Kenangan Wartawan Senior Atas Wafatnya Dr Arief Munandar Wakil Pemimpin Umum FNN

 

Rabu, 14 Juli 2021

Faktakini.info

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10226320377337867&id=1294733809

Hannibal Wijayanta

Duka dan Duka

Sejak Senin sore hingga subuh ini kabar wafatnya beberapa orang sahabat dan keluarganya terus berdatangan. Semoga Allah mengaruniakan surga untuk mereka... 

++

Kabar duka datang dari Bogor pada Senin sore ba'da ashar. Isteri saya mengabarkan bahwa sahabatnya, Pratma Yulia Sunjandari (BDP-26) berpulang ke rahmatullah. Di grup LK dan Wisma Nur, sahabat saya Iwan Setiawan (TIN-24/25) yang juga suami Yuli juga mengabarkan hal yang sama. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. 

Sebelumnya, isteri saya sudah lama berkomunikasi dengan Yuli, untuk mendukung penyembuhan CA-M yang dialaminya. Namun pasca pengangkatan CA, pada pekan lalu diketahui bahwa Yuli terpapar covid. Berbagai upaya dilakukan hingga akhirnya ia dirawat di RS Karya Bhakti, Bogor. Namun kondisi Yuli semakin menurun, hingga akhirnya wafat pada Senin sore itu. 

Isteri saya sangat bersedih. Sampai acara tahlilan online kedua tadi malam, dia masih melelehkan air mata. Sebab, Yuli adalah sahabatnya sejak masih TPB angkatan 26, hingga kemudian sama-sama masuk ke jurusan Budi Daya Pertanian IPB. Apalagi kemudian mereka sama-sama nyantri di Al Husna dan di Ma'had Al Azhar di bawah asuhan Ustadz Abbas Aula. Isteri saya pula yang pertama kali mempertemukan Yuli dengan Iwan, suaminya. 

Isteri saya juga sangat dekat dengan Ibu dan adik-adik Yuli, hingga kemudian keluarga isteri saya pun bersahabat dengan keluarga Ibunda Yuli. Beberapa kali mereka saling mengunjungi. Bahkan kami pun sudah berencana akan sowan ke rumah Ibu Yuli di Blitar pada rencana mudik akhir Juni kemarin, namun gagal karena anak kami Nabila terpapar covid. 

++

Menjelang subuh, Selasa kemarin, Sahabat kami sejak masa kuliah di IPB, Dr Heri Santoso, SPi, MSi, (MSP 25) dipanggil menghadap Ilahi Rabbi. Sejak beberapa hari sebelumnya ia terpapar covid hingga kemudian pada hari Senin ia mengalami sesak nafas. 

Qadarullah 9 rumah sakit di Bogor hingga Cisarua penuh, sehingga sahabat saya yang baik, saleh, dan pendiam yang mengabdi di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup ini tidak bisa dirawat dengan lebih intensif. Ketika kondisi semakin memburuk, oksigen pun tak didapat, sehingga akhirnya almarhum tak mampu bertahan. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.

Saya mengenal Heri sejak masih di TPB IPB angkatan 25, dan bahkan satu kelompok dengannya di Kelompok 8. Kami kemudian sama-sama masuk Fakultas  Perikanan. Saya di ITK, sementara Heri di MSP. Tapi sampai tingkat III kami masih sering kuliah dan praktikum bersama di beberapa mata kuliah, seperti Biologi Laut dan Ekologi Laut Tropis. 

Setelah lulus kami lama tak bertemu. Seingat saya, saya bertemu lagi dengan Heri di Kementerian Kehutanan, Pasca Reformasi, tapi tidak sempat ngobrol lama karena saya harus mengejar sebuah acara di Kementerian Kehutanan. Saat itu saya sudah jadi redaktur muda di Majalah Forum Keadilan, sementara Heri sudah memakai seragam Kementerian Kehutanan. 

Belakangan saya mendengar Heri ditempatkan di Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara, sebelum kemudian kembali ke Bogor untuk mengambil gelar Doktor di IPB dan bertugas di Kementerian Kehutanan. 

Sejak dulu Heri adalah sosok yang baik, tawadhu dan sedikit bicara. Menurut sahabat saya Bambang Winarno, saking pendiamnya, Jama'ah Masjid Nurussalaam di Villa Ciomas Indah, Bogor, tempat dia tinggal, banyak yang tidak mengenal namanya, dan tidak tahu kalau dia adalah seorang Doktor. 

++

Petang kemarin, kabar duka datang dari Depok. Sahabat baru saya, Dr Arief Munandar, SE. ME, dipanggil Yang Maha Kuasa, mendahului kami setelah sejak pekan lalu terpapar covid. Saya sempat mengirimkan obat racikan Dr Purwati, racikan isteri sahabat saya, Mas Dr Luthfie Hakiem SH MH untuk dia, namun kondisinya terus memburuk. 

Akhirnya dengan rekomendasi Mas Gubernur, Mas Arief dirujuk ke RSUD Pasar Minggu. Beberapa kawan juga mengupayakan pengobatan untuk dia. Namun, karena kondisi terus menurun, upaya memperkuat kekebalan tubuh terus dilakukan, sementara upaya mengetuk langit pun didaraskan. Saya hadir dalam doa bersama untuknya via online. Namun qadarullah, saat isya kemarin dia dipanggil Sang Pencipta. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. 

Mas Arief adalah seorang aktifis kampus. Dulu dia aktif di ISTI FEUI, kemudian pada FSI FEUI dan Masjid Kampus ARH UI. Bahkan dia kemudian menjadi Sekjen Pertama FSI FEUI, di tahun 1991. Dia mendapatkan gelar Doktor Sosiologi dari FISIP UI, setelah sebelumnya menamatkan S1 dan S2 dari Departemen Manajemen, FEB UI. 

Selain menjadi staf pengajar di UI, dia juga menjadi trainer dan konsultan SDM. Mas Arief juga mendirikan Shafa Community, komunitas sosial-keagamaan yang fokus mengembangkan SDM pemuda. Salah satunya, Program Beasiswa Rumah Peradaban, beasiswa kepemimpinan yang didedikasikan untuk melejitkan potensi mahasiswa-mahasiswa terbaik dari Universitas Indonesia. Sebagai Kader Jamaah Tarbiyah, Mas Arief juga pernah menjadi Direktur PPSDM Nurul Fikri. 

Saya mengenal Mas Arief baru sekitar tiga tahun, setelah bertemu dan berkenalan dalam berbagai diskusi dengan berbagai tokoh oposisi. Biasanya habis bertemu dengan tokoh-tokoh itu, Mas Arief lalu mewawancarai mereka secara khusus, dan kemudian menayangkannya di laman YouTube miliknya. 

Karena latar belakangnya sebagai aktifis dan dosen, wawancara Mas Arief dengan mereka cukup lugas dan detail. Saya baru tahu tadi malam, kalau dia selalu menuliskan konsep wawancara secara detail, termasuk apa yang akan diucapkannya dalam wawancara podcast itu. Sementara bagi kami yang punya latar belakang wartawan, kami cukup memakai cue card, sebagai pedoman wawancara. 

Sebagai seorang Youtuber, Mas Arief ini luar biasa aktif dan rajin. Dalam sehari dia bisa membuat tiga content youtube yang disiapkannya dengan sangat baik dan detail, sementara isinya pun tajam, lugas, dan mewakili aspirasi banyak orang yang merasa ada masalah dengan negeri kita ini. Kami semua merasa kehilangan atas kepergiannya. 

++

Habis subuh Rabu ini, kabar duka datang beruntun dari grup mantan aktifis LDK, dan dari grup Rapim Kantor. Dari grup Mantan, sahabat kami Mbak Rubedo Dirahayu mengabarkan wafatnya sang Ibunda. Sementara dari kantor, Wakil Pemimpin Redaksi TVOne Mas Totok Suryanto mengabarkan wafatnya Manager Warehouse Mas Geri Aulia Hasyim dini hari tadi. 

Saya tidak terlalu mengenal Ibunda Mbak Yayuk, tapi saya sangat mengenal almarhum Kang Ahmad Ainul Mustaqim, suami Mbak Yayuk. Kang Taqim adalah mantan Ketua BKI IPB yang dulu banyak mengajar saya ngaji dan memahami Islam. Sementara Mbak Yayuk pun cukup dekat dengan isteri saya. Mereka kakak dan sekaligus sahabat kami sejak jaman masih mahasiswa dulu. 

Buat saya, momen yang membuat saya sangat terkesan kepada Kang Taqim dan Mbak Yayuk adalah saat mereka penelitian. Untuk skripsi mereka di Fakultas Peternakan, mereka meneliti efek hormon pada ayam yang membuat ayam menjadi cepat dewasa. Saya kaget dan kemudian tertawa terbahak-bahak ketika ayam penelitian mereka berkokok lucu padahal baru berumur sebulan.  

Sementara itu, saya baru mengenal Mas Geri pada tahun 2016, setelah saya mendapat penugasan ke TVOne. Saya sering bertemu dan kemudian ngobrol dengannya di Masjid TVOne, usai shalat fardhu atau Jumatan. Bahkan belakangan ini, di musim covid, saya sangat sering duduk bersebelahan dengan Mas Geri saat shalat Jumat. 

Dari ngobrol-ngobrol usai shalat itu, saya baru tahu bahwa Mas Geri adalah seorang mantan pemain bola nasional. Bahkan dia pernah masuk dalam tim Primavera seangkatan dengan Bima Sakti dkk. Saya tak menyangka sama sekali karena tubuh Mas Geri saat ini begitu besar dan sudah bukan postur olah ragawan lagi. 

Pertengahan bulan lalu, Mas Geri terpapar covid dan kemudian dibawa ke RSUD Cengkareng, tempat saya dirawat dulu. Karena penuh pasien, Mas Geri sempat ditangani di selasar, sehingga Manager Suporting, Pak Nurdin sempat mengontak saya dan meminta mencarikan rumah sakit lain agar mas Geri segera bisa mendapatkan penanganan yang memadai. 

Saya sempat mengontak Dr Puji Sp.P., dokter paru yang dulu merawat saya di RSUD Cengkareng saat terpapar covid, untuk menanyakan soal penuhnya rumah sakit. Dr Puji membenarkan kondisi itu, padahal kapasitas rumah sakit sudah ditambah, termasuk membangun instalasi IGD di gedung sebelah. 

Saat itu Dr Puji juga meyakinkan saya bahwa seluruh pasien walaupun belum mendapatkan ruangan, atau belum bisa masuk IGD khusus, insyaa Allah sudah mendapatkan penanganan. Sementara ketika saya tanya Mas Naufal, staf khusus Mas Gubernur, soal rumah sakit alternatif, dia katakan semua rumah sakit rujukan DKI memang sudah penuh. 

Akhirnya sejak pekan lalu Mas Geri sudah bisa masuk ke ruang perawatan. Karena kondisi semakin memburuk dia kemudian dirawat di IGD. Hingga akhirnya, Yang Maha Kuasa memanggilnya pada Rabu dini hari tadi. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun... 

++

Allahummaghfirlahum warhamhu wa'afihi wa'fuanhum...

Selamat jalan sahabat semua, insyaa Allah anda semua syahid....

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel