Tanggapi Vonis Hakim, Din Syamsuddin: Habib Rizieq Dihukum, Kerumunan Pejabat Dibiarkan!

Senin, 31 Mei 2021

Faktakini.info, Jakarta - HRS alias Habib Rizieq Shihab divonis delapan bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Vonis hakim itu mencerminkan rasa ketidakadilan. Sebab fakta kerumunan banyak terjadi bahkan melibatkan penguasa tapi dibiarkan tanpa tindakan hukum.

M Din Syamsuddin, tokoh Muhammadiyah dan Presidium KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia), menyebut, dari sudut rasa keadilan seharusnya HRS dibebaskan dari hukuman.

“Kalau kerumunan di masa Covid-19 dianggap sebagai pelanggaran hukum maka mengapa fakta-fakta kerumunan yang begitu banyak, termasuk yang melibatkan penguasa, tidak dibawa ke jalur hukum,” kata Din Syamsuddin yang menjabat Ketua Umum Muhammadiyah periode 2005-2015,Jumat (28/5/2021).

”Rasa keadilan rakyat terusik. Sangat nyata dan kasat mata ketakadilan itu,” tandas M. Din Syamsuddin mengomentari sidang HRS dengan tuduhan sampai tiga perkara yaitu kerumunan di Petamburan Jakarta, Mega Mendung Jawa Barat, dan Bandara Cengkareng.

Merujuk berita BBC, Habib Rizieq Shihab dan lima orang lainnya divonis hukuman delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jaktim, Kamis (27/5/2021), terkait kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Mereka dinyatakan bersalah melanggar aturan karantina kesehatan.

”Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama delapan bulan,” kata hakim ketua Suparman Nyompa.

Habib Rizieq Shihab telah ditahan sejak 13 Desember 2020, dengan vonis delapan bulan itu maka dia akan di penjara hingga Agustus 2021 mendatang.

Menurut majelis hakim, Habib Rizieq dan lima terdakwa lainnya yaitu Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Al-Habsyi, dan Maman Suryadi bersalah terkait kerumunan massa melebihi batas maksimum saat acara pernikahan putrinya dan peringatan Maulid Nabi Muhammad di Petamburan.

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yaitu pidana penjara selama dua tahun. Jaksa juga menuntut agar Habib Rizieq dkk dicabut haknya sebagai anggota pengurus ormas selama tiga tahun.

Dalam amarnya, majelis hakim menjelaskan, acara pernikahan dan peringatan Maulid Nabi Muhammad yang digelar di Petamburan bukanlah kejahatan. Namun acara ini menimbulkan kerumunan yang melanggar protokol kesehatan di tengah upaya pencegahan virus Corona.

Atas putusan ini, Habib Rizieq dkk dan jaksa penuntut umum meminta waktu selama sepekan untuk pikir-pikir.

Dalam sidang sebelumnya, majelis hakim PN Jaktim, Kamis (27/05), telah menjatuhkan pidana denda sebesar Rp20 juta kepada Habib Rizieq Shihab, karena terbukti bersalah tidak mematuhi aturan karantina kesehatan dalam kasus kerumunan massa di Megamendung, Jawa Barat.

Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntutnya 10 bulan pidana penjara dan denda Rp 50.000.000 juta subsider tiga bulan kurungan. Pada amar putusan dalam kasus kerumunan di Megamendung, majelis hakim menyatakan Habib Rizieq terbukti bersalah lantaran tidak mematuhi aturan karantina kesehatan, sehingga dijatuhi pidana denda sebesar Rp20 juta.

“Apabila denda tidak dibayar, maka akan diganti pidana kurungan selama lima bulan,” kata salah-seorang majelis hakim. 

Sidang Putusan Habib Rizieq Kasus Kerumunan Megamendung Dan Petamburan: Kamis (27/5/2021) Mulai Jam 9 Pagi Di PN Jaktim, Rakyat Menuntut Keadilan

Dalam persidangan sebelumnya, Habib Rizieq telah memerinci beberapa nama tokoh yang telah melanggar protokol kesehatan tetapi tidak dilakukan pidana.

Pertama, anak (Gibran) dan menantu (Bobby Nasution) Jokowi saat Pilkada 2020 di Solo dan Medan yang menurutnya, telah melakukan pelanggaran prokes belasan kali atau dalam istilah JPU disebut kejahatan prokes.   

Dia juga menjelaskan kegiatan Anggota Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) Habib Luthfi Yahya di Pekalongan yang sejak awal pandemi selama berbulan-bulan di setiap malam Jumat Kliwon, menggelar pengajian rutin yang dihadiri ribuan massa tanpa jaga jarak dan tanpa masker.

"Bahkan sempat membuat pernyataan kontroversial di hadapan ribuan massa untuk mengabaikan dan tidak peduli wabah corona. Ini merupakan pelanggaran prokes yang dalam istilah JPU disebut kejahatan prokes," lanjut Habib Rizieq.

Habib Rizieq juga menyinggung kegiatan Eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersama Raffi Ahmad usai menghadiri pesta ulang tahun pengusaha dan pembalap, Ricardo Gelael, pada 13 Januari 2021. Itu juga dinilainya menggelar kerumunan dan melanggar protokol kesehatan.  

Dia juga menyinggung Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dihadiri oleh KSP Moeldoko yang telah membuat kerumunan dan melanggar prokes.

"Bahkan telah menyebabkan terjadinya bentrok sehingga mengganggu ketertiban umum di Deli Serdang, Sumut pada tanggal 5 Maret 2021. Ini pun pelanggaran prokes yang menurut JPU disebut kejahatan prokes," tuturnya. 

Kelima, kegiatan pada 18 Januari 2021, Presiden Jokowi menggelar kerumunan ribuan massa tanpa protokol kesehatan di Kalimantan Selatan dan di beberapa daerah lainnya.

"Di Maumere, Nusa Tenggara Timur, keduanya adalah pelanggaran prokes yang menurut istilah JPU disebut kejahatan prokes," kata Habib Rizieq.

Semua nama-nama diatas ini memang betul telah melanggar protokol kesehatan bahkan sebagian dari mereka telah dilaporkan oleh masyarakat. Namun anehnya mereka semua yang merupakan penguasa dan dekat dengan penguasa di negeri ini aman-aman saja tidak ada yang diproses hukum. Sementara Habib Rizieq dkk yang dianggap kontra pemerintah terus dijerat hukum dengan dalih pelanggaran prokes. 

Terakhir, dia menyinggung kegiatan kerumunan terbaru di objek wisata Ancol yang dihadiri 39.000 di hari kedua Idulfitri 14 Mei 2021 kemarin.

Menurut Habib Rizieq kerumunan tersebut terjadi akibat aturan pemerintah terkait pelarangan mudik tetapi wisata tetap dibuka.

"Kampanye Wisata Menteri Pariwisata RI Sandiaga Uno dengan izin Dinas Pariwisata Pemprov DKI Jakarta, ini jelas-jelas pelanggaran prokes juga yang dalam istilah JPU disebut kejahatan prokes," tegasnya,

Habib Rizieq kemudian mempertanyakan sikap JPU yang tidak memproses seluruh kegiatan tersebut secara hukum dan dipidanakan.

"Apa JPU sebagai penegak hukum boleh membiarkan penjahat tanpa proses hukum pidana? Bukankah membiarkan kejahatan tanpa diproses Hukum Pidana juga merupakan kejahatan? Apakah JPU juga mengkategorikan diri mereka sendiri sebagai penjahat yang membiarkan kejahatan?," tegas Habib Rizieq.

Menurutnya, statusnya saat ini sama dengan para pelanggar protokol kesehatan yang dibeberkannya di awal.

Sumber: hajinews.com dan lainnya. 





Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel