WASPADA GERAKAN PHOBIA ISLAM BERKEDOK "KEARIFAN LOKAL"
Jum'at, 4 Juli 2025
Faktakini.info
WASPADA GERAKAN PHOBIA ISLAM BERKEDOK "KEARIFAN LOKAL"
Menghapus Identitas Islam dari Fasilitas Publik Adalah Langkah Sistematis Mengikis Peradaban Islam
Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan fenomena yang mencurigakan namun dikemas dengan sangat halus: penggantian nama-nama fasilitas umum berbau Islam dengan istilah lokal atau “netral”. Gerakan ini kerap didukung oleh narasi "melestarikan kearifan lokal", namun jika ditelaah lebih dalam, ini adalah bagian dari gerakan phobia Islam (Islamophobia) yang semakin merajalela.
Contoh nyata dan mencolok adalah penggantian nama “Rumah Sakit Islam Al Ihsan” menjadi “Rumah Sakit Welas Asih”. Sekilas tidak ada yang salah dengan istilah “Welas Asih” yang berarti kasih sayang dalam bahasa daerah. Tapi kita harus jeli: mengapa identitas “Islam” dihilangkan? Mengapa “Al Ihsan” yang penuh makna keislaman diganti dengan istilah baru? Apa motif sebenarnya di balik ini?
Bahasa Adalah Identitas
Dalam Islam, bahasa Arab bukan hanya alat komunikasi, melainkan bagian dari identitas dan peradaban Islam. Istilah seperti “Al Ihsan” bukan sekadar nama, tapi mengandung konsep spiritual yang mendalam. Mengganti istilah tersebut dengan alasan “agar lebih membumi” atau “lebih inklusif secara lokal” justru menyisakan pertanyaan serius:
Apakah identitas Islam tidak dianggap layak untuk hadir secara terbuka di ruang publik?
Kalau benar ingin memakai kearifan lokal, mengapa hanya nama-nama berbau Islam yang diubah? Mengapa tidak berlaku pada istilah asing non-Islam yang juga banyak digunakan?
Islamofobia Gaya Baru
Islamofobia hari ini tidak lagi memakai cara kasar. Ia menyusup dalam bentuk regulasi, istilah, dan narasi budaya. Tujuannya jelas: mengikis pelan-pelan simbol, istilah, dan pengaruh Islam dari ruang publik. Dan sayangnya, banyak umat Islam sendiri yang tidak sadar atau bahkan mendukung gerakan ini atas nama “toleransi” dan “lokalisasi”.
Padahal, toleransi bukan berarti menghapus identitas agama lain, melainkan menghormati eksistensi masing-masing sesuai dengan porsinya. Islam sendiri tidak pernah memaksa pihak lain mengganti nama-nama yang bersifat keagamaan. Lalu mengapa justru simbol-simbol Islam yang harus ditanggalkan?
Bahaya Sistemik
Mengaburkan identitas Islam dari publik.
Membuat generasi muda kehilangan kebanggaan terhadap istilah dan nilai Islam.
Menormalisasi penghapusan simbol-simbol agama.
Membuka pintu terhadap sekularisasi ekstrem.
Sikap Umat Islam: Tegas, Bukan Benci
Kita tidak anti budaya lokal. Islam datang ke Nusantara justru merangkul dan menyucikan budaya yang baik. Tapi kita juga tidak boleh membiarkan identitas Islam digantikan dengan dalih palsu. Umat Islam harus bersatu menyuarakan:
Tolak penghapusan istilah Islami dari fasilitas umum.
Pertahankan dan perjuangkan istilah Islam di lembaga-lembaga umat.
Edukasi masyarakat bahwa simbol Islam bukan ancaman, tapi rahmat.
*Penutup: Jangan Diam*
Diam adalah bagian dari persetujuan. Hari ini mungkin nama “Al Ihsan” diganti. Besok bisa jadi nama “Masjid” diganti menjadi “Rumah Doa”. Hari ini identitas Islam dikaburkan di rumah sakit, besok bisa jadi di sekolah, pasar, bahkan pemerintahan.
Islam adalah rahmat, bukan bahaya.
Istilah Islam adalah cahaya, bukan ancaman.
Identitas Islam bukan untuk disembunyikan, tapi untuk ditampakkan dengan bijak dan bangga.