Gus Dur: Saya Orang Cina Tulen

 


Rabu, 4 Agustus 2021

Faktakini.info, Jakarta - Mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ternyata keturunan Tionghoa.  Gus Dur sudah berulang kali mengungkapkan hal itu di depan publik, bahwa dia keturunan Tionghoa tulen. 

Pengakuan Gus Dur ini berarti membantah isu yang disebarkan oleh beberapa pengikutnya bahwa ia adalah Habaib atau dzurriyah Rasulullah SAW. 

"Saya ini China tulen sebenarnya, tapi ya sudah nyampurlah dengan Arab dan India. Nenek moyang saya orang Tionghoa asli," kata Gus Dur dalam talkshow "Living in Harmony The Chinese Heritage in Indonesia" di Mal Ciputra, Jalan S Parman, Jakarta Barat, Rabu (30/1/2008).

Gus Dur menjelaskan dirinya adalah turunan Putri Campa yang menjadi selir Raja Majapahit, Brawijaya V. "Putri Campa itu lahir di Tionghoa, lalu dibawa ke Indonesia," ujarnya.

Dari perkawinannya dengan Brawijaya V, Putri Campa ini mempunyai dua anak; pertama laki-laki bernama Tan Eng Hian dan anak kedua perempuan bernama Tan A Lok. Tan Eng Hian mendirikan kerajaan Demak dan akhirnya berganti nama menjadi Raden Patah. "Dari sana keturunannya," ujarnya.

Sedangkan Tan A Lok, menikah dengan seorang ulama muslim keturunan Tionghoa bernama Tan Kim Han. Dalam beberapa kesempatan lain, Gus Dur justru mengaku keturunan Tan Kim Han. Dia merupakan salah satu tokoh yang menggulingkan Kerajaan Majapahit dan ikut mengantarkan pendirian Kerajaan Islam Demak.

Tan Kim Han adalah tokoh Muslim Tionghoa pada abad ke-15 dan 16. Dia diutus oleh iparnya, Jin Bun (dalam kitab Pararaton) atau Tan Eng Hian (versi Gus Dur) atau Raden Patah, yakni Raja Demak pertama bersama Maulana Ishak (sebagian riwayat menyebut ayah Sunan Giri) dan Sunan Ngudung (konon ayah Sunan Kudus) untuk mengadakan revolusi politik pada Majapahit.

Pertanyaannya, sebenarnya Tan Kim Han ini tokoh 'fiktif atau asli? Sejauh ini belum bisa dibuktikan. Namun setidaknya catatan-catatan lama tentang Tan Kim Han ini diyakini beberapa orang.

Ketika menjadi presiden, Gus Dur pernah berkunjung ke Universitas Beijing, China, pada 3 Desember 1999. Di sana dia mendapat sambutan meriah. Selain mengaku sebagai keturunan Tan Kim Han, Gus Dur juga mengatakan bahwa salah satu putrinya belajar Mandarin di salah satu universitas di Indonesia.

Tiga tahun kemudian, pada 2003, ternyata Gus Dur diundang untuk meresmikan monumen Tan Kim Han di China. Pada tahun itu, muncul silsilah singkat tentang Tan Kim Han, berdasar dua catatan silsilah dari marga Tan cabang Meixi dan cabang Chizai yang dikompilasi pada 1576 dan 1907.

Dari catatan itu diketahui Tan Kim Han lahir pada 1383, pada masa pemerintahan Hongwu. Dia menikah tanpa anak dan mengajar di satu sekolah di Leizhou setelah lulus dalam ujian pada 1405. Berdasar catatan Chizai Fang Jiapu pada 1907, Tan Kim Han ikut bersama Laksamana Cheng Ho berkunjung ke Lambri-Aceh. Setelah itu namanya tidak tercatat lagi karena menjadi pengikut agama lain, kemungkinan Islam.

Laksamana Cheng Ho melakukan ekspedisi laut pada 1405-1433 M, salah satunya ke Lambri atau Aceh. Perjalanan tokoh muslim China ini didokumentasikan oleh Ma Huan dalam kronik China. Ma Huan tiga kali ikut dalam perjalanan Laksamana Cheng Ho, pada 1405, 1408 serta 1412. Dia juga mencatat Tan Kim Han ikut dalam perjalanan itu.

Pada 1413, Ma Huan mencatat Lambri telah menjadi kerajaan Islam, dengan populasi sekitar 1.000 keluarga, semuanya muslim dan mereka jujur. Raja di daerah itu beragama Muslim. Tan Kim Han mungkin tertarik terhadap komunitas Muslim yang hidup di Lambri dan memutuskan untuk tinggal di sana, dan menikah dengan wanita setempat, membangun keluarga di Lambri.

Keluarga yang dibentuk Tan Kim Han mulai berkembang dan menjadi keluarga berpengaruh di komunitas Muslim di Lambri hingga Jawa Timur. Tan Kim Han memiliki nama panggilan Syekh Abdul Qodir Al-Shini.

Belakangan, seorang Peneliti Prancis Louis-Charles Damais, ikut menelusuri jejak Tan Kim Han ini. Charles Damais sampai pada kesimpulan bahwa Tan Kim Han merupakan tokoh Muslim yang memiliki nama lain Abdul Qodir Al-Shini, makamnya di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.

Kakek Gus Dur , Hasyim Asyari merupakan orang Jombang, putra dari Kiai Asyari. Jombang merupakan kabupaten kecil yang secara historis wilayahnya masuk dalam wilayah Majapahit. Makam Abdul Qodir Al-Shini masih satu kompleks dengan makam Putri Campa dan Raja Brawijaya V.

Pengakuan Gus Dur ini juga dikuatkan oleh tokoh NU lainnya, Said Aqil Siradj, pada tahun 1998, seperti yang dituliskan dalam buku Gus Dur Bapak Tionghoa Indonesia.

Kala itu, pada tahun 1998, Said Aqil menceritakan bahwa Tan Kim Han memiliki anak bernama Raden Rachmat Sunan Ampel dan menurunkan KH Hasyim As'ari yang selanjutnya menurunkan KH Wahid Hasyim dan punya anak bernama Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

"Jadi, Gus Dur itu Tionghoa, maka matanya sipit," tegasnya sambil tersenyum.

Diolah dari berbagai sumber

Sumber: merdeka.com, kompas.com


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel