PWI-LS dan Klaim Cucu Walisongo: Antara Pengakuan dan Realita

 




Jum'at, 30 Mei 2025

Faktakini.info, Jakarta - Beberapa waktu terakhir, muncul sebuah kelompok yang menamakan diri mereka sebagai PWI-LS yang mengklaim memiliki keterkaitan langsung sebagai cucu dari Walisongo dan mengaku sebagai penerus perjuangan Walisongo.

Klaim ini menuai perhatian dan kritik tajam dari berbagai kalangan, khususnya para pemerhati sejarah dan keturunan asli Walisongo.

PWI-LS, yang di antaranya diwakili oleh tokoh seperti Imaduddin bin Sarmana bin Arsa, menyatakan bahwa mereka adalah penerus garis keturunan Walisongo. Namun, pernyataan ini dinilai tidak memiliki dasar ilmiah maupun bukti silsilah yang kuat. Bahkan, sejumlah pihak menilai bahwa pengakuan ini lebih bersifat sepihak dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara akademik maupun historis.

Lebih dari sekadar klaim nasab, yang menjadi sorotan utama adalah tabiat dan cara mereka menyampaikan klaim tersebut, yang bertolak belakang dengan ajaran dan teladan para Walisongo. 

Sebagaimana dikenal dalam sejarah Islam di Nusantara, Walisongo adalah sosok-sosok ulama besar yang menyebarkan agama Islam dengan pendekatan yang santun, penuh kasih sayang, toleran, dan menjunjung tinggi akhlak mulia. 

Sebaliknya, sejumlah pernyataan dan sikap dari PWI-LS justru mencerminkan kebencian, sikap merendahkan orang lain, dan bahkan menyebarkan fitnah terhadap kalangan habaib kelompok keturunan Nabi Muhammad SAW dan memiliki nasab yang jelas yang sudah ijma' ulama dan diakui 100 persen naqobah asyraf resmi dunia dan ahli nasab dunia.

PWI-LS juga dinilai menunjukkan sikap penuh kedengkian terhadap kemuliaan nasab para habaib. Alih-alih meneladani akhlak Walisongo, mereka justru memantik polemik dan perpecahan dengan narasi-narasi yang merendahkan dan memprovokasi.

Sejumlah tokoh masyarakat dan sejarawan menyayangkan klaim serta sikap yang ditunjukkan oleh kelompok ini. Mereka mengimbau masyarakat untuk bijak dalam menerima informasi dan tidak mudah percaya terhadap klaim nasab tanpa dasar yang kuat. 

Klaim keturunan, apalagi yang menyangkut tokoh besar seperti Walisongo, seharusnya dibuktikan dengan dokumen silsilah yang sah, bukti-bukti historis, serta akhlak yang mencerminkan keluhuran tokoh yang diklaim sebagai leluhur.

Menjadi penerus Walisongo bukan hanya soal darah dan keturunan, tetapi terutama soal akhlak dan keteladanan. Klaim nasab tanpa dibarengi dengan akhlak yang luhur dan sikap yang mulia hanya akan menjadi kedustaan yang mencoreng nama para wali yang agung. 

Semoga masyarakat semakin cerdas dalam menyaring kebenaran dan tidak mudah terprovokasi oleh klaim-klaim kosong yang menjauhkan kita dari nilai-nilai luhur warisan para wali.