Algoritma Adu Domba Nasional: Ancaman Perang Hibrida di Ruang Digital

 



Selasa, 30 Desember 2025

Faktakini.info, Jakarta - Masyarakat diimbau meningkatkan kewaspadaan terhadap maraknya konten provokatif bernuansa adu domba yang beredar di media sosial. Sejumlah unggahan dengan narasi memecah belah antar Suku, Agama, Ras, dan Golongan (SARA) terpantau masuk jajaran tren, dan berpotensi mengganggu persatuan nasional.

Beberapa isu provokatif yang beredar antara lain ajakan pemisahan wilayah, upaya mempertentangkan suku-suku besar di Indonesia, hingga narasi yang menajamkan perbedaan antara penduduk asli dan pendatang di daerah tertentu. 

Diantaranya :

1. Provokasi warga Aceh untuk merdeka

2. Upaya adu domba Suku Sunda dan Jawa

3. Upaya adu domba Suku Madura dan Jawa

4. Upaya adu domba Penduduk Asli Bali dengan Pendatang.

5. Upaya adu domba Kyai dan Habaib

dll.

Pola semacam ini dinilai bukan sekadar dinamika warganet biasa, melainkan bagian dari skenario perang hibrida modern yang memanfaatkan algoritma platform digital untuk melemahkan kekuatan bangsa dari dalam.

Pengamat keamanan menilai, perang hibrida bekerja dengan memicu gesekan sosial melalui disinformasi dan ujaran kebencian. Target akhirnya adalah menciptakan kekacauan, konflik horizontal berkepanjangan, serta delegitimasi pemerintahan. Metode ini tercatat pernah digunakan dan berdampak serius di sejumlah negara, khususnya di kawasan Timur Tengah, hingga berujung perang saudara dan memudahkan intervensi asing terhadap sumber daya strategis.

“Gesekan kecil yang dibiarkan dapat membesar menjadi konflik terbuka. Di ruang digital, algoritma memperkuat konten ekstrem karena memicu emosi, sehingga persebarannya semakin cepat,” ujar seorang analis kebijakan publik.

Untuk merespons ancaman tersebut, masyarakat diimbau melakukan langkah-langkah preventif, antara lain:

Tidak membagikan atau meneruskan unggahan bernarasi negatif yang memecah belah persatuan NKRI.

Tidak terlibat dalam diskusi yang diarahkan untuk menggiring opini menuju perpecahan bangsa.

Melakukan pelaporan (report) terhadap konten bermuatan ujaran kebencian dan provokasi.

Tetap tenang dan tidak bereaksi berlebihan, serta mengedepankan verifikasi informasi.

Pemerintah dan platform digital juga didorong memperkuat literasi digital, penegakan hukum terhadap ujaran kebencian, serta transparansi pengelolaan algoritma agar tidak menjadi alat eskalasi konflik.

Persatuan dan kewaspadaan publik menjadi kunci menghadapi tantangan ini. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.