"New York Membungkam Islamophobia: Kota 9/11 Kini Akan Dipimpin Wali Kota Muslim”

 




Jum'at, 7 November 2025

Faktakini.info

"New York Membungkam Islamophobia: Kota 9/11 Kini Akan Dipimpin Wali Kota Muslim”

Kemenangan Zohran Mamdani sebagai Wali Kota Terpilih (Mayor-elect) New York menunjukkan bahwa politik ketakutan dan islamophobia kini tak lagi laku di kota yang dulu menjadi simbol trauma 11 September.

Profil Singkat Zohran Mamdani:

Nama lengkap: Zohran Kwame Mamdani

Lahir: 18 Oktober 1991 di Kampala, Uganda. 

Latar keluarga dan pendidikan: Keturunan India, dibesarkan di AS, lulusan Bowdoin College dengan gelar dalam Africana Studies. 

Karier politik: Anggota Majelis Negara Bagian New York (New York State Assembly) mewakili distrik ke-36 di Queens sejak 2021. 

Platform kampanye utama: Pembekuan sewa (rent freeze), angkutan umum gratis, universitas negeri gratis, pajak lebih tinggi untuk yang sangat kaya, rumah terjangkau, dan reformasi pelayanan dasar kota. 

Status saat ini: Terpilih sebagai Wali Kota Kota New York (Mayor-elect), belum dilantik. 

Tanggal pelantikan resmi: 1 Januari 2026. 

Kota New York — tempat yang dua dekade lalu menjadi pusat trauma dunia melalui serangan 11 September — kini menulis bab baru yang penuh makna. Warga kota itu memilih seorang Muslim sebagai pemimpin tertinggi kota mereka, menandai momen simbolis sekaligus politik: islamophobia yang selama ini dijadikan senjata terasa mulai kehilangan daya tariknya.

Sejak tragedi 11 September, kota ini sering menjadi medan narasi ketakutan: identitas “Muslim” banyak dipandang sebagai ancaman, sebuah asumsi yang didukung oleh sejumlah kebijakan keamanan dan sikap publik di konteks global dan lokal. Tetapi kemenangan Mamdani menunjukkan bahwa identitas agama bukan lagi sebuah penghalang mutlak dalam politik kota besar—melainkan nilai-kebijakan‐strategi yang lebih konkret telah menggeser posisi narasi ketakutan.

Selama kampanye, kelompok-kelompok yang mendayagunakan sentimen Islamophobia mencoba untuk mengguncang Mamdani dengan mengaitkan agamanya dengan isu keamanan dan terorisme. Namun warga New York memilih untuk tidak terjebak oleh narasi Islam sebagai ancaman. Mereka memilih berdasarkan isu: kemampuan pemerintahan untuk menata perumahan, transportasi, keadilan ekonomi, dan inklusivitas.

Dalam pidato kemenangan, Mamdani berbicara bukan soal balas dendam identitas, melainkan tentang perubahan sistemik: “Ketika triliunan bantuan mengalir ke kota, ketika masyarakat miskin berjuang bayar sewa, kita sudah terlalu lama dibiarkan. Sekarang masa kita untuk memperbaiki.” Ia juga menyinggung secara implisit bahwa taktik ketakutan identitas telah gagal: “Politik kita bukan tentang siapa yang kita takutkan — tetapi siapa yang kita angkat.”

Pelantikannya akan berlangsung 1 Januari 2026, dan sejak hari itu resmi ia akan memimpin kota terbesar AS. Fakta bahwa seorang Muslim kini akan memegang tampuk kepemimpinan kota yang dulu dijungkirkan oleh terorisme internasional adalah ironi sejarah sekaligus sinyal kuat: bahwa islamophobia, sejauh dijadikan taktik politik, ternyata kalah dalam kotak suara.

Makna Simbolis yang Kuat:


Kota yang menjadi episentrum narasi “Muslim = ancaman” telah memilih seorang Muslim melalui pemilu demokratis.

Islamophobia sebagai strategi politik ketakutan tidak memenangi ujian di arena nyata—di New York warga memilih perubahan kebijakan, bukan kelanjutan kecemasan identitas.

Identitas agama, dalam konteks ini, tidak menjadi beban politik; sebaliknya – kepemimpinan, agenda sosial-ekonomi, dan inklusivitas yang menjadi pangkalan suara.

Penanda Zaman Baru:

Kemenangan Mamdani bukan hanya peristiwa politik, tetapi sebuah tamparan telak terhadap ideologi islamophobia. Ia menawarkan gambaran bahwa masyarakat bisa matang, melampaui trauma kolektif, dan menolak membiarkan tragedi 11 September menjadi justifikasi panjang untuk membenci. Dari reruntuhan simbol Menara Kembar ke ruang wali kota – New York membuktikan bahwa masa depan tidak dibangun di atas ketakutan, namun atas keberanian untuk menerima perbedaan.


Ditulis oleh UFN (Ustadz Fahri Nusantara)