Nasab Palsu Sekte Imad: Antara Ambisi Identitas dan Penghinaan terhadap Leluhur

 



Rabu, 4 Juni 2025

Faktakini.info, Jakarta - Di tengah masyarakat yang semakin terhubung dan kritis, fenomena klaim nasab mulia—terutama keturunan tokoh besar seperti Walisongo, Sayyidina Hasan, atau Sayyidina Husein—semakin sering menjadi sorotan. 

Salah satu contoh yang memicu kontroversi adalah klaim yang dilakukan oleh Imaduddin bin Sarmana bin Arsa dan kelompoknya, yang dikenal sebagai sosok yang ingin dimuliakan dalam urusan nasab, bahkan dijuluki “orang-orang gila nasab.”

Imad dan kelompoknya secara terang-terangan menyatakan dirinya sebagai cucu dari Walisongo sekaligus keturunan langsung dari Ahlul Bait Rasulullah SAW, yakni dari garis Sayyidina Hasan dan Husein. 

Klaim seperti ini tentu menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat, terutama jika tidak disertai bukti sejarah dan dokumen genealogi yang otentik dan diakui secara ilmiah.

Dan terbukti setelah ditelusuri, Sarmana bin Arsa ayah kandung Imad tidak memiliki ketersambungan nasab ke Sultan Hasanuddin Banten, Sunan Gunung Jati apalagi ke Nabi Muhammad SAW.

Klaim Nasab: Mengangkat Diri atau Menjatuhkan Leluhur?

Yang menjadi ironi dalam fenomena ini adalah bahwa klaim tersebut sejatinya merupakan bentuk pelecehan terhadap leluhur kandungnya sendiri. Misalnya, apabila seseorang ditakdirkan Allah sebagai keturunan dari suku atau etnis tertentu—entah itu Jawa, Tionghoa, Mongol, atau lainnya—lalu dengan mudahnya mengingkari garis keturunan tersebut demi mengaku sebagai “orang Arab” dengan tujuan untuk status sosial atau legitimasi agama alias ingin diakui sebagai Habib/Sayyid/Syarif maka sesungguhnya ia sedang merendahkan asal-usul dan takdir yang telah Allah tetapkan untuknya.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 13:

"Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa."

Ayat ini dengan tegas menolak keutamaan nasab semata. Kemuliaan tidak ditentukan oleh garis keturunan, tetapi oleh ketakwaan.

Bahaya Sosial dari Klaim Palsu

Klaim-klaim tidak berdasar kelompok Imad ini bukan hanya berbahaya bagi yang bersangkutan secara spiritual, tetapi juga berdampak sosial. Ia bisa menyesatkan umat, merusak silsilah historis, dan bahkan memicu konflik horizontal di antara kelompok masyarakat. Terlebih jika klaim tersebut digunakan untuk mendapatkan kekuasaan, donasi, atau kedudukan agama secara tidak sah.

Perlunya Edukasi Nasab dan Sejarah

Penting bagi masyarakat untuk memahami sejarah dan ilmu nasab dengan pendekatan akademis dan dokumentatif. Kita juga harus menghargai siapa pun leluhur kita, apapun suku dan bangsanya. Mengangkat diri dengan menginjak martabat leluhur bukanlah bentuk kemuliaan, melainkan bentuk kesombongan yang tidak diridhai oleh Allah SWT.