Hoaks Berbalut Dengki: Yasin PWI-LS dan Upaya Murahan Menghapus Jejak Ba‘Alawi
Selasa, 19 Agustus 2025
Faktakini.info, Jakarta - “Hoaks Berbalut Dengki: Mohammad Yasin Al-Branangiy Al-Liqo'iy dan Upaya Murahan Menghapus Jejak Ba‘Alawi
Muhammad Yasin bisa berkoar sesuka hati, menuding Sayyid H. Mutahar bukan keturunan Nabi, bukan bagian dari Ba‘Alawi. Tapi, mari kita jujur: dari mana keberanian itu datang kalau bukan dari iri hati yang dipoles jadi hoaks?
Lihat faktanya: nama “al-Mutahar” bukan karangan semalam suntuk, tapi marga resmi dalam silsilah Alawiyyin, dicatat rapi oleh para mu’arrikh (ahli nasab) sejak berabad-abad lalu. Rabithah Alawiyah—organisasi nasab paling otoritatif di negeri ini—mencatat jelas bahwa Mutahar adalah bagian dari keturunan Ahmad al-Muhajir. Jadi kalau Yasin menolak, pertanyaannya: ente lebih pintar dari seluruh pakar nasab dunia, apa cuma sakit hati karena nggak kebagian marga?
Kita tahu, banyak orang gelisah kalau ketemu fakta bahwa Ba‘Alawi bukan hanya menjaga agama, tapi juga ikut menjaga bangsa. H. Mutahar—habib, komponis, diplomat, pelopor Paskibraka—itu bukti bahwa darah Ba‘Alawi mengalir deras dalam perjuangan Indonesia. Dan di situlah kuncinya: kegelisahan Muhammad Yasin bukan soal nasab, tapi soal kedengkian. Karena tiap kali nama habib muncul dalam sejarah negeri, selalu ada segelintir orang yang takut kehilangan panggung.
Lucu kan? Di saat bangsa ini berhutang budi pada karya Mutahar—dari lagu kebangsaan sampai pembinaan generasi muda—Yasin malah sibuk mengorek-ngorek nasab dengan asumsi sekelas warung kopi. Kalau pun benar dia punya “riset”, kenapa tidak pernah bisa menunjukkan manuskrip atau sanad nasab yang otentik? Hoaks itu memang mudah: cukup dengki, lalu tulis asal-asalan, lempar ke publik. Tapi sejarah tidak bisa dipalsukan semudah status Facebook.
Dan mari kita garis bawahi: menyangkal Ba‘Alawi berarti menutup mata dari jejak panjang perjuangan mereka untuk bangsa. Dari perlawanan melawan kolonialisme, pendirian pesantren, hingga pengokohan NKRI—habib bukan penonton, tapi pemain inti. Maka, menafikan Mutahar sebagai habib, sama saja dengan menghapus bab penting dari sejarah Indonesia.
Jadi, Muhammad Yasin, kalau ente mau debat soal nasab, bawalah data, bukan rasa. Kalau ente mau serang Ba‘Alawi, siapkan bukti, bukan bualan. Karena publik cerdas akan melihat—bahwa di balik serangan ente, yang kentara bukan kebenaran, tapi keirian yang meronta karena kebaikan Ba‘Alawi terlalu menyilaukan.