Panglima Kudeta Myanmar Terlibat Dalam Genosida Muslim Rohingya

 




Selasa, 2 Februari 2021

Faktakini.info, Jakarta - Satu tahun ke depan, myanmar berada dalam kondisi darurat. Hal ini terjadi setelah terjadinya kudeta militer yang dipimpin Panglima Militer Tertinggi Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, Senin, 1 Februari 2021.

Lalu siapa sesungguhnya Jenderal Min Aung Hlaing? Tidak seperti Aung San Suu Kyi yang namanya telah mendunia, nama Min Aung Hlaing belum cukup akrab di telinga masyarakat internasional.

Pria berumur 64 tahun ini sebenarnya mulai diperhatikan dunia ketika militer Myanmar mengambil tindakan keras terhadap etnis muslim Rohingya.

Selama ini, Aung San Suu Kyi memikul kemarahan dunia atas krisis yang terjadi terhadap muslim Rohingya. Namun sebenarnya, Ming Aung Hlaing juga bertanggung jawab atas kekejaman yang terjadi terhadap etnis minoritas Rohingya.

Tidak banyak sumber yang membahas tentang detail pribadi Min Aung Hlaing. Namun dia diketahui diangkat menjadi panglima tertinggi militer Myanmar atau dikenal dengan nama Tatmadaw pada 30 Maret 2011 silam.

Menurut mantan teman sekelasnya, yang dikutip oleh Reuters, Min Aung Hlaing adalah seorang kadet biasa-biasa saja, yang diterima di Akademi Layanan Pertahanan pada usaha ketiganya. Meskipun demikian, jabatannya di militer selalu dipromosikan secara teratur.

Min Aung Hlaing menghabiskan sebagian besar karir militernya untuk memerangi pemberontak di perbatasan timur Myanmar dalam konflik yang dikenal karena mendiskriminasi etnis minoritas.

Pada tahun 2009, Min Aung Hlaing mengawasi operasi militer di sepanjang perbatasan Myanmar-China untuk menggulingkan kekuasaan pemimpin regional yang kuat, Peng Jiasheng di wilayah Kokang yang berbatasan dengan China.

Ketika ia memimpin operasi militer di Kokang, terjadilah insiden yang menewaskan puluhan orang. Insiden ini telah melanggar gencatan senjata selama 20 tahun dan mendorong 30.000 warga di wilayah ini mengungsi ke China.

Seperti dikutip dari TIME, ketika dia diangkat penjadi pemimpin militer, pemerintah barat awalnya menyambut panglima baru dengan antusias. Min Aung Hlaing disamakan dengan seorang negarawan, berkat karismanya dan artikulasi yang jelas tentang visi politik.

Min Aung Hlaing diharapkan akan memudahkan proses kembalinya Tatmadaw ke barak. Namun harapan ini dengan cepat memudar, ketika sang jenderal menyatakan perlunya keterlibatan militer yang berkelanjutan dalam politik Myanmar.

Pada 2015, beberapa bulan sebelum pemilihan umum nasional yang mendorong Suu Kyi naik ke tampuk kekuasaan, dia mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak memiliki target untuk membuat Myanmar dipimpin penuh oleh pemerintahan sipil.

“Bisa jadi lima tahun atau bisa 10 tahun, saya tidak bisa mengatakan,” ujarnya ketika itu.

Ketika Suu Kyi diangkat menjadi pemimpin Myanmar pada 2016, dia tidak dapat mengubah konstitusi tanpa persetujuan militer. Ia pun memutuskan untuk menjalankan pemerintahan bersama dengan mantan penculiknya.

Pada 2016, Min Aung Hlaing menjadi kepala Tatmadaw pertama dalam beberapa dekade yang menghadiri Hari Martir bersama Suu Kyi. Penampilannya secara luas ditafsirkan sebagai tanda tumbuhnya kolegialitas antara militer dan Aung San Suu Kyi dengan pemerintahan sipilnya.

Beberapa pengamat Myanmar mengatakan bahwa krisis Rohingya telah membuat tegang hubungan antara Suu Kyi dan Min Aung Hlaing. Tapi peraih Nobel itu bersikeras bahwa dia dan pemerintahnya “berdiri teguh” dengan militer dan panglimanya.

Pada 2018, Tim Pencari Fakta Internasional melaporkan bahwa tentara Min Aung Hlaing telah dengan sengaja menargetkan warga sipil di negara bagian Myanmar utara dan telah melakukan “diskriminasi sistemik” dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine.

Secara khusus, dia dituduh melakukan pembersihan etnis terhadap orang-orang muslim Rohingya. Pelanggaran hak asasi manusia ini dapat berupa genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.

Dilarang di Berbagai Media Sosial dan Dicekal ke AS

Seperti dikutip dari Wikipedia, Facebook melarang Min Aung Hlaing dari platformnya bersama dengan 19 pejabat dan organisasi Myanmar lainnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah ketegangan etnis dan agama lebih lanjut di Myanmar.

Tindakan ini dilakukan Facebook setelah adanya laporan investigasi PBB, bahwa para pemimpin militer tertentu di Myanmar diselidiki dan dituntut atas genosida terhadap Muslim Rohingya. Menyusul Facebook, Twitter kemudian melarangnya dalam pada 16 Mei 2019.

Pada Juli 2019, pemerintah Amerika Serikat pun melarang dia bepergian ke Amerika Serikat. Pada Desember 2020, AS membekukan aset Min Aung Hlaing yang berbasis di negara tersebut dan mengkriminalkan transaksi keuangan antara dia dan siapa pun di Amerika Serikat.

sumber: kompas.tv

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel