RAJA CITRA DARI JAWA ITU GILA
Sabtu, 14 Juni 2025
Faktakini.info
RAJA CITRA DARI JAWA ITU GILA
by M Rizal Fadillah
Dalam buku dongeng HC Andersen ada kisah raja yang gemar pencitraan dengan berganti-ganti baju, senang dipuji rakyat, egosentris, dan tidak pernah puas diri. Sampai ada dua orang pebisnis tipu-tipu menawarkan baju yang terbagus di dunia. Raja tertarik dan setuju dibuatkan. Kedua orang penipu dan penjilat itu mulai bekerja. Demi profesionalitas ia minta bekerja secara rahasia dan kelak hanya orang tidak bodoh dan jujur saja yang dapat melihat baju terindah itu.
Sesungguhnya tidak ada baju yang dibuat, tapi keduanya mahir berpura-pura. Sementara Menteri yang diutus takut disebut bodoh dan tidak jujur terpaksa berpendapat bahwa baju itu luar biasa bagusnya. Raja juga yang datang untuk melihat menyatakan baju itu sangat indah. Ia takut menjadi orang bodoh dan tidak jujur. Segera dikenakanlah baju palsu itu kepada Raja.
Raja bersiap upacara terbuka di depan rakyat dengan memakai baju produk penipu tersebut. Memamerkan kepada rakyat yang memuji-muji keindahan pakaiannya. Rakyat semua takut disebut dirinya bodoh atau tidak jujur. Sesungguhnya Raja itu telanjang, hanya mengenakan mahkota dan celana dalam. Adalah anak kecil yang mentertawakan Raja. Itupun segera dicegah oleh ayahnya.
Di tengah kehidupan nyata kadang ada orang yang mengaku sebagai Raja berperilaku seperti dalam negeri dongeng Hans Christian Andersen. Dikelilingi oleh Menteri penjilat, pembohong dan pemuji-muji. Sang Raja dianggap hebat, sakral, sederhana dan sejuta pencitraan indah lainnya. Ada penipu bayaran yang melengkapi dengan sertifikat terindah yang namanya ijazah.
"Hanya orang jujur dan tidak bodoh yang dapat melihat bahwa ijazah sang Raja itu asli", begitu kata pebisnis dan penipu yang inisialnya P, K, atau I. Bersama-sama mereka menciptakan pencitraan untuk sang Raja. Raja Citra dari Jawa. Lingkaran dekat dan rakyat bernyanyi koor "ijazah bapak Raja itu asli". Mereka takut disebut bodoh atau tidak jujur. Merekapun dibayar untuk pujian tersebut.
Saksi-saksi baik penasehat maupun kroni harus memasang badan demi sukses pencitraan. Raja membayar mahal untuk sandiwara itu. Membayar kepalsuan menutupi kebodohan. Perlu media dan pendengung untuk mengkampanyekan. Kepercayaan pada pabrik dan hasil kerja aparat diciptakan. Lembaga ilmiah harus bergeser menjadi institusi dogma.
Raja diiringi para punggawa dan pengekor sedang berjalan memamerkan baju akademik yang seolah bagus, padahal ia sedang telanjang memalukan dan memilukan di perjalanan kepalsuan. Mereka yang dengan jujur melihat ketelanjangan dianggap pembenci, pencemar dan tukang fitnah. Mengingatkan rakyat yang terbius disebut menghasut.
Raja Citra dari Jawa sesungguhnya mulai gelisah. Akhirnya ia sadar sertifikat itu cepat atau lambat akan tidak identik apalagi otentik. Pebisnis tipu-tipu akan kabur dengan seribu alasan.
Anak kecil jujur mulai berani mentertawakan bersama orang yang mereka sebut tukang fitnah dan penghasut. Semua bertekad untuk membela kebenaran, kejujuran dan keadilan.
Situasi menjadi berbalik. Kejahatan tidak bisa dibiarkan dan harus dibasmi. Tidak ada dusta abadi. Tidak juga pada Raja dan keluarga. Masa jumawa segera hilang atau sirna dan
berakhir di penjara.
Raja bodoh yang berpura-pura bahagia itu ternyata telah menjadi gila.
Ia tertawa sambil lompat-lompat dan teriak-teriak : "Asli...Asli...Asli.. !".
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 9 Juni 2025