NEGARA SUDAH KALAH MELAWAN TERPIDANA SILFESTER MATUTINA?

 



Sabtu, 20 September 2025

Faktakini.info

NEGARA SUDAH KALAH MELAWAN TERPIDANA SILFESTER MATUTINA?

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.

Advokat 

Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi & Aktivis

"Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla. Mari kita mundurkan Jusuf Kalla karena Jusuf Kalla menggunakan rasisme, isu sara, untuk memenangkan Anies-Sandi ‘betul’ dan untuk kepentingan politik Jusuf Kalla tahun 2019 dan untuk kepentingan korupsi keluarga Jusuf Kalla,”

[SILFESTER MATUTINA]

Redaksi diatas, adalah kutipan pertimbangan putusan pengadilan, yang akhirnya pada 20 Mei 2019, Hakim Judex Juris ditingkat Kasasi Mahkamah Agung R.I., mengganjar Terpidana SILFESTER MATUTINA dengan vonis 1 tahun 6 bulan penjara. Ujaran yang diedarkan SILFESTER MATUTINA (Ketua Solideritas Merah Putih/Solmet), telah memenuhi unsur fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 311 KUHP.

Sayangnya, sejak 20 Mei 2019, putusan Kasasi Mahkamah Agung R.I. tidak pernah dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum. Sejumlah dalih disampaikan jaksa, dari karena alasan pandemi Covid-19, hingga yang terakhir disampaikan oleh Jaksa Agung ST Burhanudin, SILFESTER MATUTINA sudah diperintahkan dieksekusi dan sedang dicari (2/9).

Kami sendiri, mulai mempersoalkan SILFESTER MATUTINA setelah Die Hard Jokowi ini menyerang klien kami, Roy Suryo dkk dalam kasus ijazah palsu Jokowi, akan segera menjadi tersangka dan dipenjara. Dalam sejumlah diskusi di media, ketua Solmet ini terus mengintimidasi klien kami.

Akhirnya, kami mendapatkan informasi bahwa SILFESTER MATUTINA telah berstatus Terpidana, namun belum dieksekusi. Lalu, pada tanggal 31 Juli 2025 kami mendatangi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan agar segera melakukan eksekusi.

Tak kunjung dieksekusi, kami mengadukan Kejari Jakarta Selatan ke JAMWAS, JAMBID hingga Jaksa Agung R.I. Saat itu, kami meminta Jaksa Agung ST BURHANUDDIN untuk memerintahkan Kajari Jakarta Selatan Iwan Catur Karyawan, agar segera mengeksekusi SILFESTER MATUTINA.

Tak kunjung ada hasil, kami kembali mendatangi Kajari Jakarta Selatan. Kepentingannya, untuk mempertanyakan kenapa SILFESTER MATUTINA belum juga dieksekusi. Juga meminta status cekal dan buron terhadap SILFESTER MATUTINA.

Puncak kekecewaan kami pada institusi kejaksaan adalah ketika Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan pada media di hari ulang tahun korps Adhyaksa, telah memerintahkan Kajari Jakarta Selatan mengeksekusi SILFESTER MATUTINA (2/9). Sayangnya, perintah itu hanyalah 'omon-omon'.

Atas dasar itulah, pada Jum'at tanggal 19 September 2025, atau nyaris 2 bulan sejak kami mempersoalkan kasus ini di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tanggal 31 Juli 2025 lalu, kami mengadakan aksi ke Kejaksaan Agung. Tuntutannya jelas, TANGKAP SILFESTER MATUTINA ATAU COPOT JAKSA AGUNG ST BURHANUDDIN.

Dalam aksi ini, Bung Rustam Efendi membawa ayam sayur, sebagai simbol Jaksa Agung ST BURHANUDDIN bermental ayam sayur karena takut pada SILFESTER MATUTINA. Statemen akan menangkap SILFESTER hanyalah omon omon saja.

Sejumlah tokoh, ikut aksi dan mengkritik sikap kejaksaan yang terkesan takut. Bukan takut pada SILFESTER MATUTINA, tapi kuat dugaan ada kekuatan atau pengaruh Jokowi di kasus ini. Karena Jokowi, merupakan Dewan Pembina Solmet.

Ada Bang Marwan Batubara, Ust Eka Jaya (menjadi host aksi), Rizal Fadilah, Roy Suryo, Rismon Sianipar, Bu Menuk Wulandari (bersama tim ARM) Bu Dhio, Bu Wati dan Bu Jati (Bersama Tim Aspirasi), hingga ada pula para lawyer uang ikut hadir seperti Kurnia Tri Royani, Jahmada Girsang, Mulyadi, Baharu Zaman, Virca Dewi, Azam Khan, Meidy Juniarto, Syamsir Djalil dll. 

Orasi orasi kritik keras dan tajam dilayangkan pada Jaksa Agung. Pernyataan resmi, juga sudah dibacakan.

Namun, apakah Terpidana SILFESTER MATUTINA akan segera ditangkap? Apakah, Negara mampu menang atau bahkan akan kalah lagi melarang terpidana SILFESTER MATUTINA?

Kita tunggu saja babak lanjutan dari kasus ini. Yang jelas, kasus ini sudah bukan lagi kasus keluarga Jusuf Kalla. Ini adalah representasi kasus ketidakadilan hukum, yang menimpa seluruh rakyat Indonesia. [].