Tolak Proyek IKN, Save Kalimantan, Jangan Biarkan Oligarki Cuci Tangan

 



Senin, 24 Januari 2022

Faktakini.info 

*TOLAK PROYEK IKN, SAVE RAKYAT KALIMANTAN*

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Advokat. Ketua Umum KPAU

Hingga detik ini, belum ada sosialisasi resmi dari pemerintah tentang manfaat proyek IKN bagi masyarakat Kalimantan yang ketempatan proyek. Hasil studi dan Kajian WALHI dkk dalam buku 'IBUKOTA BARU BUAT SIAPA?' justru menyebut proyek IKN ini hanya berpotensi menguntungkan sejumlah nama yang memiliki lahan di ring 1, ring 2 dan Ring 3 calon IKN baru di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Seluruh area calon IKN tidak lagi dikuasai rakyat biasa, melainkan tanah negara yang konsesi pengelolaannya telah dikuasai oleh sejumlah perusahaan tambang batubara, perkebunan sawit dan hutan.

Nama-nama seperti Sukanto Tanoto, Hasyim Joyohadikusumo, Reza Herwindo, Luhut Binsar Panjaitan hingga Yusril Ihza Mahendra disebut sebut dalam buku WALHI yang berpotensi diuntungkan dengan adanya proyek IKN. Tidak seperti proyek pemerintah di Jakarta, seperti pelebaran jalan yang akan berdampak pada adanya rezeki nomplok tanah rakyat yang terkena imbas proyek. Di daerah calon IKN baru tidak ada rakyat yang akan ketiban berkah uang gusuran proyek IKN, karena lokasinya memang sudah dikuasai para pengusaha dari Jakarta.

Bahkan, masyarakat kalimantan khususnya yang ada di sekitar lokasi IKN, hanya akan mendapatkan dampak negatif.

Andang Bachtiar, ahli geologi Alumnus Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) 1984 yang   pernah menjadi Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) selama dua periode mulai 2000-2005, pernah mengungkapkan dampak Negari proyek IKN bagi masyarakat Kalimantan. Andang bahkan menyebut akan ada bencana mengancam ibukota baru.

Sejak lulus kuliah tahun 1984, Andang sudah blusukan ke daerah Samarinda, Bontang, Balikpapan, Sepaku, Tenggarong, dan Panajam Paser Utara serta Kutai Kartanegara. 

Andang juga familiar dengan kawasan Panajam Paser Utara yang menjadi daerah calon ibu kota negara (IKN) yang baru. Ia bahkan pernah meriset struktur geologi di kawasan tersebut. 

Melalui Wawancara dengan jurnalis alinea.id, Andang menjelaskan Wilayah penunjang seperti yang ada sepanjang Sungai Sepaku dan dataran rendah Kecamatan Sepaku dan di Semoi pada Juni 2020 dilanda banjir. 

Penyebabnya, menurutnya batuan di sana kebanyakan kedap air sehingga air susah meresap ke dalam. Tumbuh-tumbuhan di sana juga sudah tidak terlalu banyak, sehingga struktur humus tanahnya tidak terbentuk. Padahal, itu penting untuk bisa menyerap air. Jadi, saat hujan deras, langsung banjir daerah Sepaku dan sekitarnya. 

Soal rehabilitasi tambang, sebagaimana dinyatakan WALHI ada 50 lobang tambang diakibatkan perusahaan Luhut Panjaitan, menurut Andang juga menyisakan masalah.

Andang mempersoalkan bagaimana melakukan rehabilitasi terhadap lubang-lubang tambang di sana? Apakah mau dibuat pariwisata atau tempat kawasan khusus? Semua itu tergantung komitmen pemerintah. Tapi, lagi-lagi semua itu bakal memakan biaya yang besar. Situasinya berbeda bila tidak ada lubang tambang dan orang bisa langsung membangun rumah tanpa harus memikirkan masalah lubang tambang.

Saat ditanya tentang pernyataan Wakil Bupati Penajam Paser Utara yang mengklaim bisa menyediakan air bersih untuk calon ibu kota baru. Andang justru mempertanyakan secara retoris. Tanyakan saja kepada masyarakat Sepaku dan Balikpapan. Air bersih mereka seperti apa? Mereka pasti bakal menjawab sangat sulit untuk mendapatkan air bersih karena memang air tanahnya tidak ada. begitu, kata Andang.

Andang menjelaskan di sana struktur lempung dan pasirnya hanya sedikit sehingga tidak ada air di dalam tanah. Kemudian, disebutkan ketersediaan air juga dijamin dari sejumlah bendungan. Perlu diketahui bendungan di sana sering kali mengalami kekeringan sebab air sungai di sana, seperti di Sungai Tengin dan Sungai Sepaku itu tidak konstan. Artinya, bila musim kemarau tidak ada air di sungai itu. Selain itu, di daerah sepanjang Sungai Sepaku sama Sungai Semoi ini airnya payau. Saya harus katakan daerah ini memang krisis air bersih.

*Ringkasnya, menurut Andang akan ada bencana mengancam ibukota baru di Kalimantan. Dan ancaman ini, tentu akan merugikan masyarakat Kalimantan.*

WALHI juga telah mengemukakan hal yang sama. Dan baru-baru ini, WALHI mengeluarkan rilis bahwa UU IKN mengulang inkonstitusionalitas UU Omnibus Law. Sejumlah alasan materil diungkapkan WALHI, kutipan lengkapnya sebagai berikut :

*Pertama,* Rentan konflik sosial. Setidaknya terdapat 26 (dua puluh enam) desa dan kelurahan di Kecamatan Sepaku, 23 (dua puluh tiga) desa dan kelurahan di Kecamatan Samboja, 8 (delapan) desa dan kelurahan di Kecamatan Muara Jawa serta 15 (lima belas) desa dan kelurahan di Kecamatan Loa Kulu. 

Jumlah penduduk 8 di masing-masing kecamatan sebagai berikut: Sepaku sebanyak 31.814 jiwa (2018), Samboja sebanyak 63.128 jiwa (2017) dan kecamatan Muara Jawa 37.857 jiwa (2017) dan Loa Kulu sebanyak 52.736 jiwa (2017) yang akan terdampak atas masuknya setidaknya 7.687 jiwa perpindahan pegawai lembaga negara, lembaga pemerintah dan pendukungnya. akan menekan populasi masyarakat yang sebelumnya tinggal disana, problem sosial ini belum dilakukan kajian yang serius dan inklusif. 

Terdapat dokumen yang beredar mengenai tahap pertama perpindahan ASN, didalam dokumen itu saja paling tidak dari per-ASN yang pindah terdapat 4 orang yang ikut pindah (suami/istri, 2 anak dan pekerja rumah tangga).  

Tanah pada kawasan IKN bukanlah tanah tidak bertuan, ada masyarakat adat balik yang hidup dan eksis dari tahun 1963 di wilayah itu di atas tersebut, ada wilayah administratif yang telah eksis bertahun tahun sebelumnya. 

Pada sisi lain, tidak dipikirkan bagaimana perpindahan dan penambahan penduduk akan punya potensi konflik sosial dengan penduduk lokal yang memiliki sejarah tenurial yang cukup erat sebelumnya. 

Ironisnya, ancaman potensi konflik ini telah disadari pemerintah. Hal tersebut bisa dilihat pada dokumen kajian lingkungan hidup strategis, Yang secara spesifik menyebutkan posisi struktur masyarakat adat dayak sebagai komunitas tertua, tingkat kompetitif sosial. Keterkaitan kegiatan perekonomian dengan wilayah penyangga di sekitar lokasi IKN, dan wilayah asal material pembangunan IKN, dan kemampuan beradaptasi sosial. 

*Kedua,* Pemutihan tanggung jawab korporasi dan sarat kepentingan politik. Lokasi IKN bukanlah lahan kosong, terdapat 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit dan PLTU  batubara di atas wilayah total kawasan IKN seluas 180.000 hektar yang setara dengan tiga kali luas DKI Jakarta. Itu belum termasuk 7 proyek properti di kota Balikpapan. 

Hasil penelusuran menunjukkan ada 148 konsesi di antaranya adalah pertambangan  batubara, baik yang berstatus Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 1 (satu) di antaranya berstatus Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Konsesi pertambangan saja sudah mencapai 203.720 hektar yang seluruhnya masuk dalam kawasan IKN.  

Terdapat pula 2 (dua) konsesi kehutanan masing masing berstatus Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu–Hutan Alam (IUPHHK–HA) PT. International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (PT. IKU), dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu–Hutan Tanaman (IUPHHK–HT) PT. International Timber Corporation Indonesia Hutani Manunggal (PT. IHM). 

Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau ring satu seluas 5.644 hektar seluruhnya berada di dalam konsesi PT. IHM sementara ring dua seluas 42.000 hektar mencakup konsesi PT. IHM dan sekaligus PT. IKU. Ditemukan pula 10 konsesi perkebunan di atas kawasan IKN yakni 8 (delapan) berada di ring dua dan tiga yakni Kecamatan Samboja dan Muara Jawa serta sisanya di Kecamatan Sepaku. 

Salah satu yang terbesar adalah PT. Perkebunan Kaltim Utama I seluas sekitar 17.000 hektar yang penguasaannya terhubung dengan keluarga Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi di kabinet jilid dua Jokowi-Amin. Setidaknya lebih dari 50 nama politisi terkait dengan kepemilikan konsesi di lokasi IKN.

Terdapat 94 lubang bekas tambang batubara yang tersebar di atas kawasan IKN. Dari jumlah tersebut 5 (lima) perusahaan terbanyak yang meninggalkan lubang tambang adalah PT. Singlurus Pratama (22 lubang), PT. Perdana Maju Utama (16 lubang), CV. Hardiyatul Isyal (10 lubang), PT. Palawan Investama (9 lubang) dan CV. Amindo Pratama (8 lubang).  

*Ketiga,* Ancaman terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Bahkan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN hasil studinya juga menunjukkan setidaknya ada 3 permasalahan mendasar jika IKN dipaksakan :

1. Ancaman terhadap tata air dan risiko perubahan iklim.

Sistem hidrologi yang terganggu dan telah ada catatan air tanah yang tidak memadai.

Catchment area (wilayah tangkap air) yang terganggu.

Risiko terhadap pencemaran air dan kekeringan. Sumber air bersih tidak memadai sepanjang tahun, ketidakmampuan pengelolaan air limbah yang dihasilkan dari IKN dan pendukungnya. 

Tingginya konsesi tambang di lokasi IKN juga berpengaruh terhadap sistem hidrologi. 

Secara ekonomi berdampak pada meningkatnya biaya ekonomi terhadap pemanfaatan air.

Ancaman terhadap flora dan fauna 

Tekanan terhadap habitat Satwa liar pada akhirnya akan meningkatkan risiko konflik satwa dan manusia. Di antara kasus yang sudah muncul adalah buaya. 

Beberapa flora dan fauna yang yang memiliki fungsi jasa ekosistem penting juga turut terancam.

Pembangunan IKN akan mengancam keberadaan ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan seluas 2.603,41 hektar.

2. Ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Batubara yang tersingkap meningkatkan risiko kebakaran hutan. 

Wilayah IKN adalah wilayah yang rentan terhadap pencemaran minyak. Pada kasus sebelumnya, lokasi tersebut adalah yang terdampak dari pencemaran minyak tumpahan Pertamina.

Tingginya pencemaran juga berisiko terhadap penurunan nutrien pada kawasan pesisir dan laut.

Tingginya konsesi tambang tersebut dan banyaknya lubang tambang yang belum ditutup juga meningkatkan risiko pencemaran pada air tanah, permukaan tanah dan kawasan pesisirnya.

Pembangunan IKN akan menempatkan Teluk Balikpapan sebagai kawasan industri karena akan dijadikan satu-satunya pintu masuk jalur laut ke IKN serta dijadikan satu-satunya jalur logistik untuk menyuplai kebutuhan pembangunan ibu kota baru. 

Akibatnya, lebih 10 ribu nelayan yang setiap hari mengakses dan menangkap ikan di Teluk Balikpapan akan terdampak serius. Jumlah tersebut terdiri dari 6.426 nelayan dari Kabupaten Kutai Kartanegara, 2.984 nelayan di 5 Kelurahan Maridan, Mentawir, Pantai Lango, Jenebora, Gresik dari Kabupaten Penajam Paser Utara, dan 1.253 nelayan dari Balikpapan.

WALHI juga melihat, kehadiran IKN semakin memperparah bencana ekologis dan merampas wilayah kelola rakyat. Banjir yang terjadi pada wilayah ring I IKN pada akhir 2021, mempertegas wilayah tersebut tidak layak berdasarkan KLHS menjadi lokasi IKN.  

Secara mendasar besarnya problem formil dan materil dalam penetapan ibu kota negara, dan ancaman terhadap lingkungan, penyelamatan ruang hidup rakyat, dan pelanggaran HAM. 

Tidak hanya terjadi di Kalimantan Timur, tetapi juga daerah lain sebagai pemasok bahan baku untuk rencana pembangunan IKN. Harusnya dijadikan argumentasi untuk menghentikan semua tindakan dan kebijakan dalam penetapan IKN.

*SAVE KALIMANTAN, JANGAN BIARKAN OLIGARKI CUCI TANGAN*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

Sejumlah perusahaan yang selama ini mengeksploitasi bumi Kalimantan telah menangguk untung beliung dari bisnis penambangan batubara, perkebunan sawit, dan pengelolaan hutan. Dampak dari aktivitas mereka berupa polusi, kerusakan lingkungan, dan kesenjangan sosial menjadi bagian rakyat Kalimantan.

*WALHI mencatat, Terdapat 94 lubang bekas tambang batubara yang tersebar di atas kawasan IKN.* Dari jumlah tersebut 5 (lima) perusahaan terbanyak yang meninggalkan lubang tambang adalah PT. Singlurus Pratama (22 lubang), PT. Perdana Maju Utama (16 lubang), CV. Hardiyatul Isyal (10 lubang), PT. Palawan Investama (9 lubang) dan CV. Amindo Pratama (8 lubang). 

Selain itu, terdapat 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit dan PLTU  batubara di atas wilayah total kawasan IKN seluas 180.000 hektar yang setara dengan tiga kali luas DKI Jakarta. Itu belum termasuk 7 proyek properti di kota Balikpapan. 

Hasil penelusuran WALHI menunjukkan ada 148 konsesi di antaranya adalah pertambangan  batubara, baik yang berstatus Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 1 (satu) di antaranya berstatus Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Konsesi pertambangan saja sudah mencapai 203.720 hektar yang seluruhnya masuk dalam kawasan IKN.  

Terdapat pula 2 (dua) konsesi kehutanan masing masing berstatus Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu–Hutan Alam (IUPHHK–HA) PT. International Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (PT. IKU), dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu–Hutan Tanaman (IUPHHK–HT) PT. International Timber Corporation Indonesia Hutani Manunggal (PT. IHM). 

Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau ring satu seluas 5.644 hektar seluruhnya berada di dalam konsesi PT. IHM sementara ring dua seluas 42.000 hektar mencakup konsesi PT. IHM dan sekaligus PT. IKU. Ditemukan pula 10 konsesi perkebunan di atas kawasan IKN yakni 8 (delapan) berada di ring dua dan tiga yakni Kecamatan Samboja dan Muara Jawa serta sisanya di Kecamatan Sepaku. 

*Salah satu yang terbesar adalah PT. Perkebunan Kaltim Utama I seluas sekitar 17.000 hektar yang penguasaannya terhubung dengan keluarga Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi di kabinet jilid dua Jokowi-Amin.* Setidaknya lebih dari 50 nama politisi terkait dengan kepemilikan konsesi di lokasi IKN. 

Dengan proyek IKN, diduga perusahaan-perusahaan tersebut diputihkan dosanya dari kewajiban melakukan reklamasi lubang-lubang tambang mereka. Dengan pemutihan dosa tersebut,  perusahaan tersebut dapat menghemat dana luar biasa karena tidak perlu melakukan kewajiban reklamasi.

Sejatinya, *menolak proyek IKN maknanya adalah* menuntut perusahaan-perusahaan yang telah melakukan eksploitasi kekayaan alam di bumi Kalimantan,  agar dapat bertanggung jawab atas dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.

*Menolak proyek IKN maknanya adalah* menghindari resiko bencana yang lebih besar akibat dampak pembangunan dan berkurangnya kawasan hijau di Kalimantan, yang dampak bencana itu akan berimbas bagi rakyat Kalimantan, bukan para petinggi politik di Jakarta.

*Menolak proyek IKN maknanya adalah* menghindarkan rakyat Kalimantan dan rakyat Indonesia dari beban membiayai proyek IKN yang diambil dari APBN.

*Menolak proyek IKN maknanya adalah* menjaga harmoni sosial masyarakat Kalimantan, dari dampak proyek yang tak menghargai kearifan lokal (local wisdom) Kalimantan.

Karena itu, mari segenap rakyat Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, bersama-sama menolak proyek IKN. Sudah cukup proyek infrastruktur yang membebani rakyat, jangan tambah beban lagi. [].

*Kesimpulannya, proyek IKN ini akan merugikan masyarakat Kalimantan karena berpotensi menjadi ancaman bencana disana. Sementara, bagi seluruh rakyat juga akan dirugikan karena akan membebani APBN yang sumber pendapatannya berasal dari pajak rakyat.* [].




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel