Tegas Memegang Prinsip, Purbaya akan Dilengserkan?
Sabtu, 25 Oktober 2025
Faktakini.info, Jakarta - "Bulan madu" Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan kursi barunya tampaknya diprediksi akan berakhir prematur.
Sikap tegasnya yang menolak mentah² penggunaan APBN untuk menalangi utang triliunan rupiah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) kini telah membangunkan "sarang lebah" politik dan membuatnya berada di pusat badai tekanan.
Menurut analis intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, Purbaya kini menjadi target "operasi tekanan terstruktur" yang dirancang untuk melemahkan posisinya.
Mengapa? karena Purbaya dianggap sebagai "anak baru" yang lemah secara politik (bukan orang partai, tak punya backing kuat di DPR) namun berani menantang status quo dan kepentingan kelompok kuat yang selama ini mengelola proyek² strategis.
Amir Hamzah, layaknya seorang ahli strategi, membeberkan "peta operasi" yang ia yakini sedang berjalan untuk "menyikat" Purbaya.
1. Politisasi media
Narasi² negatif mulai dimunculkan di media, membingkai Purbaya sebagai sosok yang kaku, lamban, tidak komunikatif dan tidak seirama dengan kabinet.
Tujuannya yaitu untuk membangun persepsi publik bahwa beliau "tidak becus".
2. Tekanan legislatif
Komisi XI DPR, yang merupakan mitra kerja Kemenkeu, mulai "aktif" memanggil, meminta klarifikasi dan mengkritik gaya komunikasi Purbaya.
Ini adalah kanal formal untuk membangun tekanan politik.
3. Isolasi Politik
Dukungan dari sesama menteri mulai melemah.
Jika Presiden Prabowo menilai Purbaya menjadi "beban" atau mengganggu stabilitas kabinet, reshuffle menjadi opsi paling mudah.
Amir Hamzah menduga, sikap Purbaya telah berbenturan langsung dengan kepentingan kelompok pro Luhut Binsar Pandjaitan (yang identik dengan proyek infrastruktur besar) dan mungkin juga mengusik "warisan" dari era Joko Widodo.
"Purbaya menolak mekanisme pembiayaan yang selama ini dikelola kelompok pro Luhut, ini jelas benturan kepentingan besar", ujar Amir.
Secara teknokratis, langkah Purbaya untuk menjaga APBN mungkin benar.
Namun di panggung politik kekuasaan, kebenaran teknis seringkali kalah oleh realitas kepentingan.
"Purbaya tidak salah secara ekonomi, tapi dalam politik kekuasaan, benar secara teknis belum tentu aman secara politik", tutur Amir Hamzah.
la bahkan meramalkan, jika tekanan ini terus berlanjut, Purbaya bisa terdepak dari kabinet pada awal 2026.
Kasus Purbaya ini menjadi cerminan brutal dari dunia politik, yaitu integritas fiskal versus intrik kekuasaan.
Sang Menkeu kini berada di persimpangan jalan, harus memilih antara mempertahankan prinsipnya atau mencari "perlindungan politik" agar selamat dari "operasi senyap" yang sedang mengintainya.

