Gus Rumail Miris Liat Jurus Ngeles Imad Dadang cs Hindari Undangan Rabithah Alawiyah
Senin, 27 Agustus 2024
Faktakini.info
Gus Rumail Miris Liat Jurus Ngeles Imad Dadang cs Hindari Undangan Rabithah Alawiyah
Rumail Abbas
Ada orang yang setiap hari membatalkan nasab orang lain. Tidak ada ceramah dan videonya di media sosial kecuali membatal-batalkan nasab orang lain. Diapun berkeliling dari Jawa hingga Lampung untuk berceramah tentang pembatalan nasab orang lain.
Tanpa birokrasi, tanpa tedeng aling-aling.
Pihak yang nasabnya digugat akhirnya mengundangnya di kantor paguyuban nasab miliknya. Surat pun dilayangkan lewat WhatsApp, media sosial, dan surat fisiknya diantarkan ke rumahnya.
Tak kurang dari itu, influencer-influencer yang tidak pernah berhenti membatalkan nasab yang sedang digugat pun diundang. Dari penyanyi dangdut, guru yang punya subscriber sejuta lebih, bahkan yang maqoli-maqoli sekalipun diundang.
Tiba-tiba dia siniar dengan salah satu penopang argumentasinya, alumni Dalwa dan Al-Ahgaf. Dia bilang tak mau menghadiri undangan tersebut. Alih-alih, dia menyarankan mengambil momentum di UIN Walisongo untuk berdebat dengannya.
"Kalau nasab, bisa sama saya. Mereka berbaris satu-per satu, nanti saya jawab satu-per satu. Kalau DNA, bisa sama Mas Sugeng. Kalau Filologi, bisa sama Pak Manachem Ali."
Setelah saya lihat, acara di UIN Walisongo tidaklah membahas nasab, tapi...
...Migrasi, Agama, dan Peran Sosial Keagamaan Klan Baalawi di Indonesia.
Ini, sih, kajian antopologis, diaspora, dan historiografi klan Baalawi pasca industri mekanik.
Tema nasab yang sering ia gugat terputus 550 tahun sejak Imam Ubaidillah itu ada sub-tema mana? Sub-tema "Agama"? Bukankah sudah dibatasi dengan redaksi "Indonesia", artinya sejak kesultanan hingga Revolusi 1945, kan? Karena nama "Indonesia" belum dikenal sebelum itu!
UIN Walisongo itu kampus di bawah Kemenag RI. Dan karena penyelenggaranya adalah LPPM, maka tema seminar harus berdedikasi pada masyarakat (ingat Tridarma Perguruan Tinggi?)
Ada pendukungnya yang doktor dan bekerja di lembaga negara yang birokratis bikin status di Facebook & community YouTube. Dia bilang undangan dari tergugat tidak etis dan narasumbernya tidak berkredensi (cari saja di Google Scholar, katanya).
Lha, penggugat nasab tadi juga gak punya Google Scholar, tapi leluasa ngomong sejarah dan yDNA losss tanpa hambatan (plus menghina-hina nasab orang), tapi sekalinya diundang oleh yang-dihina malah mengangkangi birokrasi kampus negeri.
Tanpa birokrasi, tanpa kredensi!
Perlu diketahui, pembatal nasab tadi tidak pernah bicara di tempat netral, pengundangnya tendensius, tidak pernah di kampus, tidak ada juri dari MUI atau Kemenag, dan tidak pula menghadirkan pakar genealogi-biologis pembanding sebagai bentuk falsifikasi.
Semuanya satu arah, semuanya monolog.
Kemudian yang-digugat mengundang baik-baik ke kantornya, namun dianggap tak etis (narasumbernya pun tidak berkredensi). Di sisi lain, tantangan penggugat yang mendompleng kampus negeri yang mengadakan seminar dengan tema non-nasab tidak pernah dianggap non-etis.
Saya nDak tahu siapa yang lebih primitif dari ini?
Selamat bekerja, wahai suami-suami yang memberi makan lebih dari tiga mulut di rumah~
Untuk diskusi di Rabithah Alawiyah, saya masih tentative. Bisa ikut, bisa pula tidak. Namun yang pasti tanggal 7 September 2024 saya sudah di Jakarta.
😊