Dr Abdul Chair: Otonomi Khusus Bagi Jakarta Mungkinkah?

 



Ahad, 27 Februari 2022

Faktakini.info

*OTONOMI KHUSUS BAGI JAKARTA MUNGKINKAH?*

*Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.*

Dipindahkannya Ibukota Negara telah menyedot perhatian masyarakat, khususnya masyarakat Jakarta. Satu yang masih mengganjal yakni menyangkut status Jakarta yang tidak lagi melekat sebagai Daerah Khusus Ibukota, apakah masih memungkinkan Jakarta tetap sebagai daerah khusus? Jika memungkinkan, apa yang menjadi dasar/alasan penetapannya?

Perlu disampaikan, suatu daerah bersifat khusus maupun istimewa, konstitusi tidak memberikan kriteria. Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 hanya menyebutkan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Frasa “diatur dengan undang-undang” menunjukkan bahwa pengakuan dan penetapan suatu daerah memiliki kekhususan atau keistimewaan sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Tentunya mendasarkan pada paradigma nasional.  

Mahkamah Konstitusi dalam ratio decidendi putusan Nomor 81/PUU-VIII/2010, menyatakan bahwa penetapan suatu daerah menjadi daerah istimewa atau daerah khusus harus dimaknai dengan kriteria yang berbeda. Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah istimewa, jika keistimewaan daerah tersebut terkait dengan hak asal usul dan kesejarahan daerah tersebut sejak sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun suatu daerah ditetapkan sebagai daerah khusus, sepanjang kekhususan itu terkait dengan kenyataan dan kebutuhan politik. Dimaksudkan oleh karena posisi dan keadaannya mengharuskan daerah yang diberikan status khusus tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya.

Daerah khusus maupun daerah istimewa tentu terkait dengan desentralisasi asimetris. Daerah yang mendapatkan desentralisasi asimetris adalah DKI Jakarta (ketika masih berkedudukan sebagai Ibukota Negara), Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Desentralisasi asimetris juga lazim dilekatkan pada daerah berpredikat otonomi khusus yang ditetapkan dengan undang-undang. Dengan demikian, daerah tersebut dapat saja lebih dan berbeda dari daerah yang lain, baik dalam kewenangan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, fiskal dan administrasi. Status otonomi khusus dapat dilihat pada Provinsi Papua dan Papua Barat dan Provinsi Aceh. Setidaknya terdapat persamaan alasan prinsip penetapan otonomi khusus pada Provinsi Papua dan Papua Barat dan Provinsi Aceh, yakni menyangkut integrasi. Pada keduanya dihadapkan pada persoalan konflik berkepanjangan yakni dengan adanya gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Dalam menyikapi status Jakarta, maka diperlukan sejumlah dalil terkait dengan keinginan mempertahankan predikat sebagai daerah khusus dan dengannya berlaku otonomi khusus. Dalil dimaksud setidaknya menunjuk pada tiga identitas. Pertama asal usul (genealogis), kedua kesejarahan (historis-filosofis), dan ketiga kenyataan dan kebutuhan (sosiologis-politis). Penulis berpendapat ketiganya telah terpenuhi. Pada yang tersebut pertama didalilkan bahwa Jakarta (Batavia) dulunya memiliki asal usul yang istimewa. Sejarah mencatat Batavia sebagai pintu masuk jalur perdagangan (rempah) di nusantara. Dengan demikian menjadikannya sebagai pusat perdagangan dan perekonomian.

Pada yang tersebut kedua, ditunjukkan pada pernyataan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta. Dalam konsiderannya disebutkan bahwa Jakarta sebagai kota pencetusan proklamasi kemerdekaan serta pusat penggerak segala aktivitas revolusi dan penyebar ideologi Pancasila ke seluruh penjuru dunia. Pendekatan genealogis dan historis-filosofis sebagaimana disebutkan mengkonfirmasi bahwa Jakarta juga memiliki keistimewaan spesifik yang tidak terdapat pada daerah lain.

Pada yang tersebut ketiga, didasarkan pada fakta bahwa Kota Jakarta sebagai Kawasan Perkotaan Inti dalam dalam perspektif Kawasan Metropolitan. Hal ini disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Dan Cianjur. Disini faktor ekonomis dan geografis sangat berpengaruh terhadap perdagangan internasional. Dengan kata lain, Jakarta merupakan Center of Gravity geoekonomi dan ini merupakan bentuk kekhususan.

Mengacu pada kriteria Mahkamah Konstitusi, Jakarta memenuhi dua kriteria sekaligus, keistimewaan dan kekhususan. Akan tetapi, secara materiil lebih pada kekhususan. Pilihan ini tentu lebih bijak dan tepat.

Penetapan suatu daerah khusus maupun daerah istimewa menurut penulis lebih kepada pendekatan idealisme dan realitas politik. Oleh karena itu, penentuannya bermuara pada konstelasi politik. Tidak dapat dipungkiri dalam politik hukum, posisi dominan demikian berpengaruh guna memilih berbagai alternatif.  Saat ini semuanya serba mungkin. Namun, pastinya yang paling mungkin adalah kemungkinan itu sendiri. Demikian kemungkinannya.

Jakarta,  27 Februari 2022.

🙏🙏🙏

 

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel