Gelombang Kecaman atas Aksi Perusakan Makam oleh PWI-LS: Tindakan yang Berpotensi Pidana dan Penodaan Sejarah

 



Sabtu, 4 Oktober 2025

Faktakini.info

Gelombang Kecaman atas Aksi Perusakan Makam oleh PWI-LS: Tindakan yang Berpotensi Pidana dan Penodaan Sejarah

Aksi perusakan sejumlah makam bersejarah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan PWI-LS di kawasan Pasuruan telah memicu gelombang kecaman luas dari berbagai elemen masyarakat. Peristiwa ini dinilai bukan sekadar tindakan anarkis, melainkan juga berpotensi melanggar hukum pidana dan mencederai warisan sejarah Islam di Nusantara.

Fakta Peristiwa

Berdasarkan dokumentasi video dan laporan warga sekitar, aksi perusakan terjadi pada akhir September 2025. Sejumlah anggota kelompok PWI-LS mendatangi kompleks makam yang telah menjadi situs ziarah masyarakat, lalu melakukan pembongkaran batu nisan dan struktur makam secara paksa dengan dalih “pemurnian ajaran” dan “penertiban situs”. Tindakan tersebut dilakukan tanpa izin ahli waris, tanpa koordinasi dengan pemerintah setempat, serta tanpa dasar hukum yang sah.

Aspek Hukum yang Dilanggar

Dari sudut pandang hukum positif Indonesia, aksi ini dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana perusakan sebagaimana diatur dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP, yang menyatakan:

 “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.”

Selain itu, tindakan tersebut juga dapat masuk dalam ranah Pasal 156a KUHP, apabila perusakan dilakukan dengan motif kebencian terhadap suatu golongan agama atau praktik keagamaan tertentu, karena makam-makam tersebut merupakan bagian dari tradisi ziarah umat Islam yang telah berlangsung turun-temurun.

Lebih jauh, dalam konteks pelestarian cagar budaya, apabila lokasi tersebut telah ditetapkan atau masuk dalam kategori situs bersejarah, maka perbuatan itu juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, khususnya Pasal 66 yang melarang perusakan atau penghilangan situs sejarah dengan ancaman pidana berat.

Gelombang Kecaman dari Berbagai Elemen

Kecaman keras muncul dari berbagai ormas dan tokoh Islam nasional. Forum Syuhada Indonesia (FSI) DKI Jakarta secara tegas mengutuk tindakan tersebut sebagai tindakan biadab yang tidak dapat dibenarkan secara syar’i maupun hukum negara. Mereka menilai bahwa tindakan perusakan itu merupakan upaya merusak harmoni umat dan mengaburkan jejak sejarah perjuangan Islam di tanah air.

Senada dengan itu, Dewan Pimpinan Pusat Front Mahasiswa Islam (DPP FMI) juga menyampaikan pernyataan resmi mengutuk keras perusakan makam, menyebutnya sebagai “tindakan kriminal berkedok dakwah” dan menuntut aparat penegak hukum bertindak cepat dan tegas terhadap para pelaku.

Habib Abubakar Assegaf dalam sebuah video pernyataan turut mengecam keras aksi tersebut. Beliau menilai tindakan itu telah melecehkan kehormatan para ulama dan tokoh Islam masa lalu yang dimakamkan di tempat tersebut. Habib Abubakar menyerukan agar masyarakat tidak tinggal diam dan mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi hukum terhadap pelaku sesuai ketentuan yang berlaku.

Tak hanya dari Jakarta, APSIH-SS (Aliansi Pecinta Sejarah Islam dan Habaib – Sulawesi Selatan) juga menyuarakan kecaman keras. Mereka menilai tindakan PWI-LS ini bukan hanya merusak fisik makam, tetapi juga merupakan penodaan terhadap sejarah Islam Nusantara yang selama ini mereka jaga dan teliti. APSIH-SS menyatakan siap memberikan dukungan hukum dan sejarah untuk memastikan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Tuntutan Hukum dan Moral

Berbagai pihak mendesak agar aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan menyeluruh, mengidentifikasi aktor intelektual di balik aksi perusakan tersebut, dan menjerat mereka dengan pasal-pasal yang relevan. Mereka menegaskan bahwa pembiaran terhadap tindakan seperti ini akan membuka ruang bagi aksi-aksi serupa di masa mendatang, yang berpotensi memecah belah umat dan merusak warisan sejarah bangsa.

Tindakan perusakan makam oleh PWI-LS bukan sekadar persoalan internal kelompok tertentu, melainkan persoalan hukum, sejarah, dan keutuhan sosial bangsa. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas dan transparan menjadi tuntutan mutlak agar keadilan ditegakkan dan warisan sejarah Islam di Indonesia tetap terjaga.