Tertipu dengan Fanatisme PWI-LS (Antek Imad Begal Nasab)
Ahad, 6 Juli 2025
Faktakini.info
Maktabah Sarang
Tertipu dengan Fanatisme atau Tidak? Saya Kurang Tahu…
Kemarin, tepatnya malam Rabu, saya berdiskusi dengan salah satu anggota PWI LS. Kesimpulannya, hanya karena fanatisme, kita bisa menjadi bodoh.
1. Tentang Kitab Sezaman dengan Tokoh Sayid Ubaidillah
Mereka mengklaim tokoh ini tidak ada, padahal mereka merujuk pada kitab Syajaroh Mubarokah. Ketika saya balik bertanya:
“Apakah Anda sudah melihat Facebook Raden Ayu Lina II ?”
Mereka menjawab: “Tidak.”
Saya sarankan anda melihat postingan beliau kalau mengaku pembela wali songo, yang merupakan salah satu keturunan Sunan Gunung Jati. Di sana banyak terdapat manuskrip tua silsilah Wali Songo.
Wali Songo sendiri, jika hanya merujuk pada kitab sezaman, sebenarnya tidak bisa memastikan keberadaan tokoh tertentu, kecuali melalui keluarga mereka sendiri. Dari berbagai manuskrip yang ada, justru banyak jalur yang berbeda-beda, sehingga semakin patut untuk dikaji lebih hati-hati.
2. Tentang Tes DNA
Faktanya, tes DNA tidak bisa dijadikan hujjah yang kuat. Di postingan yang sama, Raden Ayu Lina II juga menunjukkan bahwa di antara keluarga Wali Songo sendiri, banyak yang hasil tes DNA-nya tidak sesuai dengan haplogroup yang diklaim sebagai keturunan Nabi.
3. Tentang Pemalsuan Makam
Ketika saya bertanya:
“Siapa yang memalsukan makam?”
Mereka menjawab: “Tidak tahu.”
Saya lanjut bertanya:
Sunan Bonang, makamnya ada berapa?
Joko Tingkir, makamnya ada berapa?
Sunan Kalijaga, makamnya ada berapa?
Mereka mulai kebingungan.
Saya tanyakan lagi:
Kenapa tidak dibongkar?
Kenapa tidak dianggap pemalsuan makam?
Salah satu makam yang diakui dan diresmikan oleh Gus Dur adalah makam Sunan Kalijaga di Bangilan, Tuban.
Apakah kita berani menuduh Gus Dur memalsukan makam?
Karena itu, dalam hal-hal yang kita tidak tahu secara detail, lebih baik kita berprasangka baik, daripada salah menuduh dan berpotensi menuduh mereka berbuat dosa besar seperti zina.
4. Tentang Oknum yang Merugikan Masyarakat
Kita sebaiknya bersikap adil: lebih banyak mana habaib yang memberikan manfaat, mengajak umat bershalawat hingga bertaubat, dibandingkan yang merugikan umat? Idealnya, kita menilai berdasarkan fakta dan manfaatnya bagi masyarakat.