Letjen MT Haryono: Sang Poliglot Ulung, Perwira Cerdas, dan Firasat Keluarga Menjelang Tragedi G30S/PKI
Rabu, 8 Oktober 2025
Faktakini.info
Letjen MT Haryono: Sang Poliglot Ulung, Perwira Cerdas, dan Firasat Keluarga Menjelang Tragedi G30S/PKI
Letnan Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, atau MT Haryono, adalah sosok perwira Angkatan Darat yang dikenal cerdas, berwibawa, dan memiliki kemampuan luar biasa dalam berbahasa asing. Lahir di Surabaya pada 20 Januari 1924, ia sejak kecil sudah menunjukkan jiwa kepemimpinan. Saat bersekolah di HIS, teman-temannya menjulukinya “Si Kepala Macan” karena sifatnya yang tegas dan karismatik.
Awalnya, cita-cita Haryono bukan menjadi tentara, melainkan dokter. Ia sempat menempuh pendidikan kedokteran di Ika Daigaku Jakarta. Namun, begitu Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, darah juang mengalir deras dalam dirinya. Ia meninggalkan mimpi menjadi dokter dan bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sejak itulah jalan takdirnya berubah.
Kecerdasannya dalam menguasai bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman membuatnya dipercaya untuk menjadi wakil Indonesia dalam berbagai perundingan penting. Pada usia muda, ia sudah menjadi sekretaris dalam pertemuan-pertemuan internasional, termasuk Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tahun 1949. Di sana, Mayor Haryono tampil percaya diri sebagai poliglot ulung, berbicara tiga bahasa dengan lancar di hadapan para diplomat dunia.
Setelah kedaulatan diakui, ia diangkat sebagai Atase Pertahanan di Kedutaan Besar RI di Belanda. Namun, tugas di negeri orang tidaklah mudah. Ia menghadapi kasus penyelundupan senjata dan bahkan ancaman pembunuhan dari kelompok veteran perang Belanda. Semua itu dilaluinya dengan kepala tegak, menjadikan namanya semakin disegani.
Sekembalinya ke tanah air, Haryono menapaki karier cemerlang. Ia menduduki berbagai posisi strategis, hingga pada 1964 diangkat sebagai Deputi III Menteri Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal. Namun, sikap tegasnya menolak gagasan “Angkatan Kelima” yang diusung PKI membuat dirinya masuk dalam daftar hitam.
Tragedi itu akhirnya datang pada dini hari 1 Oktober 1965. Pasukan Cakrabirawa mendobrak rumahnya, menyeret, dan menembaknya ketika ia mencoba melawan. Tubuhnya dibawa pergi, meninggalkan luka mendalam bagi keluarga dan bangsa.
Yang membuat kisah ini semakin menggetarkan adalah firasat keluarga sebelum peristiwa. Putrinya, Ade Mirja, bermimpi melihat sang ayah diculik. Putra bungsunya, Rianto, menyaksikan langsung rumah yang hancur berantakan dan sang ayah diseret dengan kasar “seperti sekarung beras.” Bahkan, hari-hari sebelumnya, Haryono yang biasanya akrab mendengarkan musik klasik bersama putrinya tiba-tiba menjauh, seolah sudah tahu ajal menjemput.
MT Haryono gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Namun, kisah hidupnya tetap menjadi teladan: perwira cerdas, diplomat ulung, dan prajurit yang memegang teguh kebenaran hingga akhir hayat.
Sumber : erakini.id
#MTHaryono #PahlawanRevolusi #SejarahIndonesia #Tragedi1965 #G30SPKI #PejuangBangsa #KisahPahlawan