Damai Lubis: Komparasi Requisitoir JPU. Ferdy Sambo - JPU HRS

 



Jum'at, 12 Agustus 2022

Faktakini.info 

Komparasi Requisitoir JPU. Ferdy Sambo - JPU HRS

H. Damai Hari Lubis, SH., MH.

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

Konsistensi dan konsekuensi penerapan penegakan hukum oleh JPU. pada requisitoir atau  dalam surat tuntutannya kelak, terhadap diri Irjen Pol. Ferdy Sambo, yang menurut ilmu asas - asas teori hukum, dirinya diduga kuat telah melanggar ketentuan Tentang Kejahatan yang merujuk pada Pasal 340 KUHP. dengan kategori pemberatan pada sanksi hukuman, oleh sebab dilakukan dengan sengaja dan berencana serta secara jamak atau bersama-sama atau adanya unsur penyertaan (delneming), selanjutnya ditambah beberapa kriteria catatan hukum sebagai faktor pemberatan sanksi hukuman dimaksud, antara lain ( TSK saat ini ) TDW. Sambo yang pada jatidirinya melekat atau tidak terlepas dengan segala perilakunya yang harus menunjukan dan dikaitkan dengan identitas dirinya sebagai seorang anggota perwira tinggi Polri, yang memiliki strata golongan Jendral dengan berpangkat resmi Irjen Polisi, dan memiliki jabatan Kadiv Propam Polri, maka semestinya, ideal sesuai sistim hukum dan perundang-undangan yang berlaku Sambo sebagai anggota Polri yang pastinya sudah mengucapkan janji dan sumpah jabatannya, serta dibebani kesiapan yang selalu siap sedia dan optimal untuk memikul tugas dan tanggung jawab serta harus memiliki kepribadian yang dapat memberikan contoh attitude atau sikap suri taulaudan bagi masyarakat umumnya bangsa ini, selaku Penegak Hukum, Pelindung, Pengayom dan Pengaman Masyarakat, 

namun justru  yang dirinya lakukan adalah klimaks dan kontradiktif atau bertubrukan dengan tupoksinya hingga mencapai puncak amoral, karena dirinya selaku jendral pemilik komando tertinggi pada divisi Propam Mabes Polri, namun fakta hukumnya menurut Penyidik Timsus Polri, justru dirinya selaku persona atau aktor yang menjadi otak pelaku pada sebuah tindak kejahatan, malah dirinya dengan asas praduga tak bersalah merupakan personal yang menyuruh lakukan pada sebuah kejahatan pembunuhan kepada anak buahnya sendiri Brigadir Ricky Rizal, untuk membunuh secara kejam terhadap diri Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat/ Joshua yang juga anak buah dari dirinya, di lokus deliktus/ TKP rumah dinas polri atau rumah milik negara, yang keluarganya tempati, yang seharusnya layak Ia jaga ketertibannya, dan dirinya juga yang merusak alat bukti atau setidak-tidak orang yang memerintahkan kepada para pelaku lainnya yang juga anak buahnya, kemudian justru ia fitnah dengan narasi keji, melalui skenario yang bermaterikan sebuah kronologis tewasnya Joshua yang sengaja dia buat, lalu kemudian berlanjut menjadi beberapa statemen sesat yang disampaikan beberapa pejabat publik kepada masyarakat luas, yang sengaja dipublis, diantaranya tercatat beberapa publikasi yang berisikan narasi sesat tersebut disampaikan oleh beberapa individu, yakni oleh Kombes Pol. Budhi Herdi Susianto selaku Kapolres Jakarta Selatan selaku penanggung jawab teritorial, lalu dilanjutkan oleh Staf ahli Polri Fahmi Alamsyah,  kemudian diperkuat oleh anggota Kompolnas Benny Mamoto ( Pur. Pol ), seterusnya narasi bohong dan fitnah nan keji dipublis oleh anggota Komnasham dan juga disampaikan oleh anggota Komisi Perempuan.

Adapun isi daripada narasi fitnah keji tersebut pada prinsipnya hanya merupakan sebuah susunan cerita khayal atau " dongeng ", bahwa anak buahnya yang berpangkat Bharada dengan identitas Eliezer adalah merupakan pelaku tunggal penembakan yang menewaskan Joshua, lalu Bharada Eliezer diberi kesan dengan bumbu cerita oleh Sambo, seolah sosok anggota polri yang loyalitasnya tinggi, serta "heroik ", walau telah melakukan penembakan yang mengakibatkan tewas atau terbunuhnya Joshua, oleh sebab skenarionya Joshua yang lebih dulu menembak sebanyak 7 kali terhadap diri Bharada Eliezer, namun tidak satu pelurupun yang mengenai tubuh Eliezer, selain sesuai isi dongeng didalam naskah, oleh karena insiden penembakan tragis tersebut diawali oleh Korban Joshua yang telah melakukan pelecehan seksual atau " percobaan perkosaan " disertai penganiayaan terhadap istri Sambo, atau Ny. Putri Candrawathi/ Ny. Sambo, lalu oleh karena suara teriakan Ny. Sambo, maka Eliezer mendengar dan mendekati jeritan asal suara dari diri Ny. Sambo, lalu terjadilah aksi tembak menembak yang berakhir terbunuhnya Brigadir Joshua. 

Namun dikarenakan banyak keganjilan skenario diikuti  serta dibarengi suara-suara ketidak percayaan publik melalui media sosial, akhirnya Petugas Penyidik Timsus yang dibidani oleh Kapolri mengetahui dan mendapatkan berbagai temuan adanya bukti Joshua tewas oleh sebab pembunuhan berencana dan tokoh intelektualnya sendiri adalah Irjen Pol. Sambo, temuan termasuk diantaranya melalui pola investigasi kerjasama kepada TSK. Eliezer dengan penerapan metode Justice Collaborator ( JC ), maka terungkap ternyata asal skenario yang sudah banyak tersebar diberbagai media merupakan rekayasa yang diciptakan oleh Sambo, semua yang dipublis terkait adu tembak antara Joshua dan Eliezer adalah kebohongan atau rekayasa yang dibuat atau disutradarai Sambo sang aktor intelektual dader atau uitlokker/ doenpleger atau tokoh pelaku, tokoh yang menyuruh lakukan dan atau yang membujuk agar melakukan dengan alat kekuasaan yang dimilikinya. 

Sehingga atas perbuatan pembunuhan yang dilakukan Sambo menimbulkan dampak ketakutan masyarakat, dan atau ketidak percayaan yang menimbulkan keresahan publik, bahkan kebencian kepada pihak aparatur negara lembaga Kepolisian, tentunya sempat membuat degradasi citra dan marwah atau moral korps Polri, yang seharusnya dihormati dan dicintai, atau disegani bangsa ini oleh sebab Polri adalah salah satu aset utama negara RI yang subtansial sebagai garda terdepan penegakan hukum, pengaman dan pengayom serta pelindung bangsa di NKRI. 

Maka akhirnya seiring dengan jalannya waktu proses hukum, publik atau ummat akan mengkomparasi dakwaan serta tuntutan JPU. Akankah segagah dan seberani ( dibaca ; sekonyol atau menggelikan ) isi surat tuntutan atau requisitoir terhadap Sang Imam Besar atau Ulama Besar Negeri ini Habib Rizieq Shihab/ HRS, selanjutnya terhadap isi surat tuntutan JPU. kelak, dengan sendirinya menjadi ajang uji terhadap JPU. sebagai duta atau delegasi Kejaksaan Agung atau cerminan Jaksa Agung RI bahkan wajah rezim atau keberlakuan sistim penyelenggaraan pemerintahan negara ini, terkait pelaksanaan dan penegakan hukum yang filosofisnya adalah untuk mencari dan menemukan serta mendapatkan daripada hakekat fungsi hukum yakni semata-mata demi keadilan atau gerechtigheit dan demi Kepastian Hukum atau rechtmatigheid. 

Selanjutnya kelak publik akan menyoroti antara dakwaan dan tuntutan sebagai komparasi terhadap yang dialami Tokoh Besar Ulama yang ada di Negeri ini, Imam Besar Habib Rizieq Shihab / HRS, kepada sekedar pernyataan Beliau "sehat ", walau "bohong", lalu dakwaan menjadi dasar tuntutan JPU. terhadap Beliau HRS. Berupa kurungan selama 6 tahun penjara. Maka andaipun tuntutan atas dakwaan JPU. benar adanya, bahwa Beliau telah menyiarkan berita bohong terkait hasil swab test- corona 19 di RS Ummi, dengan berdasarkan bukti - bukti dipersidangan yang terbuka untuk umum, lalu JPU. Meyakini HRS bersalah melanggar Pasal 14 ayat ( 1 ) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum       Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke -1. 

Namun tuntutan tersebut telah menyinggung rasa keadilan ummat bangsa ini pada umumnya, bahkan terbukti hingga saat ini, masih menimbulkan gejolak protes keras dan kritik pedas dari masyarakat pencahari keadilan pada umumnya dan para akademisi dan praktisi hukum sebagai masyarakat pemerhati penegakan hukum ditanah air, dikarenakan kehendak atau faktor niat Sang Ulama Besar HRS. Atas Persepsi " bohong " versi dakwaan JPU.  adalah demi ketenangan keluarga besarnya, berikut handai taulan, yakni para sahabat ulama pengikutnya, murid-muridnya, yang pada dasarnya dan secara umum demi ketenangan batin masyarakat muslim para pecintanya, setidaknya agar tidak gundah atau memperihatinkan terhadap kesehatan Beliau. 

Lalu ternyata faktor kehendak tujuan merupakan niat baik Beliau, dan kenyataannya inheren tercapai. Jadi apanya yang salah, apa peduli para personal atau individu - individu yang bukan pecintanya, yang tidak bersimpati kepada Beliau. Kenapa malah mereka yang menjadi dan timbulkan kegaduhan. Padahal inti asas hukum pidana adalah mencari kebenaran yang sebenar - sebenarnya ( kebenaran materiil atau materiele waarheeid ). Tapi sudahlah, mungkin menurutnya berdasarkan ilmu hukum JPU. bahwa materi karakter daripada pasal-pasal isi surat dakwaan realitas terbukti unsur - unsurnya, sehingga JPU. Selaku requisitor menerbitkan surat tuntutan. 

Namun perihal faktor beratnya tuntutan a quo kepada Beliau, sungguh menyinggung rasa keadilan juga membuat lemahnya kepastian hukum oleh sebab tuntutan JPU. Kepada HRS Itu berada diatas level tuntutan JPU. terhadap beberapa orang koruptor. Padahal korupsi sebuah delik kejahatan yang mendapat sebutan secara Internasional pada semua negara dikenal sebagai 'extra ordinary crime ' atau bentuk perilaku kriminal yang disepakati untuk dinyatakan sebagai kejahatan yang amat luar biasa, namun data empirik pada beberapa fakta hukum menunjukan, terhadap para koruptor ditanah air, ada yang hanya dituntut 4 tahun atau 5 Tahun penjara oleh JPU. Maka publik pada umumnya bangsa ini dalam hitungan bulan akan menonton demo atau atraksi JPU. 

Dihadapan Majelis Hakim Dipersidangan yang Terbuka Untuk Umum akan seberapa tinggi tuntutan kepada diri seorang Sambo, kriminal pelaku kejahatan sadis dan atau pembunuh yang berdarah dingin dengan ancaman pemberatan pada sanksi hukuman, oleh sebab sebagai individu yang melekat irjen Polri, namun riil telah berperilaku Unlawful killing. Kembali kepada komparasi objektif pelaksanaan atau praktek penegakan hukum, kita tunggu konsekuwensi dan konsistensi daripada Lembaga Kejaksaan RI melalui aparatnya JPU. 

Kelak pada tuntutan terhadap Irjen Sambo, apakah keberanian JPU. equals, sesuai bobot pasal yang dilanggar, yaitu aktor pelaku delik, uitlokker dan doenpleger terkait Pasal 340 KUHP, Jo. Pasal 55 KUHP atau pasal penyertaan ( delneming ) yang tentunya secara dan demi hukum merupakan unsur - unsur pemberataan. Kemudian apakah JPU. Oleh sebab teori asas hukum akan mendakwa dan atau membuat tuntutan dengan pasal berlapis ? Atau dikumulasi, oleh sebab pemberatan adanya perbuatan fitnah serta dihubungkan dengan fungsi profesi dan jabatannya yang dirinya emban, yakni abdi hukum pangkat Irjen Polisi. 

Masyarakat akan uji perbandingan kepastian hukum ini, melalui keberanian JPU. dalam menjalankan, melaksankan atau menegakan hukum positif yang harus diberlakukan sesuai sistim perundang - undangan dengan komparasi beratnya requisitoir sanksi hukuman penjara " bohong " seorang HRS. Ulama Besar di negeri ini, dibanding requisitoir terhadap seorang Sambo serta beberapa orang TDW.

Kelak terkait Pembunuhan Joshua, sehingga terhadap Sambo dan atau Cs. menurut tata bahasa tentunya tidak salah, jika dianalogikan atau dimaknai dengan bahasa kebiasaan umum dalam kehidupan sehari - hari berdasarkan adab dan budaya yang terhadap perilaku dan atau perbuatan seorang yang identik atau mirip Irjen Sambo, melalui kalimat sambung dengan penyebutan kata ibarat atau pameo, berapa lama sanksi hukuman yang kelak menjadi tuntutan " Jendral Bandit Cs. "

Semarang, Jum'at, 12 Agustus 2022. 01. 10

Foto: Habib Rizieq Shihab 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel