Pernyataan Sikap FUIB Banten Atas Tragedi Dugaan Pelanggaran HAM Berat Dalam Kasus KM 50 Karawang

 



Kamis, 29 Oktober 2021

Faktakini.info

PERNYATAAN SIKAP

FORUM UMAT ISLAM BANTEN (FUIB)

ATAS TRAGEDI DUGAAN PELANGGARAN HAM BERAT DALAM KASUS KM50 KARAWANG

I. PENDAHULUAN

Keluarga dari 6 (enam) orang korban Forced Disappearance, Torture, dan Extrajudicial Killing:

a. DAENURI Keluarga dari Alm LUTFIL HAKIM;

b. HERLINA Keluarga dari Alm AKHMAD SOFYAN;

c. HENDRA MULYANA Keluarga dari Alm MUHAMMAD SUCI KHADAVI POETRA;

d. MUSTOFA Keluarga dari Alm M. REZA;

e. MUSLIH Keluarga dari Alm ANDI OKTIAWAN;

f. SUHADA Keluarga dari Alm FAIZ AHMAD SYUKUR.

Dengan ini mengajukan laporan atas dugaan Pelanggaran HAM Berat yang diduga dilakukan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.

II. DUGAAN PELANGGARAN DAN KORBAN

Forced Disappearance, Torture, dan Extrajudicial Killing Force Disapearance (penghilangan paksa), Torture (penyiksaan), Extrajudicial Killing (pembunuhan diluar proses hukum)

Pada tanggal 07 Desember 2020, telah terjadi penghilangan paksa (Force Disapearance), Penyiksaan (Torture) dan Pembunuhan diluar proses hukum (Extrajudical killing) yang diduga dilakukan oleh Kepolisian Daerah Polda metro Jaya terhadap 6 (enam) orang Pengawal Rombongan HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB.

Awalnya Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) mengeluarkan Pernyataan Pers terkait Peristiwa dan Posisi IB HRS, yang mana dalam pernyataannya berisi tentang rombongan Al HABIB RIZIEQ SYIHAB telah dikuntit dan dihadang oleh Orang Tak Dikenal (OTK), kemudian penguntit OTK tersebut mengeluarkan tembakan serta menculik 6 (enam) orang pengawal HABIB RIZIEQ SYIHAB.

Kemudian pada siang hari tanggal 07 Desember 2020, Kepolisian Polda Metro Jaya mengadakan jumpa pers yang memberikan informasi bahwa 6 (enam) laskar tersebut mati ditempat oleh Anggota Kepolisian Metro Jaya, Polda Metro Jaya melakukan penguntitan/membuntuti rombongan AL HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB dalam guna kepentingan perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan Pernikahan Putri AL HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB.

Padahal dalam perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan tersebut AL HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB masih berstatus sebagai Saksi, namun perlakuan dari Polda Metro Jaya seakan membuntuti/menguntit perkara teroris, hal ini sangatlah tidak lazim dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia untuk bergerak bebas dan berpindah tempat.

KORBAN:

a. DAENURI Keluarga dari Alm LUTFIL HAKIM;

b. HERLINA Keluarga dari Alm AKHMAD SOFYAN;

c. HENDRA MULYANA Keluarga dari Alm MUHAMMAD SUCI KHADAVI POETRA;

d. MUSTOFA Keluarga dari Alm M. REZA;

e. MUSLIH Keluarga dari Alm ANDI OKTIAWAN;

f. SUHADA Keluarga dari Alm FAIZ AHMAD SYUKUR.

III. LATAR BELAKANG PERISTIWA

Pasca Aksi 2 Desember 2016, atau yang lebih dikenal sebagai aksi 212, praksi HABIB RIZIEQ SYIHAB muncul sebagai salah satu tokoh oposisi Indonesia diluar politik partai, terlebih dengan konteks perpolitikan Indonesia yang nyaris tak memiliki oposisi sebagai penyeimbang sehingga menyuburkan praktek oligarki. Akan tetapi, Pasca Aksi 212 juga serangan sistematis dan terkoordinir terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB secara pribadi maupun mereka yang satu barisan dengan HABIB RIZIEQ SYIHAB, biasa dijuluki kelompok 212, justru semakin keras dan semakin intensif, dari mulai serangan terhadap kehormatan, sampai kepada teror fisik.

Serangan-serangan tersebut diduga kuat dilakukan oleh state actor dan/atau perpanjangan tangan dari state actor. Dugaan tersebut muncul dikarenakan aktifitas politik HABIB RIZIEQ SYIHAB dan pendukungnya yang sangat kritis terhadap kebijakan- kebijakan publik yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Tentu dalam konteks politik yang mengarah pada rezim oligarki, dimana suara- suara oposisi diredam sedemikian rupa, aktifitas HABIB RIZIEQ SYIHAB merupakan ancaman bagi perilaku koruptif penyelenggara negara yang memanfaatkan jabatan publiknya demi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

SERANGAN PROPAGANDA TERKOORDINIR TERHADAP HABIB RIZIEQ SYIHAB

Sebagaimana laporan dari ABC News, industri buzzer politik untuk kepentingan propaganda di Indonesia tumbuh subur (https://www.abc.net.au/news/2018-08-13/indonesian-buzzers- paid-to-spread-propaganda-ahead-of-election/9928870). Kegiatan Buzzer politik ini digunakan oleh elit politik yang bercokol pada kekuasaan untuk menyebarkan berbagai propaganda, termasuk propaganda pembusukan terhadap lawan-lawan politik dengan cara disebarnya fake news, konten hoax dan sejenisnya yang amat

 

melecehkan kehormatan orang yang dianggap sebagai musuh politik. HABIB RIZIEQ SYIHAB dan para pendukungnya termasuk diantara korban serangan dari aktifitas propaganda buzzer politik, yang langsung menyerang kehormatan dengan berbagai tuduhan.


UNFAIR TREATMENT BY THE POLICE


Berkali-kali serangan-serangan baik secara non-fisik seperti fitnah dan propaganda dari buzzer politik maupun serang-serangan teror yang bersifat fisik dilakukan pelaporan kepada pihak kepolisian, namun nihil hasil. Diduga kuat, mereka para buzzer politik memang mendapat privilege atas aktifitas propaganda pembusukan terhadap lawan politik rezim yang berkuasa, sehingga tak bisa tersentuh oleh jerat hukum.


Sebaliknya justru jerat hukum begitu mudahnya dikenakan kepada HABIB RIZIEQ SYIHAB dan pendukungnya. Kepolisian Indonesia begitu mudah menerima pelaporan terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB dan pendukungnya, berbanding terbalik perlakuannya jika HABIB RIZIEQ SYIHAB dan pendukungnya yang melakukan pelaporan. Pelaporan terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB dan pendukungnya begitu mudahnya bahkan sering kali tidak masuk akal, seperti pelaporan kepolisian terhadap HAIKAL HASSAN yang hanya disebabkan sebuah mimpi?! Disini terlihat sikap unfair pada lembaga penegak hukum, sehingga mencederai prinsip equality before the law dan melanggar prinsip due process of law.


PENGGUNAAN PERANGKAT NEGARA DALAM PSYWAR POLITIK


Serangan dan pelecehan terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB dan pendukungnya tidak berhenti sampai disitu, justru meningkat sampai pada penggunaan aparatur negara. Pada 2017 tiba-tiba Brimob POLRI melakukan latihan operasi dilokasi yang sangat berdekatan dengan pesantren Markaz Syari’ah, Mega Mendung, Bogor, yang dimiliki oleh HABIB RIZIEQ SYIHAB. Semenjak

 

kepulangan HABIB RIZIEQ SYIHAB dari Saudi Arabia pada tanggal 10 November serangan dan pelecehan yang dialami HABIB RIZIEQ SYIHAB dan pendukungnya dari aparatur negara tidak berhenti, bahkan diturunkan TNI hanya untuk menurunkan poster maupun baliho yang bergambar HABIB RIZIEQ SYIHAB. Tidak tanggung Pasukan Komando Operasi Khusus atau KOOPSUS TNI dengan alat berat berhenti di depan Jl. Petamburan III mengeraskan sirine, seperti melakukan unjuk kekuatan militer terhadap sipil. Begitu juga dengan alasan Covid-19, Jl. Petamburan III berkali-kali dilakukan semprot disinfektan KE JALAN aspal, dengan pengawalan BRIMOB POLRI bersenjata lengkap, padahal tidak pernah terbukti secara saintifik kalau aspal dapat menyebarkan Covid-19.


Salah satu kasus serangan terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB saat masih di Saudi Arabia adalah ketika HABIB RIZIEQ SYIHAB harus berurusan dengan kepolisian akibat tuduhan memasang bendera ISIS, yang diduga kuat merupakan operasi Intelijen Hitam dari Indonesia. Pada akhirnya tuduhan tersebut terbukti palsu, akan tetapi di Indonesia dengan cepat beredar foto HABIB RIZIEQ SYIHAB ketika dibawa oleh pihak kepolisian Saudi Arabia yang disebarluaskan oleh para buzzer politik.


HABIB RIZIEQ SYIHAB di Saudi Arabia sering menerima tamu dari berbagai kalangan jama’ah haji atau umrah dari Indonesia. Termasuk diantaranya adalah ketika HABIB RIZIEQ SYIHAB menerima tamu AMIEN RAIS dan PRABOWO SUBIANTO, yang waktu itu adalah calon Presiden Indonesia lawan politik JOKOWI. Tidak lama setelah itu ketika HABIB RIZIEQ SYIHAB mencoba keluar Saudi Arabia menuju Malaysia, ternyata HABIB RIZIEQ SYIHAB mengalami pencegahan berpergian keluar negeri oleh otoritas Saudi Arabia dengan alasan keamanan, yang kemudian hari diketahui berdasarkan informasi yang didapat oleh HABIB RIZIEQ SYIHAB adalah operasi politik dari pihak otoritas Indonesia. Menariknya Duta Besar Indonesia untuk Saudi Arabia yang seharusnya bertugas melindungi hak-hak warga negara yang

 

berada di luar negeri justru ikut membangun narasi yang terus melecehkan dan menyudutkan pribadi HABIB RIZIEQ SYIHAB.


TEROR FISIK


Pada 2017 juga HABIB RIZIEQ SYIHAB dan keluarga mengalami teror fisik, salah satunya rumah HABIB RIZIEQ SYIHAB yang di Pondok Pesantren Markaz Syari’ah, Megamendung, Bogor, mengalami penembakan. Inilah satu diantara sebab yang menyebabkan HABIB RIZIEQ SYIHAB memutuskan pergi ke Saudi Arabia. Akan tetapi serangan dan teror terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB tidak berhenti.


Pada tahun 2017 juga, pada suatu acara pengajian di daerah Cawang, Jakarta Timur, ketika HABIB RIZIEQ SYIHAB sedang memberi ceramah, tiba-tiba terdengar suara ledakan dari arah jalan, yang ternyata dari mobil yang terbakar hebat, dan berjalan mundur ke arah jama’ah. Ketika ditelusuri kembali ternyata satu mobil lagi yang didalamnya terdapat dirijen penuh dengan bensin yang juga bergerak mundur kearah jama’ah namun untungnya tidak ikut terbakar. Sampai detik ini kasus itu tidak pernah diungkap oleh Kepolisian.


KH. SLAMET MA’ARIF, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, mengalami teror berkali-kali dirumahnya, seperti pelemparan bom molotov dan batu, telah dilaporkan kepolisi namun sampai sekarang tidak pernah diusut. Beberapa kantor cabang FPI di beberapa daerah mengalami teror serupa. Terakhir pada Minggu 6 Desember 2020, KH. SLAMET MA’ARIF mengalami teror kembali lewat pengerusakan mobil miliknya.


ILLEGAL SURVEILANCE/PENGINTAIAN ILLEGAL


HABIB RIZIEQ SYIHAB sudah sering merasa diintai dan diawasi yang melanggar hak privasi warga negara, akan tetapi Pasca Aksi 2 Desember 2016, eskalasi aktifitas pengintaian yang melanggar

 

hak privasi warga negara mengalami peningkatan tajam. Pasca Aksi 2 Desember 2016, sebelum hijrah/exile ke Saudi Arabia, Pondok Pesantren Markaz Syariah Megamendung, Bogor sering melintas tanpa izin beberapa drone yang tak dikenal. Selama HABIB RIZIEQ SYIHAB tinggal di Saudi Arabia pun, menurut pengawal HABIB RIZIEQ SYIHAB di Mekkah, tidak luput dari aktifitas pengintaian oleh orang berperawakan Indonesia yang dengan tanpa izin melakukan foto dan/atau video.


Pada 4 Desember 2020, di Pondok Pesantren Markaz Syariah Megamendung, Bogor, pada saat sekitar sore, terdapat sebuah drone melintas tanpa izin, ketika ditelusuri, terdapat tiga orang dalam sebuah mobil yang mengendalikan drone tersebut. Ketika dilakukan wawancara kemudian diketahui bahwa ketiga orang tersebut memiliki kartu anggota Badan Intelijen Negara (BIN). Sehingga disini dapat disimpulkan dugaan kuat bahwa terdapat pengerahan aparatur negara, dalam hal ini aparat intelijen negara, yang dikerahkan untuk mengawasi HABIB RIZIEQ SYIHAB yang merupakan salah satu tokoh oposisi utama dari rezim kekuasaan Presiden HABIB RIZIEQ SYIHAB.


SEBELUM TRAGEDI KM 50


Pada tanggal 6 Desember 2020, malam hari, HABIB RIZIEQ SYIHAB beserta keluarga berangkat ke Karawang, Jawa Barat. Status HABIB RIZIEQ SYIHAB ketika itu masih terpanggil sebagai saksi untuk senin tanggal 7 Desember 2020 di Polda Metro Jaya mengenai kasus tuduhan kerumunan. Secara hukum pun, upaya penjemputan paksa belum bisa dilakukan, apalagi dinyatakan sebagai buronan atau DPO, Akan tetapi penguntitan terus dirasakan. Awalnya HABIB RIZIEQ SYIHAB sekeluarga tidak mengetahui siapa yang melakukan penguntitan, namun kemudian diakui sendiri oleh Kapolda Metro Jaya bahwa penguntitan tersebut dilakukan oleh anak buahnya yang diklaim untuk kepentingan penegakan hukum. Suatu tindakan penegak hukum yang telah melanggar hukum itu sendiri, selain melanggar KUHAP,

 

juga melanggar hak-hak warga negara yang dijamin oleh Konstitusi Indonesia.


IV. KRONOLOGI PERISTIWA

A. Unfair Trial Dengan Tuduhan Kerumunan:


Bermula dari acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan Pernikahan Putri HABIB RIZIEQ SYIHAB yang bernama SYARIFAH NAJWA SYIHAB dengan HABIB MUHAMMAD IRVAN

ALAYDRUS pada tanggal 14 November 2020, namun tanpa disangka-sangka banyak umat yang hadir, dikarenakan kerinduan terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB yang baru kembali ke tanah air setelah sekitar 3 (tiga) tahun lamanya berada di Mekah, Arab Saudi.


Dalam pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW, DPP Front Pembela Islam tetap meminta kepada umat yang terlanjur hadir untuk melaksanakan protokol kesehatan, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Guna mendukung dan terlaksananya protokol kesehatan, pihak DPP-FPI juga membagi-bagikan masker, menyediakan hand sanitizer gratis, dan tempat mencuci tangan.


Pembagian masker, hand sanitizer dan tempat cuci tangan tersebut juga dan dibantu oleh pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta yang merupakan bagian dari Satgas Covid-19 DKI Jakarta.


Setelah acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan Putri HABIB RIZIEQ SYIHAB terlaksana, pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap menganggap acara tersebut melanggar Pergub DKI, sehingga memberikan sanksi administratif kepada HABIB RIZIEQ SYIHAB sebesar Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan sudah dibayarkan secara penuh.

 

Selain itu ternyata Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan penyelidikan kepada HABIB RIZIEQ SYIHAB beserta pengurus DPP-FPI dan beberapa instansi pemerintahan yang dianggap terlibat dalam pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad Tersebut, seperti 5 (lima) Pengurus FPI yang ditangkap dan ditahan bahkan sampai saat ini HABIB RIZIEQ SYIHAB ditahan di Bareskrim Mabes Polri beserta Menantunya HABIB HANIF ALATAS.


Disisi lain Pemilihan Umum kepada Daerah (Pilkada) Walikota Solo yang menimbulkan kerumunan, acara elite race marathon di Magelang yang penontonnya tidak menjaga jarak dan kerumunan, dan Banser di Banyumas gelar parade tidak menjaga jarak dan terjadi kerumunan serta masih banyak lagi kerumunan diberbagai tempat yang tidak sampai proses di Pengadilan.


Berdasarkan hal tersebut jelaslah telah terjadi ketidakadilan penerapan hukum dalam menindak pelanggar protokol kesehatan, oleh karena hanya kerumunan pada DPP-Front Pembela Islam dan HABIB RIZIEQ SYIHAB yang ditindak melalui proses hukum pidana bahkan sampai menetapkan sebagai Tersangka terhadap 6 (orang) dan 1 (satu) orang di tahan di Polda Metro Jaya, ini merupakan bentuk unfair trail.


B. Forced Disappearance, Torture, dan Extrajudicial Killing:

Perikaraan sekitar exit tol Karawang Timur, jalan negara pantura Kota Karawang, pintu masuk tol Karawang Barat, KM 50 tol, dan tempat lain yang belum diketahui.


AHAD, 6 DESEMBER 2020 JAM 22 : 45 WIB:


HABIB RIZIEQ SYIHAB dan Keluarga keluar dari Perumahan The Nature Mutiara Sentul Bogor masuk ke Tol Jagorawi arah Jakarta, lalu via jalan Tol Lingkar Luar Cikunir ambil arah Tol

 

Cikampek, menuju Tempat Pengajian keluarga sekaligus Peristirahatan dan Pemulihan Kesehatan di Karawang.

Rombongan HABIB RIZIEQ SYIHAB terdiri dari 8 Mobil:

1. 4 (empat) Mobil Keluarga HABIB RIZIEQ SYIHAB;

2. 4 (Empat) Mobil Laskar FPI sebagai tim pengawal.

Rombongan Keluarga terdiri dari:

1. Pria: HABIB RIZIEQ SYIHAB dan Menantu serta 1 orang Ustad keluarga dan 3 orang Supir.

2. Perempuan dan Anak-Anak: 12 Wanita Dewasa, 3 BAYI dan 6 BALITA.

3. Laskar FPI: 24 orang dalam 4 mobil, tiap mobilnya 6 orang Laskar termasuk Supir.


Semenjak keluar dari perumahan The Nature Mutiara Sentul, rombongan diikuti oleh mobil Avanza Hitam dengan Nopol B 1739 PWQ & Avanza Silver dg Nopol B KJD, serta beberapa mobil lainnya.


Para saksi dari tim pengamanan HABIB RIZIEQ SYIHAB dan keluarga, mengatakan bahwa semua Mobil tersebut sudah stand by selama 2 hari di dekat Perumahan The Nature Mutiara Sentul dan di dalamnya ada beberapa orang yang menggunakan masker.


Selama perjalanan di Tol ada upaya-upaya dari beberapa mobil yang ingin mepet dan masuk ke dalam konvoi rombongan HABIB RIZIEQ SYIHAB. Tentu saja sebagai Tim Pengawal dan Pengaman, respon dari Tim adalah mengamankan rombongan HABIB RIZIEQ SYIHAB dan Keluarga dari pihak yang menggangu tersebut, dengan cara menjauhkan mobil para pengganggu agar TIDAK masuk kedalam rombongan keluarga HABIB RIZIEQ SYIHAB dan TIDAK melakukan manuver mepet ke mobil rombongan keluarga HABIB RIZIEQ SYIHAB.

 

Selama manuver manyalip, memepet dan upaya memecah konvoi rombongan HABIB RIZIEQ SYIHAB tersebut, pihak aparat berpakaian preman tersebut TIDAK ADA dan TIDAK PERNAH menunjukkan identitas dan perilaku sebagai aparat hukum. Perilaku petugas berpakaian preman tersebut lebih mencerminkan perilaku premanisme yang berbahaya dan mengancam keselamatan rombongan keluarga HABIB RIZIEQ SYIHAB termasuk para bayi dan balita yang ada dalam kendaraan rombongan keluarga HABIB RIZIEQ SYIHAB.


Sebagai contoh perilaku yang membahayakan dalam berlalu lintas adalah, di antaranya, saat melintasi tol Cikunir, mobil yang dikendarai HABIB HANIF ALATAS (menantu HABIB RIZIEQ SYIHAB) dipepet sebuah mobil jenis SUV Fortuner/Pajero (belum terverifikasi) berwarna hitam dengan nopol tertera B 1771 KJL, pengendara mobil tersebut buka kaca dan mengulurkan tangannya yang penuh tato kearah mobil HABIB HANIF ALATAS sambil mengacungkan jari tengahnya. Namun mobil tersebut berhasil di jauhkan oleh mobil laskar pengawal dan digiring keluar TOL.


Setelah itu ada beberapa mobil lainnya yang juga terus mengintai dari belakang namun selalu dicegah Mobil Laskar agar tidak mendekat dan masuk ke dalam rombongan konvoi.


SENIN, 7 DESEMBER 2020 JAM 00 : 10 WIB :

Setelah Pintu Keluar Tol Karawang Timur, ada 3 Mobil penguntit; yaitu Avanza Hitam B 1739 PWQ , Avanza Silver B --

-- KJD & Avanza Putih K ---- EL yang terus berusaha masuk kedalam konvoi, mepet, mengintai dan mengikuti rombongan HABIB RIZIEQ SYIHAB. Dari pihak keluarga, HABIB HANIF ALATAS terus memandu semua rombongan agar waspada dan hati hati.

 

Sebanyak 3 Mobil Penguntit tersebut berhasil dijauhkan oleh 2 mobil berisi laskar yang posisinya paling belakang, yaitu salah satunya Chevrolet dengan plat B 2152 TBN Green Metalic yang memuat 6 (enam) Laskar khusus bertugas pengawalan dari DKI Jakarta yang kemudian menjadi korban penculikan dan pembantaian.

Dalam hal ini, 2 (dua) mobil laskar pengawal dengan posisi paling belakang rombongan berhasil menjauhkan para penguntit dan penggangu tersebut, sehingga Rombongan keluarga HABIB RIZIEQ SYIHAB berhasil menjauh dari para penguntit dan pengganggu yang menggunakan 3 (tiga) mobil.

Adapun identitas mobil penguntit yang berhasil di identifikasi saat itu, yaitu;

1. Avanza Hitam B 1739 PWQ

2. Avanza Silver Plat B….KJD (nomor tidak teridentifikasi)

3. Avanza Putih K……EL (nomor tidak teridentifikasi).


Setelah rombongan Keluar Pintu Tol Karawang Timur, salah satu mobil Laskar pengawal yaitu Avanza, sempat dipepet, namun berhasil lolos dan menuju arah Pintu Tol Karawang Barat, lalu masuk ke Tol arah Cikampek dan beristirahat di Rest Area KM 57.


Sedangkan Mobil Laskar Khusus DKI (Cevrolet B 2152 TBN), saat mengarah ke pintu Tol Karawang Barat berdasarkan Komunikasi terakhir, dikepung oleh 3 mobil pengintai kemudian diserang.


Ketika itu, salah seorang laskar yang berada di mobil Avanza yang tengah beristirahat di Km.57, terus berkomunikasi dengan Sufyan alias Bang Ambon, Laskar yang berada dalam mobil Cevrolet B 2152 TBN. Telpon ketika itu terus tersambung.

 

Informasi dari laskar yang berada di mobil Chevrolet melalui sambungan telepon bahwa ketika Cevrolet B 2152 TBN dikepung, Sufyan alias Bang Ambon mengatakan "Tembak sini tembak" mengisyaratkan ada yang mengarahkan senjata kepadanya dan setelah itu terdengar suara rintihan laskar yang kesakitan seperti tertembak.


Laskar bernama Sufyan (salah satu korban) alias Bang Ambon meminta laskar lain untuk terus berjalan. Begitu pula Saat Faiz (salah satu laskar yg ada di Cevrolet B 2152 TBN) dihubungi oleh salah satu Laskar yang ikut rombongan HABIB RIZIEQ SYIHAB, nampak ada suara orang yang kesakitan seperti habis tertembak. Dan seketika itu telpon juga terputus.


Terdapat 6 orang Laskar yang ada dalam mobil Cevrolet sampai Senin siang hari tidak dapat dihubungi dan tidak diketahui keberadaannya. Saat laskar yang menggunakan mobil Avanza istirahat di KM 57, nampak juga ada yang mengintai, bahkan ada drone yang diterbangkan. Setelah 1 Jam lebih mereka di KM 57, mereka beranjak menuju Markaz FPI Karawang melalui akses pintu Tol karawang Barat.


Ketika memasuki pintu Tol Karawang Barat, Tim Laskar yang menggunakan Avanza tidak menemukan apa pun di lokasi yang diperkirakan sebagai TKP Serangan terhadap Rombongan Laskar Chevrolet B 2152 TBN.


Namun dalam perjalanan menuju Markaz FPI Karawang, lagi- lagi Laskar yang menggunakan Avanza di ikuti, namun berhasil lolos melalui jalan kampung menuju ke Markaz FPI Karawang.


Sampai Senin pukul 12.00 WIB kami masih mencari keberadaan 6 Laskar tersebut di berbagai Rumah Sakit dan tempat-tempat lainnya. Sampai saat itu kami belum mengetahui keadaan dan keberadaan 6 Laskar tersebut.

 

Ketika Kapolda Metro Jaya melakukan konferensi pers dan memberikan Informasi bahwa 6 Laskar tersebut di tembak mati, barulah kami mengetahui kondisi ke 6 orang laskar yang ada dalam mobil Chevrolet sudah dalam keadaan syahid. Apa yang disampaikan oleh Pihak kepolisian sangat berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi dilapangan.


Anehnya CCTV dari Jalan Tol Jakarta-Cikampek, salah satu Jalan Tol tersibuk di Indonesia, mati sejak minggu 6 Desember 2020 (https://metro.tempo.co/read/1412582/cctv-mati-di-tkp- penembakan-anggota-fpi-jasa-marga-ada- gangguan/full&view=ok). Menurut penelusuran media online tempo.co, ternyata terdapat saksi yang melihat enam laskar yang menjadi korban tersebut masih hidup dan dibawa kesuatu tempat sampai terdengar beberapa kali terdengar tembakan (https://nasional.tempo.co/read/1412888/penembakan- pengawal-rizieq-shihab-saksi-enam-korban-masih-hidup-saat-di- km-50).


Dari sini dapat disimpulkan diduga terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yakni, tindakan extra juducial killing serta penyiksaan dan penghilangan paksa yang dilakukan oleh aparatur negara dalam hal ini POLRI, terhadap warga sipil.


V. KORBAN

Enam orang Laskar yang diduga menjadi korban pembantaian tersebut adalah:


NO NAMA KORBAN TEMPAT/ TANGGAL LAHIR USIA

1. ANDI OKTIAWAN Jakarta, 29 Oktober

1987 33 Tahun

2. AHMAD SOFIYAN/AMBON Jakarta, 06 Juli 1994 26 Tahun

3. FAIZ AHMAD SYUKUR / FAIZ 15 September 1998 22 Tahun

4. MUHAMMAD REZA / REZA Jakarta, 07 Juni 2000 20 Tahun

5. LUTFI HAKIM 27 September 1996 25 Tahun

6. MUHAMMAD SUCI KHADAVI Kelahiran tahun 1999 21 Tahun

 

VI. PELANGGARAN TERHADAP KETENTUAN PERATURAN


1. UUD 1945

a. Bahwa merujuk pada Pembukaan (Preambule) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) alinea keempat disebutkan secara tegas tujuan dari negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.


Aline 4 UUD 1945 menyebutkan:

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia..”


b. Bahwa untuk mewujudkan perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, maka Konstitusi UUD 1945 telah memberikan jaminan perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia bersamaan dengan Hak-hak Asasi yang melekat padanya, di antaranya adalah hak setiap warga negara Indonesia atas:

a) “Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan

hidup dan kehidupannya (Pasal 28A);

b) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B ayat 2)

c) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (Pasal 28D);

d) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28G ayat 1);

 

e) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakukan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain” (Pasal 28G Ayat 2);

f) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H Ayat 2);

g) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaaan apapun (Pasal 28 I ayat 1)

h) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu (Pasal 28 I ayat 2)”.


2. PELANGGARAN UNDANG UNDANG

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan:

(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakukan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya;

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa;


Bahwa masih dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pasal 104 ayat (1) disebutkan:

 

“Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum”.


Dalam penjelasan pasal 104 disebutkan:


Yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination).


Bahwa Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat manusia (Convention Againts Torture and Other Cruel, inhuman or Degrading Treatment or Punishment), Konvensi ini mengatur pelanggaran penyiksaan baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau merendahkan martabat manusia.


Pasal 1:

(1) Untuk tujuan Konvensi ini, istilah “Penyiksaan” berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat

 

pemerintah. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, melekat pada, atau diakibatkan oleh sanksi hukum yang berlaku.

(2) Pasal ini tidak mengurangi berlakunya perangkat internasional atau peraturan perundang-undangan nasional yang benar-benar atau mungkin mengandung ketentuan- ketentuan dengan penerapan yang lebih luas.


Pasal 2:

(1) Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah legislatif, administrasi, hukum atau langkah-langkah efektif lainnya untuk mencegah tindakan penyiksaan di dalam wilayah kekuasaannya.

(2) Tidak ada pengecualian apapun, baik dalam keadaan perang atau ancaman perang, atau ketidakstabilan politik dalam negeri atau keadaan darurat lainnya, dapat digunakan sebagai pembenaran penyiksaan.

(3) Perintah dari atasan atau penguasa tidak boleh digunakan sebagai pembenaran penyiksaan.


Pasal 3:

(1) Tidak ada satu Negara Pihak pun yang boleh mengusir, mengembalikan (refouler) atau mengekstradisikan seseorang ke Negara lain apabila terdapat alasan yang cukup kuat untuk menduga bahwa orang itu berada dalam bahaya karena dapat menjadi sasaran penyiksaan.

(2) Untuk menentukan apakah terdapat alasan-alasan semacam itu, pihak yang berwenang harus mempertimbangkan semua hal yang berkaitan termasuk, apabila mungkin, adanya pola tetap pelanggaran yang besar, mencolok, atau massal terhadap hak asasi manusia di Negara tersebut.


Pasal 4:

(1) Setiap Negara Pihak harus menjamin bahwa tindakan penyiksaan adalah pelanggaran menurut ketentuan hukum

 

pidananya. Hal yang sama berlaku bagi percobaan untuk melakukan penyiksaan, dan bagi suatu tindakan percobaan untuk melakukan penyiksaan dan bagi suatu tindakan oleh siapa saja yang terlibat atau turut serta dalam penyiksaan;

(2) Setiap Negara Pihak harus mengatur agar pelanggaran- pelanggaran dihukum dengan hukuman yang setimpal dengan mempertimbangkan sifat kejahatannya.


Pasal 5:

(1) Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah seperlunya untuk menetapkan kewenangan hukumnya atas pelanggaran yang disebut pada pasal 4 dalam hal-hal berikut:

a. Apabila pelanggaran dilakukan di dalam suatu wilayah hukumnya atau di atas kapal laut atau pesawat terbang yang terdaftar di Negara itu;

b. Apabila yang dituduh melanggar adalah warga dari Negara tersebut;

c. Apabila korban dianggap sebagai warga dari Negara tersebut, dan Negara itu memandangnya tepat.

(2) Setiap Negara Pihak harus mengambil tindakan seperlunya untuk menetapkan yurisdiksinya atas pelanggaran, dalam kasus yang dituduh sebagai pelaku pelanggaran berada di wilayah kekuasaannya dan Negara itu tidak mengekstradisikannya sesuai dengan pasal 8 ke Negara lain sebagaimana disebut dalam ayat 1 pasal ini.

(3) Konvensi ini tidak mengesampingkan kewenangan hukum pidana apapun yang diberlakukan sesuai dengan hukum nasional.


Pasal 6:

(1) Setelah merasa yakin, melalui pemeriksaan informasi yang tersedia untuk itu bahwa keadaan menghendakinya, semua Negara Pihak yang di wilayahnya terdapat orang yang dituduh telah melakukan pelanggaran yang disebut dalam pasal 4, akan menahan orang itu atau mengambil

 

tindakan hukum lain untuk menjamin kehadirannya. Penahanan dan tindakan hukum itu harus disesuaikan dengan hukum Negara tersebut, tetapi dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang diperlukan agar prosedur pidana atau ekstradisi mungkin dilaksanakan.

(2) Negara tersebut harus segera membuat penyelidikan awal berdasarkan fakta yang ada.

(3) Seseorang yang ditahan berdasarkan ayat (1) dari pasal ini harus dibantu untuk segera berhubungan dengan perwakilan Negara yang tepat dan terdekat di mana ia menjadi warga negara, atau jika ia tidak memiliki kewarganegaraan, dengan perwakilan Negara tempat ia biasanya menetap.

(4) Apabila suatu Negara, sesuai dengan pasal ini, telah menahan seseorang, Negara tersebut harus segera memberitahu Negara yang disebut dalam pasal 5 ayat (1) tentang kenyataan bahwa orang tersebut berada dalam tahanan beserta alasan penahanannya. Negara yang melakukan penyelidikan awal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini akan segera melaporkan temuannya kepada Negara tersebut dan menunjukkan apakah pihaknya akan melaksanakan kewenangan hukum.


Bahwa berdasarkan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Convenant on Civil and Political Rights), disebutkan:


Pasal 6:

(1) Setiap manusia berhak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang- wenang.


Pasal 7:

Tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang tidak manusiawi atau

 

merendahkan martabat. Pada khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan objek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas.


Pasal 9:

(1) Setiap orang berhak atas bebas dan keamanan pribadi. Tidak seorang pun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang. Tidak seorang pun dapat dirampas kebebasannya kecuali berdasarkan alasan-alasan yang sah, sesuai prosedur yang ditetapkan oleh hukum;

(2) Setiap orang yang ditangkap wajib diberitahu pada saat penangkapan dan harus sesegera mungkin diberi tahu mengenai tuduhan yang dikenakan terhadapnya;

(3) Setiap orang yang ditahan atau ditahan berdasarkan tuduhan pidana. Wajib segera dihadapkan ke depan pengadilan atau pejabat lain yang diberi kewenangan oleh hukum untuk menjalankan kekuasaan peradilan, dan berhak untuk diadili dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan. Bukan merupakan suatu ketentuan umum, bahwa orang-orang menunggu diadili harus ditahan, tetapi pembebasan dapat diberikan atas dasar jaminan untuk hadir pada waktu sidang, pada setiap tahap pengadilan dan pada pelaksanaan putusan, apabila diputuskan demikian;

(4) Siapapun yang dirampas kebebasannya dengan cara penangkapan atau penahanan, berhak disidangkan didepan pengadilan, yang bertujuan agar pengadilan tanpa menunda-nunda dapat menentukan kebebasan penangkapannya, dan memerintahkan pembebasannya apabila penahanan tidak sah menurut hukum;

(5) Setiap orang yang telah menjadi korban penangkapan atau penahanan yang tidak sah, berhak untuk mendapat ganti kerugian yang harus dilaksanakan.

 

Pasal 14:

(1) Semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan peradilan. Dalam menentukan tuduhan pidana terhadapnya, atau dalam menentukan segala hak dan kewajibannya dalam suatu gugatan, setiap orang berhak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka untuk umum, oleh suatu badan peradilan yang berwenang, bebas dan tidak berpihak dan dibentuk menurut hukum. Media dan masyarakat dapat dilarang untuk mengikuti seluruh atau sebagian sidang karena alasan moral, ketertiban umum atau kemananan nasional dalam suatu masyarakat yang demokratis atau apabila benar-benar diperlukan menurut pendapat pengadilan dalam keadaan khusus, dimana publikasi justru akan merugikan kepentingan keadilan sendiri, namun setiap keputusan yang diambil dalam perkara pidana maupun perdata harus diucapkan dalam sidang yang terbuka, kecuali bilamana kepentingan anak-anak menentukan sebaliknya, atau apabila persidangan tersebut berkenaan dengan perselisihan perkawinan atau perwalian anak- anak;

(2) Setiap orang yang dituduh melakukan kejahatan berhak dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya dibuktikan menurut hukum;

(3) Dalam menentukan tindak pidana yang dituduhkan padanya, setiap orang berhak atas jaminan-jaminan minimal berikut ini, dalam persamaan yang penuh:

a) Untuk diberitahukan secepatnya dan secara rinci dalam bahasa yang dapat dimengerti, tentang sifat dan alasan tuduhan yang dikenakan terhadapnya;

b) Untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai untuk mempersiapkan pembelaan dan berhubungan dengan pengacara yang dipilihnya sendiri;

c) Untuk diadili tanpa penundaan yang tidak semestinya;

d) Untuk diadili dengan kehadirannya, dan untuk membela diri secara langsung atau melalui pembela

 

yang dipilihnya sendiri, untuk diberitahukan tentang hak ini bila ia tidak mempunyai pembela dan untuk mendapatkan bantuan hukum demi kepentingan keadilan, dan tanpa membayar jika ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membayarnya;

e) Untuk memeriksa atau meminta diperiksa saksi-saksi yang memberatkannya dan meminta dihadirkan dan diperiksa saksi-saksi yang meringankannya, dengan saksi-saksi yang memberatkannya;

f) Untuk mendapatkan bantuan cuma-cuma dari penerjemah apabila ia tidak mengerti atau tidak dapat berbicara dalam bahasa yang digunakan dipengadilan;

g) Untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian yang memberatka dirinya, atau dipaksa mengaku bersalah.

(4) Dalam kasus orang di bawah umur, prosedur yang dipakai harus mempertimbangkan usia mereka dan keinginan untuk meningkatkan rehabilitas bagi mereka;

(5) Setiap orang yang dijatuhi hukuman berhak atas peninjauan kembali terhadap keputusannya atau hukumannya oleh pengadilan yang lebih tinggi, sesuai dengan hukum;

(6) Apabila seseorang telah dijatuhi hukuman dengan keputusan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan apabila kemudian ternyata diputuskan sebaliknya atau diampun berdasarkan suatu fakta baru, atau fakta yang baru saja ditemukan menunjukkan secara meyakinkan bahwa telah terjadi kesalahan dalam penegakan keadilan. Maka orang yang telah menderita hukuman sebagai akibat dari keputusan tersebut harus diberi ganti rugi menurut hukum. Kecuali jika dibuktikan bahwa tidak terungkapnya fakta yang tidak diketahui itu. Sepenuhya atau untuk sebagian disebabkan karena dirinya sendiri.

(7) Tidak seorang pun dapat diadili atau dihukum kembali untuk tindak pidana yang pernah dilakukan, untuk mana ia

 

telah dihukum atau dibebaskan, sesuai dengan hukum dan hukum acara pidana di masing-masing negara.


Pasal 15:

(1) Tidak seorang pun dapat dinyatakan bersalah atas suatu tindak pidana karena melakukan atau tidak melakukan tindakan yang bukan merupakan tindak pidana pada saat dilakukannya, baik berdasarkan hukum nasional maupun internasional. Tidak pula diperbolehkan untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukuman yang berlaku pada saat tindak pidana tersebut dilakukan. Apabila setelah dilakukannya suatu tindak pidana muncul ketentuan yang lebih ringan hukumannya, maka pelaku harus mendapatkan keuntungan dari ketentuan tersebut.

(2) Tidak ada satu hal pun dalam Pasal ini yang dapat merugikan persidangan dan penghukuman terhadap seseorang atas tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan, yang pada saat hal itu terjadi masih merupakan suatu kejahatan menurut asas-asas hukum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa.


Pasal 26:

Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain.


Bahwa berdasarkan Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Terhadap semua orang dari Tindakan Penghilangan paksa, menyebutkan:

 

Pasal 1:

(1) Tidak ada setiap orang pun boleh dihilangkan secara paksa.

(2) Tidak ada pengecualian apapun, apakah dalam keadaan perang atau ancaman perang, situasi politik dalam negeri yang tidak stabil atau situasi darurat lain, yang dapat diterima sebagai alasan pembenar terhadap tindakan penghilangan secara paksa.


Pasal 2:

Menurut Konvensi ini, penghilangan secara paksa adalah penangkapan, penahanan, penculikan atau tindakan lain yang merampas kebebasan yang dilakukan oleh aparat Negara atau oleh orang-orang maupun kelompok yang melakukannya dengan mendapat kewenangan, dukungan serta persetujuan dari Negara, yang diikuti dengan penyangkalan pengetahuan terhadap adanya tindakan perampasan kebebasan atau upaya menyembunyikan nasib serta keberadaan orang yang hilang sehingga menyebabkan orang-orang hilang tersebut berada di luar perlindungan hukum.


Pasal 3:

Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang perlu untuk menyelidiki tindakan-tindakan yang dimaksud dalam Pasal 2, yang dilakukan oleh orang-orang atau sekelompok orang yang bertindak tanpa kewenangan, dukungan atau persetujuan dari Negara serta membawa mereka yang bertanggungjawab ke pengadilan.


Pasal 4:

Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah penting untuk menjamin bahwa penghilangan paksa merupakan kejahatan dalam hukum pidananya.

 

Pasal 5:

Praktek penghilangan secara paksa yang dilakukan secara meluas atau sistematis adalah kejahatan terhadap kemanusiaan seperti dimaksud dalam hukum internasional yang berlaku dan harus memperoleh konsekwensi seperti yang berlaku di bawah hukum internasional.


Bahwa berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak sipil dan politik menyebutkan “Tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakukan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Pada khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan objek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas.”


Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan sebagai berikut:


Pasal 16 Ayat (1):

Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.


Pasal 66 Ayat (1):

Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.


Bahwa negara-negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations) pada tanggal 10 Desember 1948 telah memproklamasikan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)

10 Desember 1948, dimana deklarasi tersebut merupakan bentuk pengakuan umum bangsa-bangsa di dunia perihal

 

penghormatan dan perlindungan HAM atas diri setiap manusia, khususnya hak mengenai:

a) Hak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu, yang lengkapnya berbunyi: “Everyone has the right to life, liberty and security of person” (Pasal 3 / Article 3);

b) Hak untuk tidak diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini, yang lengkapnya berbunyi: “No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attacks upon his honour and reputation. Everyone has the right to the protection of the law against such interference or attacks” (Pasal 12 / Article 12);


3. PELANGGARAN PROSEDUR PENGGUNAAN SENJATA BAGI POLISI

Prinsip-prinsip penggunaan kekerasan dan senjata api oleh pihak kepolisian, pada dasarnya masuk dalam prinsip-prinsip dasar PBB tentang penggunaan kekerasan dan sejata api oleh petugas penegak hukum, yang diadopsi dari Kongres PBB ke-8 tentang perlindungan kejahatan dan perlakuan terhadap pelanggar hukum di Havana, Kuba.

Peraturan yang mengatur mengenai penggunaan senjata api oleh polisi antara lain diatur dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 8/2009”), serta di dalam Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (“Perkapolri 1/2009”).

 

Berdasarkan Pasal 47 Perkapolri 8/2009 disebutkan bahwa:

(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar- benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.

(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:

a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;

b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;

c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;

d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;

e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan

f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.


Pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka (Pasal 8 ayat (2) Perkapolri 1/2009).


4. PELANGGARAN PERATURAN KAPOLRI


Bahwa terjadi penyimpangan hukum dan prosedur diantaranya Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam tindakan Kepolisian, Perkap Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Masa, Perkap Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara bertindak dalam Penanggulangan Huru-Hara dan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

 

a. Bahwa berdasarkan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan:

Pasal 10:

Setiap Anggota Polri Wajib :

a. Menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia;

b. Menjunjung tinggi pinsip kesetaraan bagi setiap warga negara dihadapan hukum;

c. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan dan akuntabel berdasarkan ketentuan perundang-undangan;

d. Menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan dan menjaga kehormatan dalam berhubungan dengan masyarakat.


Pasal 14:

Setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang:

a. Mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan;

b. Menempatkan tersangka di tempat bukan rumah tahanan negara/Polri dan tidak memberitahukan kepada keluarga atau kuasa hukum tersangka;

c. Merekayasa dan manipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum;

d. Merekayasa isi keterangan dalam berita acara pemeriksaan;

e. Melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa untuk mendapatkan pengakuan;

 

f. Melakukan penyidikan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain;

g. Menghambat kepentingan pelapor, terlapor dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya;

h. Merekayasa status barang bukti sebagi barang temuan atau barang tak bertuan.


b. Bahwa berdasarkan Pasal 3 huruf a, c dan e Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam tindakan Kepolisian, menyatakan:

Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi:

a. Legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku;

c. Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderita yang berlebihan

e. Preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan.


c. Bahwa berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyatakan:

Pasal 5 Ayat (1):

Instrumen Perlindungan HAM yang perlu diperhatikan oleh setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas berdasarkan Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi:....

 

Huruf v

Hak untuk tidak disiksa

Huruf b

Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia.

Pasal 5 ayat (2):

Bagian dari HAM yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (non-derogable rights) adalah

Huruf b

Hak untuk tidak disiksa

Pasal 11 ayat (1):

Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:.....

Huruf b

Penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan.

Huruf d

Penghukuman dan/atau perlakuaan yang tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia.

Huruf g

Penghukumanan dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment)

Huruf j

Menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan

Pasal 13 ayat (1) huruf a:

Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, pisikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan.

Pasal 23 huruf (a) dan (e):

Tindakan penahanan harus senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip dan standar Internasional HAM dalam penahanan sebagai berikut:

a. Semua orang kebebasannya dicabut harus tetap diperlakukan secara manusiawi dan penuh hormat karena martabatnya yang melekat sebagai manusia;

e. Tanahan tidak boleh disiksa, diperlakukan dengan keji dan tidak manusiawi, mendapat perlakuan dan hukuman yang merendahkan martabat, atau diberi ancaman- ancaman lainnya.

Pasal 24 huruf (a):

Dalam melaksanakan tindakan penahanan petugas dilarang menyalahgunakan kewenangan investigasi untuk melakukan tindakan siksaan badan terhadap seseorang.

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, maka kami berkesimpulan bahwa diduga kuat telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat dengan terjadinya penghilangan paksa (enforced disappearance) dan penyiksaan (torture) serta pembunuhan atau eksekusi diluar putusan pengadilan (extra judicial killing), yang kesemuanya adalah bentuk dari kejahatan kemanusiaan yang diduga dilakukan oleh state actor yaitu Kepolisian Republik Indonesia.

VIII. TUNTUTAN

Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dengan ini kami menyampaikan Laporan INDIKASI Kejahatan HAM yang DIDUGA dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia.

Bahwa tindakan Kepolisian sebagaimana disebutkan di atas terhadap Tragedi KM 50 pada 7 Desember 2020 telah melanggar hak asasi Warga Negara Indonesia, menciderai kedaulatan negara Indonesia, dan mengganggu keamanan, kenyamanan dan keselamatan Rakyat Indonesia.

Bahwa INDIKASI TELAH TERJADI PELANGGARAN HAM BERAT

tersebut perlu DITINDAKLANJUTI dengan:

1. MENUNTUT KOMNAS HAM AGAR SEGERA MEMBENTUK TIM PENYELIDIKAN SESUAI DENGAN PASAL 89 Ayat (3) UU NO. 39 TAHUN 1999 DAN PASAL 18 UU N0 26 TAHUN 2000;

2. MENUNTUT AGAR PENYELIDIKAN DAN PENEGAKAN HUKUM TIDAK HANYA BERHENTI KEPADA EKSEKUTOR LAPANGAN SAJA, TETAPI MENYELIDIKI SECARA SERIUS ATAS KETERLIBATAN SOSOK PEMBERI PERINTAH UNTUK MELAKUKAN PENGUNTITAN DAN PENGEJARAN DILUAR HUKUM TERHADAP HABIB RIZIEQ SYIHAB DAN KELUARGA YANG BERUJUNG PADA PELANGGARAN HAM BERAT ATAS TERBUNUHNYA 6 PENGAWAL HABIB RIZIEQ SYIHAB;

3. LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SEGERA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PARA SAKSI DAN KORBAN KEKERASAN APARAT KEPOLISIAN PADA PERISTIWA 7 DESEMBER 2020, TERMASUK MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA KELUARGA KORBAN YANG SEDANG MENCARI KEADILAN NAMUN DIHALANG-HALANGI SECARA SISTEMATIS;

4. PIMPINAN DPR RI AGAR SEGERA MEREKOMENDASIKAN PEMBENTUKAN TIM PENYELIDIKAN DAN MEMANGGIL KAPOLRI DAN KAPOLDA METRO JAYA SEBAGAI PIHAK YANG BERTANGGUNGJAWAB;


5. KOMISI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK AGAR SEGERA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA ANAK-ANAK KORBAN/SAKSI TRAGEDI 7 DESEMBER 2020 DARI SEGALA INTIMINDASI.

Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan dan kami ucapkan terima kasih.

Banten, 19 Oktober 2021

Atas nama Forum Ummat Islam Banten ( FUIB )

Ketua, Sekretaris,

Kiyai Affan Makmun Kiyai . A. Musthofa Warka S.Pd.I

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel