasan yang haq.


Sebagai wujud pembelaan kami kepada saudara muslim, juga untuk menunjukan kami tidak ridlo saudara kami dibantai secara keji, maka kami menuntut kasus ini diadili secara adil melalui pengadilan HAM. Kami tidak ridlo, putusan dagelan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dijadikan dalih untuk mengubur kasusnya.


Memang benar, kami telah mendatangi Mabes Polri untuk menyerahkan novum kepada Pak Kapolri agar kasus ini diusut tuntas sebagai bentuk respons kami atas pernyataan Kapolri dihadapan Komisi III DPR RI. Namun, jika Kapolri tidak mau atau enggan mengusut, bukan berarti kami akan diam. Kami akan menempuh seluruh cara dan jalan yang dimungkinkan secara hukum, agar tragedi pembantaian KM 50 dapat diusut tuntas. [].

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel