KPAU: Mosi Tidak Percaya Pada Proses Penegakkan Hukum Kasus Pembunuhan 6 Laskar FPI di KM 50

 


Sabtu, 23 Oktober 2021

Faktakini.info

*PERNYATAAN BERSAMA*

*KOALISI PERSAUDARAAN & ADVOKASI UMAT (KPAU)*

*TENTANG*

*MOSI TIDAK PERCAYA PADA PROSES PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN 6 LASKAR FPI DALAM PERISTIWA KM 50*

*بسم الله الرحمن الرحيم*

Sehubungan dengan telah dimulainya proses pemeriksaan perkara pembunuhan terhadap 6 laskar FPI di KM 50, yang berkasnya diperiksa melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat (KPAU) yang untuk selanjutnya cukup disebut dengan 'KOALISI', memberikan pernyataan hukum bersama sebagai berikut :

*Pertama,* KOALISI menilai keseluruhan proses penegakkan hukum terhadap kasus pembunuhan 6 laskar FPI atau yang lebih dikenal dengan peristiwa KM 50, tidak dimaksudkan untuk menegakkan hukum demi mencapai tujuan keadilan bagi masyarakat terutama bagi keluarga korban. Peradilan yang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak lebih dari sekedar pengadilan sinetron, yang bertujuan untuk menutup tragedi KM 50 dengan vonis yang diduga telah dipersiapkan.

Tujuan dari proses peradilan, hanya untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa perkara telah diproses -terlepas dengan berbagai kejanggalan dan dipenuhi banyak pertanyaan publik-, sehingga rezim Jokowi dapat terlepas dari tuntutan pertanggungjawaban publik dengan dalih proses hukum telah diberlakukan pada perkara ini.

*Kedua,* KOALISI menilai proses penegakan hukum dalam kasus KM 50 ini dipenuhi dengan sandiwara hukum yang penuh dengan rekayasa dan penggiringan opini publik, dilihat dari banyaknya kejanggalan-kejanggalan sebagai berikut :

1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM R.I.) memberikan simpulan bahwa peristiwa KM 50 hanya pelanggaran HAM (biasa) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Padahal, peristiwa KM 50 sejatinya adalah pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

2. Komnas HAM RI hanya menyebut 4 (empat) orang anggota FPI sebagai korban pelanggaran HAM, padahal total korban yang meninggal faktanya adalah 6 anggota laskar FPI.

3. Komnas HAM R.I meminta mengusut lebih lanjut kepemilikan senjata api yang diduga digunakan oleh laskar FPI. Padahal, hal ini mustahil terjadi sebab menilik profil 6 laskar FPI maka statemen kepemilikan senjata ini lebih layak disebut sebagai tuduhan.

4. Jaksa Penuntut Umum (JPU) semula melakukan pemberkasan perkara KM 50 berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: 152 / KMA / SK / VIII / 2021 tanggal 4 Agustus 2021 tentang Penunjukan Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada Senin, 23 Agustus 2021. Namun, hanya selang beberapa hari kemudian pemeriksaan perkara dipindahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 187/KMA/SK/IX/2021 tanggal 16 September 2021 tentang penunjukan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan memutuskan perkara pidana atas terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan.

4. Pasal yang dikenakan kepada para tersangka hanya Pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan subsaider Pasal 351 ayat (3) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Tentang Pembunuhan dan Penganiayaan. Padahal, melihat konstruksi hukum peristiwa KM 50 semestinya Jaksa juga menerapkan ketentuan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.

5. Sejak ditetapkan sebagai Tersangka, terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan tidak pernah ditahan dan tidak dipecat dari institusi dimana mereka bekerja. Padahal, Habib Rizieq Shihab yang hanya melakukan pelanggaran protokol kesehatan langsung ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka.

*Ketiga,* KOALISI menilai bahwa sebenarnya kasus yang terjadi dalam peristiwa KM 50 adalah kasus pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sehingga, simpulan Komnas HAM yang menyatakan kasus KM 50 hanyalah pelanggaran HAM (biasa) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, adalah simpulan yang tidak sesuai dengan fakta, tidak dapat dipercaya, dan diduga kuat memuat tendensi dan motif politik tertentu.

*Keempat,* KOALISI setuju dan sependapat dengan hasil kajian dan temuan Tim Pemantau Peristiwa Pembunuhan  (TP3) yang dengan tegas menyatakan bahwa dalam peristiwa KM 50 telah terjadi pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

*Kelima,* Koalisi mendesak agar terhadap seluruh pelaku yang terlibat dalam kejahatan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa KM 50, baik aktor lapangan maupun aktor intelektual, baik yang memerintah, yang melakukan, yang membantu dan turut melakukan kejahatan pembunuhan 6 laskar FPI, yang mendanai atau menyetujui pembunuhan terhadap 6 laskar FPI, kesemuanya wajib dituntut dimuka hukum berdasarkan ketentuan pasal 37 Jo Pasal 9 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, *dengan ancaman maksimum pidana mati.*

Berdasarkan lima poin pendapat dan kesimpulan tersebut, maka *KOALISI menyatakan MOSI TIDAK PERCAYA KEPADA KESELURUHAN PROSES PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANTAIAN 6 LASKAR FPI PADA PERISTIWA KM 50.* KOALISI hanya akan memberikan kepercayaan, jika peristiwa KM 50 diproses dan diadili berdasarkan ketentuan UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang membuktikan adanya Pelanggaran HAM Berat atas peristiwa pembunuhan terhadap 6 laskar FPI.

Demikian pernyataan disampaikan,

*حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ*

Jakarta, 23 Oktober 2021

Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat (KPAU)

Dibacakannya : 

*Ahmad Khozinudin*

Ketua Umum Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat (KPAU)

Dihadiri dan disaksikan :

1. Perwakilan Keluarga Korban 

2. Aziz Yanuar, SH, MH (Kuasa Hukum Keluarga Korban) 

3. Dr. Eggi Sudjana Mastal, SH, M.Si (Ketua Umum TPUA) 

4. Dr. Marwan Batubara Msc (Direktur IRESS/TP3)

5. Chandra Purna Irawan.,SH.,MH. (Ketua LBH PELITA UMAT | Lawyer & Counsellor) 

6. Dr. Herman Kadir, SH, MHum (TPAI) 

7. Dr. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH (Direktur HRS Center) 

8. Novel Bamukmin, SH* (PA 212) 

9. Edy Mulyadi (Wartawan FNN) 

10. Ustadz Irwan Syaifullah (Penasehat KPAU/Ketua AOMI)

11. Ricky Fattmazaya Munthe (Sekretaris Jenderal KPAU)

11. Segenap Wartawan dan Tamu Undangan.





Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel