Melihat Motif Dalam Polemik Nasab Oleh: Hamid Nabhan

 





Kamis, 2 Oktober 2025

Faktakini.info

Melihat Motif Dalam Polemik Nasab

Oleh: Hamid Nabhan

   Membaca dan mengikuti kegaduhan nasab akhir-akhir ini, saya terpanggil untuk sedikit memberikan pendapat, tentu saya tidak akan membahas atau ikut-ikutan terjun dalam polemik nasab tersebut.  Akan tetapi apa yang saya amati dalam masalah ini tidak lagi bicara untuk mencapai kebenaran, tapi yang saya amati telah menjurus ke sentimen golongan. 

   Narasi yang disusun dengan motif kebencian dan kalimat-kalimat yang dibangun pun bisa dikatakan beraroma diskriminasi.  Banyak kalimat-kalimat kebencian yang terlontar seperti yang dituduhkan bahwa klan Ba'alawi mencari makan di tanah air, pulangkan ke Yaman, imigran Yaman dan lain-lain. 

   Sejarah tidak bisa dibangun dengan dasar kebencian, tapi sejarah dibentuk oleh data dan fakta.  Coba kita perhatikan dibalik tabir peristiwa ini, tersembunyi sebuah motif yang lebih gelap daripada yang terlihat, benang-benang rasisme yang terjalin rapi seakan dipaksakan untuk berjalan meracuni pikiran kita untuk menghasilkan buah kebencian dari imej yang ditanamkan. 

   Kalau kita jujur untuk mengatakan bahwa klan Ba'alawi yang hidup sebagai warga negara, sesungguhnya mereka bukanlah imigran yang seperti dituduhkan dan yang imigran sebenarnya adalah kakek moyang mereka. 

   Saya ingin mengajak pembaca untuk melihat sejarah kebelakang tepatnya pada tanggal 4-5 Oktober 1934, ketika terjadi Sumpah Pemuda Indonesia Keturunan Arab di Semarang yang dimotori A.R Baswedan seorang pemuda keturunan Arab yang bukan dari kelompok Ba'alawi, peristiwa yang monumental dan sebuah pilihan yang revolusioner.  Dalam sumpah pemuda ini juga terdapat nama-nama klan dari Ba'alawi seperti Nuh Al-Kaf, Segaf Assegaf serta Husain Bafagih.  Sumpa Pemuda Indonesia keturunan Arab ini melahirkan 3 butir pernyataan yaitu: pertama Tanah air peranakan Arab adalah Indonesia. Kedua, peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri).  Ketiga, peranakan Arab memenuhi kewajiban terhadap tanah air dan bangsa Indonesia. 

   Pada saat itu pemerintah kolonial Belanda menempatkan keturunan Arab sebagai golongan timur asing bersama Cina dan India yang ditempatkan di kelas 2 di atas kaum pribumi.   Dengan diadakannya sumpah pemuda keturunan Arab yang melahirkan 3 butir pernyataan tadi maka keturunan Arab secara otomatis menurunkan kelas dari strata no 2 turun menjadi kelas 3 yaitu pribumi.  Ini adalah langkah yang sangat berani dimana saat itu pemerintahan kolonial Belanda masih kuat menjajah tanah air dan kita tidak tahu kapan kita akan meraih kemerdekaan tapi sikap nasionalis dan keberanian pemuda keturunan Arab patut kita acungi jempol. 

   A,R Baswedan dan peranakan Arab lainnya tidak melihat keistimewaan yang diberikan penjajah Belanda kepada keturunan Arab sebagai warga kelas 2, dengan menurunkan kelas menjadi kelas 3 dan menjadikan keturunan Arab sebagai pribumi maka persoalan keturunan Arab di Indonesia itu sudah selesai dan sekaligus menafikan keistimewaan perlakuan hukum (kelas 2) yang diberikan oleh pemerintahan penjajahan Belanda kepada keturunan Arab. 

   Dan pada saat Indonesia merdeka seorang dari kelompok  Ba'alawi menyumbangkan harta kekayaannya sebanyak 13 juta gulden kepada pemerintahan Republik Indonesia lewat Soekarno, dimana jumlah tersebut setara dengan 120,1 juta dolar AS atau jika di rupiah kan nilainya mencapai lebih dari Rp 1.074 trilyun.  Orang tersebut adalah Sultan Syarief Kasim II yang bermarga Banahsan bin Shahab. 

   Sultan Syarief Kasim dalam perjuangan kemerdekaan menyatakan kesetiaan dan dukungan terhadap pemerintah RI, menyerahkan kedaulatan kerajaannya kepada Republik Indonesia, membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) di Siak, membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik (BPR), dan juga menolak segala bentuk campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.

   Itu hanyalah sedikit contoh dari peran kelompok  Ba'alawi terhadap kemerdekaan kita, lalu tiba-tiba di zaman informasi ini kita mendengar suara kebencian yang mengatakan bahwa mereka para Ba'alawi adalah antek Belanda? Saya katakan seorang ataupun 20 orang tidak bisa mewakili nama dari golongan tersebut, saya ingin memberi contoh Raden Abdul Kadir Wijoyo Admodjo adalah seorang Jawa kelahiran Salatiga, sampai akhir hayatnya dia membela Belanda, lalu dengan klaim sepihak saya katakan bahwa semua suku dari Raden Abdul Kadir Wijoyo Admodjo berdiri di belakang kerajaan Belanda, tentu ini pikiran yang kerdil, begitu juga bila ada seorang dari kelompok Ba'alawi yang dalam pandangan politiknya lebih condong kepada Belanda, Kita tidak bisa mengatakan bahwa kelompok Ba'alawi adalah pro Belanda, itu hanyalah seorang oknum, justru tak bisa dipungkiri banyak dari kelompok Ba'alawi yang mengangkat senjata pada saat revolusi merebut kemerdekaan, tak sedikit dari mereka mendapat bintang kehormatan bahkan menjadi pahlawan nasional. 

   Kita juga mendengar kalimat imigran Yaman yang sering muncul belakangan ini yang dilontarkan para pembenci, lalu jika kita sedikit jernih berpikir apakah lambang negara kita yang terdapat di mata uang kita dan juga di ijaza kita adalah ciptaan orang Yaman atau di hari kemerdekaan bila kita menyanyikan lagu "Hari Merdeka" Ciptaan Husain Muhammad Muthahar, lalu kita akan katakan pencipta lagu tersebut adalah para pendatang dari Yaman? Tidak! Seperti yang sudah saya katakan diatas, mereka bukanlah pendatang, tapi moyang merekalah yang pendatang.  George Bernard Shaw seorang kritikus asal Irlandia pernah mengatakan 'Kita belajar sejarah bahwa kita tidak belajar apa-apa dari sejarah' ini yang seperti kita rasakan.

   Ingin saya sampaikan khususnya kepada kelompok Ba'alawi dan keturunan Arab pada umumnya kalian tidak menumpang di negeri ini, kakek kalian berjuang dan mewarnai sejarah Negara dan bangsa ini.  Seperti yang pernah dikatan oleh sang proklamator Ir. Soekarno dalam salah satu pidatonya mengatakan  "Kita ini sudah merdeka.  Tentu harus bersyukur kepada Allah Tuhan YME.  Kita juga harus berterima kasih kepada seluruh rakyat yang sudah berjuang untuk kemerdekaan.  Karena ada warga keturunan yang juga ikut berjuang membantu perjuangan.  Kita juga harus berterima kasih kepada warga keturunan Cina.  Kita juga harus berterima kasih kepada warga keturunan India.  Tetapi kita jangan berterima kasih kepada warga keturunan Arab. 

Karena... 

Karena... Mereka... Sudah menjadi bagian dari keluarga besar bangsa kita sejak ratusan tahun yang lalu..."   Ya tentu Soekarno memahami sejarah. 

   Di akhir kalimat saya ingin menyampaikan kepada saudara-saudara saya dari kelompok Ba'alawi dan yang lainnya sesama anak bangsa bahwa setiap peristiwa mengandung hikmah yang menjadikan kita merenung dan dengan merenung memungkinkan kita melakukan introspeksi kembali dengan melihat apa-apa yang salah selama ini dengan tujuan memperbaiki apa yang kurang.  Saatnya kita sesama anak bangsa bergandengan tangan, belajar dari masa lalu dan bersama-sama membangun masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang lebih damai dan sejahtera berdasarkan keadilan dan persatuan

NB : pelaku yg gondrong jelek itubsudah ditangkap, namun ini tidak menghilangkan akar masalah kebencian antar anak bangsa yg seharusnya mulai di atasi oleh pihak berwajib, rasisme yg di kobarkan oleh kaum2 fanatik buta harus di redakan atau akan terjadi konflik yg lwbih besar, mengingat pihak klan baalawi khususnya dan selain baalawi dr golongan klan2 hadrami selama ini memilih diam dan tidak menggubris ocehan mereka yg menyatakan imigran yaman dll, namun didiamkan makin meresahkan dan mengarah kepada anarkisne yg harus diatasi atau akan terjadi konflik yg lebih besar jika terus aparat diam saja

#polemiknasab #habaib #masyaikh #kiyai #islam #indonesia #yaman