Bela Habaib, Gus Dur: Mereka Cucu Rasul SAW Datang ke Indonesia adalah Karunia Tuhan yang Terbesar! Hanya Orang Kufur Nikmat yang tidak Mensyukurinya!
Jum'at, 14 April 2023
Faktakini.info, Jakarta - Saat ini, bermunculan pihak-pihak yang menyerang para Habaib atau keturunan Nabi Muhammad SAW, dengan menuding Rasulullah SAW keturunannya telah terputus, para Habaib itu adalah Habib palsu, dan sebagainya.
Sebagian serangan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang ngebet ingin diakui sebagai Dzurriyah Rasulullah SAW namun ditolak oleh Rabithah Alawiyah karena nasabnya tidak tersambung dengan Nabi Muhammad SAW, bahkan tidak ada hubungan dengan bangsa Arab. Para Habib palsu itu lalu dendam dan benci kepada para Habaib dan Rabithah Alawiyah sehingga gencar memfitnah nya.
Dan sebagian serangan lagi dilakukan oleh kaum Nashibi atau pembenci keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW.
Namun ternyata serangan dan fitnah kepada para Habaib itu bukan hal yang baru. Pada tahun 1983, ada peristiwa terdasyat atas fitnah yang ditujukan kepada para Habib atau cucu Nabi Muhammad SAW itu, yaitu sebuah tudingan yang dilontarkan oleh ketua MUI saat itu KH Hasan Basri (1920 – 1998).
Tudingan itu dimuat di surat kabar Harian Terbit yang dengan terang-terangan menyudutkan posisi para Habib khususnya di Indonesia.
“Tidak ada anak keturunan Rasulullah SAW di Indonesia bahkan di dunia, karena sudah dinyatakan terputus dikarenakan tidak adanya lagi keturunan Hasan dan Husein”, tudingnya.
Tudingan keji tersebut menimbulkan reaks kerasi dari Ulama, Habaib dan umat Islam.
Dan peristiwa tersebut boleh dikatakan petistiwa terdahsyat atas fitnah yang ditujukan kepada para Habaib sampai memakan waktu lebih dari dua tahun peristiwa tersebut masih hangat di perbincangkan, sampai sampai sebuah majalah mengeluarkan berita di sampul utamanya dengan judul ”APA JASAMU HAI PARA HABIB”
Merespon tudingan itu, Alhabib Muhammad Al Habsy Kwitang (saat itu beliau sedang sakit) memerintahkan Alhabib Nauval bin Jindan untuk membela kehormatan anak cucu Rasulullah SAW.
Alhabib Nauval bin Jindan kemudian dari panggung ke panggung berceramah menjelaskan kepada umat bahwa keturunan Nabi Muhammad SAW tidak akan terputus sampai hari kiamat.
AlHabib Nauval dari satu mimbar ke mimbar lainnya menyeru kepada para Ulama, ”Hai kalian para Ulama bangkit kalian jangan mau di peralat oleh siapapun. kami para Habaib tidak butuh pengakuan tapi kalau kalian hanya diam atas Fitnahan terhadap kami, sesungguhnya kalian lah yang paling rugi serugi-ruginya”
KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur kemudian mendengar kegaduhan ini dan hadir di Pon Pes AlFachriyah di Cileduk sekitar tahun 1994.
Kedatangan cucu hadratussyeikh KH Hasyim Asy'ari ini untuk memberi dukungan kepada para Habaib termasuk AlHabib Nauval bin Salim bin Jindan yang sedang menentang pimpinan MUI KH Hasan Basri yang tidak mengakui adanya turunan Nabi. Gus Dur kemudian berinisiatif untuk menunjukkan pembelaannya kepada para Habaib atau keturunan Nabi Muhammad SAW.
Dihadapan para Habaib dan ribuan jamaah yang hadir, Gus Dur dengan tegas mengatakan, "Hanya orang bodoh yang mengatakan batu permata di bilang batu koral dan yang paling bodoh batu permata kok dihargakan batu kerikil, mereka para cucunya Rasulullah SAW datang ke negeri ini merupakan karunia Tuhan yang terbesar dan hanya orang yang Kufur nikmat kalau tidak mau mensyukurinya.”
Sejak pembelaan Gus Dur diucapkan dan diviralkan, seketika kegaduhan hilang dan Para Habib di Indonesia merasa bersyukur kehormatannya dibela oleh Gus Dur.
Terkait tudingan dari kaum nashibi dan pembenci Habaib bahwa nasab Rasulullah SAW telah terputus, Habib Ali Zaenal Abidin Al Kaff dalam sebuah kajian menyampaikan, keberadaan keturunan Rasulullah SAW sebenarnya telah disampaikan dalam berbagai hadis, bahkan Al-Quran.
Dalam hadis sahih, Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa pada akhir zaman nanti, Allah SWT akan mengutus seorang Imam Mahdi untuk mengajak umat muslim melakukan kebaikan.
Rasulullah SAW pun berkata, “Dan dia adalah keturunanku.”
Bermula dari hadis tersebut, maka secara akal sehat manusia dapat disebut bahwa keturunan Rasulullah SAW pasti ada saat ini. Pasalnya, Rasulullah SAW sudah menegaskan bahwa keturunannya akan menjadi Imam Mahdi saat akhir zaman.
“Secara akal, maka apakah mungkin keturunan Rasulullah SAW itu tiba-tiba muncul di akhir zaman?” kata Habib Ali Al-Kaff.
Bukan hanya itu. Keberadaan keturunan Rasulullah SAW juga ada di dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya dia yang mengatakan engkau tidak memiliki keturunan wahai Muhammad, dialah yang tidak memiliki keturunan.”
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah SAW mengatakan, anak dari Fatimah merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW pun berkata, “Setiap anak yang dilahirkan ibunya bernasab kepada ayahnya, kecuali anak-anak dari Fatimah. Akulah wali mereka, akulah nasab mereka dan akulah ayah mereka.”
Fatimah merupakan salah satu putri kesayangan Rasulullah SAW yang dikaruniai dua orang putra. Keduanya adalah Hasan dan Husein yang merupakan cucu Nabi Muhammad SAW dan bernasab kepada Nabi Muhammad SAW.
Berbeda dengan cucu Rasulullah SAW lain yang bernasabkan pada ayahnya masing-masing.
Dalam berbagai kisah disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah dikaruniai tujuh anak. Tiga di antaranya adalah laki-laki dan empat perempuan. Ketujuh anak Rasulullah SAW itu adalah Qasim, Abdullah, Ibrahim, Zaenab, Ruqoiyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah Azzahra
Nama marga / fam Shihab, Alatas, Assegaf, Alhabsyi, Alaydrus, Bin Syech Abubakar, Almunawar, Almusawwa, Alhaddad, Mauladdawilah, Aljufri, Alhamid, bin Yahya, Baraqba, Banahsan, Albahar, Assyatiri dan lain-lain adalah sekian dari banyak contoh nama yang kerap terdengar di telinga.
Habib Rizieq Shihab dan Dr Salim Segaf Aljufri (Dewan Syuro PKS) adalah beberapa contoh kalangan Habaib.
Contoh nama-nama itu bukan sekadar nama yang diberikan orangtua kepada anaknya ketika lahir. Karena nama-nama mereka dicatat dalam suatu dokumen yang dikerjakan oleh salah satu lembaga yang sudah eksis sejak dulu bahkan sejak Indonesia masih bernama Hindia-Belanda yaitu sebelum Indonesia merdeka,
Di zaman tersebut untuk perizinan membentuk komunitas dan organisasi tentu saja kepada yang berwenang agar tidak terjadi benturan, bahkan di zaman tersebut urusan surat-surat jual beli tanah dan nikah saja melalui dokumen mereka yang berwenang, yaitu para penjajah, namun dalam kerjanya dan pendataannya maka habaib pendiri R.A tidak diintervensi pihak manapun.
Rabithah Alawiyah -- seperti dilansir laman resmi Rabithah Alawiyah -- awalnya bernama Perkoempoelan Arrabitatoel-Alawijah yang mendapat persetujuan berkumpul oleh pemerintah Hindia-Belanda pada 27 Desember 1928 di Bogor
Sumber: Dari berbagai sumber