Gilas Imad, Lora Ismael: Faqih Muqoddam Mi’raj 70 x ? (catatan untuk yang mau membaca dan berfikir)
Senin, 19 Mei 2025
Faktakini.info
Muhammad Ismael Al Kholilie
• Faqih Muqoddam Mi’raj 70 x ? ( catatan untuk yang mau membaca dan berfikir )
“ udah dituduh palsu nasabnya, disesat-sesatkan, difiktif-fiktifkan, dan puncaknya dikafir-kafirkan “
Ibarat kata, kebencian dan kejulidan Kiai Imad dkk kepada para Habaib Ba’aalwi sudah mencapai puncak ubun-ubun, tak tanggung-tanggung yang disenggol mereka adalah tokoh leluhur dan ulama besar yang paling dihormati dalam sejarah Habaib yaitu Al-Imam Al-Faqih Muqoddam Muhammad Bin Ali Ba’alawi. dalam sebagian ceramahnya Kiai Imad bahkan berdalil dengan kitab Mbah Hasyim Asy’ari demi untuk mengkafirkan Faqih Muqoddam, entah karena terlalu bersemangat atau bagaimana, Kiai Imad salah dalam mengutip ibarotnya :
من ادعى أنه عرج إلى السماء فقد كفر
“ kata Mbah Hasyim barang siapa yang mengaku bisa Mi’raj ( naik ke langit ) maka ia sungguh telah kafir “
Kiai Imad sepertinya tidak fokus kepada alasan utama mengapa klaim itu bisa menyebabkan kekufuran, tentu bukan hanya gegara klaim bisa naik ke langit seseorang bisa jadi auto-kafir seperti ibarot pelintiran beliau, kalo seperti itu beliau bisa saja mengkafirkan Garuda Air, Lion Air, Susi Air dll. Alasan utamanya bisa kita pahami dari redaksi asli Mbah Hasyim dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah yang menukil dari kitab Al-Syifa karya Al-Qodhi Iyad berikut ini :
وكذلك القرامطة وأصحاب الحلول والتناسخ من الباطنية والطيارة من الروافض ، وكذلك من اعترف بإلهية الله ووحدانيته ، ولكنه اعتقد أنه غير حي أو غير قديم ، وأنه محدث أو مصور ، أو ادعى له ولدا أو صاحبة أو والدا ، أو أنه متولد من شيء أو كائن عنه ، أو أن معه في الأزل شيئا قديما غيره ، أو أن ثم صانعا للعالم سواه ، أو مدبرا غيره ، فذلك كله كفر بإجماع المسلمين ، كقول الإلهيين من الفلاسفة والمنجمين والطبائعيين
. وكذلك من ادعى مجالسة الله والعروج إليه ومكالمته ، أو حلوله في أحد الأشخاص ، كقول بعض المتصوفة والباطنية والنصارى والقرامطة
( Demikian juga orang-orang yang mengakui keilahian Allah dan keesaan-Nya, tetapi mereka meyakini bahwa Allah tidak hidup, atau tidak qadim , atau bahwa Allah adalah makhluk baru, atau berbentuk, atau menganggap Allah memiliki anak, pasangan, atau orang tua, atau bahwa Allah lahir dari sesuatu atau tercipta dari sesuatu, atau ada sesuatu yang qadim bersama Allah sejak azali, atau ada pencipta alam selain Dia, atau ada pengatur selain Dia — maka semua keyakinan itu adalah kekufuran berdasarkan ijma‘ kaum Muslimin, seperti keyakinan golongan ilahiyyin dari kalangan filsuf, ahli astrologi, dan kaum naturalis
Demikian pula orang-orang yang mengklaim telah duduk bersama Allah, naik ke hadirat-Nya, berbicara langsung dengan-Nya, atau meyakini bahwa Allah bersemayam dalam salah satu pribadi — sebagaimana keyakinan sebagian kaum sufi, golongan batiniyyah, kaum Nasrani, dan kelompok Qaramithah )
Dari situ kita bisa menarik sebuah kesimpulan : bahwa yang menyebabkan kekufuran bukan pengakuan bisa mi’raj ke langit (belaka), tapi adalah pengakuan para pengikut aliran sesat yang mengklaim bahwa mereka bisa menjangkau Allah, naik kepada-Nya, duduk dan jagongan bersama-Nya, karena itu sama saja menisbatkan tempat atau sesuatu yang tidak layak kepada Allah/ عدم تنزيه الله عن النواقص ( yang memang menjadi tema utama pembahasan dalam paragraf ini )
Ok, sekarang kita akan membahas beberapa point penting terkait Mi’raj Faqih Muqoddam yang banyak dijadikan bahan rujakan pendukung Kiai Imad bahkan dijadikan alasan untuk mengkafir-kafirkan beliau :
1. Faqih Muqoddam sama sekali tidak pernah menyampaikan klaim Mi’raj 70 x dihadapan publik, baik itu kepada para pengikutnya apalagi kepada masyarakat awam, sumber pertama dari kisah ini yaitu kitab Al-Jauhar Al-Syafaf, menyebutkan bahwa beliau saat itu sedang mengirim surat privasi kepada salah satu gurunya, seorang ulama Shufi bernama Syaikh Sa’ad Al-Dhofari, dalam suratnya itu beliau memposisikan diri sebagai “Mustafti”, seorang murid yang meminta pendapat gurunya terkait pengalaman ruhani yang beliau rasakan selama menjalani Kholwah dan Riyadhoh :
من جملة ما كتب إليه شيخ شيوخنا محمد بن علي بن أبي علوي أنه عرج بي إلى سدرة المنتهى سبع مرات في ليلة واحدة، وفي رواية سبع وعشرين، وفي رواية سبعين مرة،
“ termasuk isi dari surat Faqih Muqoddam kepada Syaikh Sa’ad Al-Dhofari : aku dimi’rajkan ke Sidratil Muntaha 7 x dalam 1 malam ( dalam sebagian riwayat 27 x, dalam sebagian riwayat 70 x ) “
Syaikh Sa’ad Al-Dhofari membalas surat beliau dengan beberapa catatan dan arahan, salah satu isi pesan beliau :
إني أقول لك قول ناصح محب مشفق، فلا يكن قلبك متعلقًا بالكرامات ولا غيرها، ولا تلتفت إليها ولو ظهرت لك أي ظهور، وليكن قلبك متعلقًا بمحبة الله، والزم حالك الذي أنت عليه، ولو قامت عليك القيامة، ولو رأيت هول فلا يهولنك، وكلما عرض عليك شيء فزنه بميزان الشرع والعقل، والكتاب العزيز فما وافق الحق فافعله، وما لا يوافق الحق فاتركه
yang pada intinya meminta Faqih Muqoddam tetap fokus kepada Mahhabatullah dan tidak terlalu terpengaruh dengan hal-hal berbau keramat sedasyat apapun itu
Cuplikan Surat-menyurat antara beliau bedua bisa dibaca dalam artikel dibawah ini :
https://hadramout.center/articles/3297
karena ini adalah surat-menyurat privasi antara 2 ulama shufi, maka tentu kita juga harus memahaminya dengan literatur Shufiyyin ( bukan Imadiyyin ), siapapun yang mau lebih dalam membaca kitab-kitab Tasawwuf akan dengan mudah menemukan pembahasan tentang mi’raj ruhi ala para awliya’ disana, Mi’raj Ruhi-Shufi ini tentunya berbeda dengan Miraj يقظة yang dialami Baginda Nabi, mau 70 x, 100 x, bahkan 1000 x sekalipun, yang namanya Mi’raj ruh itu tidak ada apa-apanya dibandingkan 1 x Miraj Jiwa-raga Baginda Nabi yang merupakan sebuah privilige yang tak akan diberikan kepada wali manapun seperti disampaikan oleh Ibnu Arabi berikut ini :
فلهذا المعراج خطاب خاص تعطيه خاصية هذا المعراج لا يكون إلا للرسل فلو عرج عليه الولي لأعطاه هذا المعراج بخاصيته ما عنده وخاصيته ما تنفرد به الرسالة فكان الولي إذا عرج به فيه يكون رسولا وقد أخبر رسول الله أن باب الرسالة والنبوة قد أغلق فتبين لك أن هذا المعراج لا سبيل للولي إليه البتة ألا ترى النبي في هذا المعراج قد فرضت عليه وعلى أمته خمسون صلاة فهو معراج تشريع وليس للولي ذلك
Diantara para ulama tasawwuf yang pernah menyebut bahkan mengkofirmasi pengalamannya terkait Mi’raj ruhi ini adalah :
1. Ibnu Arabi :
معراج أرواح الوارثين … هو معراج أرواح لا أشباح ، وإسراء أسرار لا أسوار ، ورؤية جنان لا عيان ، وسلوك معرفة ذوق وتحقيق ، لا سلوك مسافة وطريق ، إلى سماوات معنى لا مغنى
“ Mi’raj para awliya’ pewaris Nabi adalah Mi’raj ruh bukan badan, Isra’ sirr bukan melewati “pagar”, dan penglihatan hati bukan mata kepala “
2. Ibnul Faridh :
ومن أنا إياها إلى حيث لا إلى *** عرجت وعطّرت الوجود برجعتي
“ dan dariku menuju kepada-Nya, ke tempat yang tidak ada “ke”-nya aku bermi’raj dan aku harumkan kehidupan setelah kembalinya aku “
3. Syaikh Abdul Wahhab Al-Sya’rani :
إن للأولياء معراجين :
أحدهما : يكونون فيه على قلوب الأنبياء من حيث هم أولياء لا مشرعين .والثاني : يكون فيه على قدم الأنبياء أصحاب الشرائع لا على قلوبهم ، إذ لو كانوا على قلوبهم لنالوا ما نالته الأنبياء أصحاب الشرائع
“ sesungguhnya para awliya’ memiliki 2 mi’raj :
⁃ Mi’raj dengan hati para anbiya’ dari segi ke-awliya-an mereka, bukan dari ke-musyyari-an mereka
⁃ miraj dengan jejak-kaki para anbiya’ pembawa syariat, bukan dengan hati mereka
4. Imam Al-Qusyairi :
مسألة: فإن قيل : فما تقولون في الأولياء. هل يجوز أن يكون
لهم معراج إذا قلتم بجواز الكرامات؟ وما تقولون فيما تطلقه الناس من هذه الطائفة من معراج أبي يزيد البسطامي وغيره؟
“ Masalah : jika ditanyakan apa pendapat anda tentang para awliya’, apakah mungkin mereka mengalami mi’raj jika anda mengatakan bolehnya karomah ? dan apa pendapat anda terkait ucapan kaum shufi tentang Mi’raj Abu Yazid Al-Bashtomi dan selainnya ? “
قيل: أما المعراج بالبدن فلم ينقل عن واحد ولم يخبر عنه أنه كان له. ولا يبعد أن يقال إن ذلك لا يكون لغير المصطفى بالإجماع. ولو قيل: إن ذلك في الجواز لكان مذهباً وإلى وقتنا لم يخبر عن أحد أنه كان له ذلك. فأما في النوم فغير مستنكر أن يكون البعض الخواص ذلك. سمعت أحمد الطابراني السرخسي - رحمه الله - يقول: كنت أرى في ابتداء إرادتي في المنام كل ليلة سنة كاملة أني أرفع إلى
السماء. وكنت أرى العجائب في النوم. وأما حالة - بين اليقظة والنوم وأن يرى العبد أنه يحمل إلى ملائكتها - ملائكة السماء ويرى في تلك الحالة العجائب فهذا معتاد معهود موجود لكثير من الذاكرين الله في ابتداء أحوالهم. فهذا مما لا يتداخلنا فيه شك أنه يكون لأهل الذكر ذلك لتحققنا بذلك بطرق لا يمكن جحدها
“ Dijawab : adapun Mi’raj dengan badan maka tidak pernah dinukil dari seorang wali-pun bahwa ia pernah mengalaminya, dan tidak jauh kalau kita mengatakan bahwa secara ijma’ itu tidak akan terjadi pada selain nabi, andaikan ada pasti akan ada pendapat yang lain dan sampai sekarang nyatanya belum ada. Adapun ( mi’raj ) di dalam mimpi maka tidak dapat diingkari bahwa sebagian awliya’ pernah mengalaminya, dan adapun keadaan antara tidur dan terjaga, tatkala seorang melihat ia dibawa ke langit oleh malaikat, lantas ia melihat hal-hal yang menakjubkan, maka itu adalah hal yang biasa, dikenal, dan sebuah realita yang dialami oleh banyak ahli dzikir di awal permulaan mereka. itu adalah hal yang kami tidak ragu sama sekali bisa terjadi kepada mereka karena telah kami buktikan dengan cara-cara yang tidak bisa diingkari “
5. Abu Yazid Al-Basthomi :
عرج قلبى إلى السماء فطاف ودار ورجع فقلت بأى شئ جئت معك قال المحبة والرضا
“ Hatiku di-mi’rajkan ke langit, ia berkeliling dan berjalan kemana-mana lalu kembali, maka aku berkata : dengan apa aku datang bersamamu ? Maka ia menjawab : dengan mahabbah dan ridho “
Tapi bukankah dalam riwayat Mi’raj Faqih Muqoddam disebutkan “Sidratul Muntaha” ? Berarti itu jelas pengakuan mi’raj Yaqodzoh persis seperti Mi’raj Baginda Nabi ? Bentar-bentar jangan ke-susu dulu, Syaikh Abdul Wahhabi Assya’rani mengisyaratkan dalam kitabnya كشف الحجاب و الران bahwa kata Sidratul Muntaha tidak identik dengan “Mi’rajul Badan”, Mi’raj ruh juga bisa menggapainya. beliau menuliskan :
قد صرح المحققون بأن للأولياء الإسراء الروحاني إلى السماء، بمثابة المنام يراه الإنسان، ولكل منهم مقام معلوم لا يتعداه، وذلك حين يكشف له حجاب المعرفة، فكل مكان كشف له فيه الحجاب حصل المقصود به، فمنهم من يحصل له ذلك بين السماء والأرض، ومنهم من يحصل له ذلك في سماء الدنيا، ومنهم من ترقى روحه إلى سدرة المنتهى، إلى الكرسي، إلى العرش"
“ para ulama ahli tahqiq menegaskan bahwa pada awliya’ juga bisa mengalami Isra’ ruh ke langit, layaknya mimpi yang dilihat seseorang, dan setiap dari mereka memiliki kedudukan tertentu yang tidak dapat dilewati, ada yang mengalaminya diantara langit dan bumi, ada yang mengalaminya di langit dunia, ada juga yang ruhnya naik ke sidratul muntaha, sampai ke kursi, sampai ke arsy “
Ada sebuah catatan menarik dari salah seorang peneliti dari Tariqat Naqsyabandi, yang menuliskan kesimpulan penting terkait perbedaan antara Mi’rajul Anbiya’ dan Mi’rajul Awliya’ :
وملخص ما ذكرت آنفاً هو : أن الصوفية يرون بأن للكاملين منهم معارج روحية خاصة ، توهب لهم من باب الوراثة المحمدية ، وهي تختلف عن المعراج النبوي في أمور منها :
“ intisari dari apa yang yang telah saya sebutkan barusan adalah : para shufi meyakini bahwa orang-orang yang bermaqom sempurna diantara mereka bisa mengalami mi’raj ruhiyah yang khusus, yang dianugrahkan kepada mereka melalui pintu waritsan Nabi Muhammad, Mi’raj ini tentu berbeda dari Mi’raj Nabawi dalam beberapa perkara :
أ . المعراج النبوي كان في اليقظة بينما المعراج الصوفي امتداد مأخوذ من المعراج النبوي .
ب. المعراج النبوي كان بالروح والجسد معاً بينما يكون المعراج الصوفي بالروح فقط .
ج . المعراج النبوي كان فيه تشريع جديد ، بينما المعراج الصوفي يكون فيه فهم جديد لذلك التشريع .
د . المعراج النبوي انتهى بالمواجهة مع الحضرة الإلهية مباشرة من دون أي واسطة ، بينما المعراج الصوفي ينتهي إلى مواجهة الحضرة الإلهية من خلال الحضرة المحمدية المطهرة .
هـ . المعراج النبوي كان تشريفاً وتكريماً ، بينما قد يكون المعراج الصوفي امتحان لصدق الإيمان وثبات العزيمة في التوجه إلى الله تعالى ، كما حصل مع الشيخ أبو يزيد البسطامي
A. Mi’raj Nabawi terjadi dalam keadaan Yaqodzoh, sedangkan Mi’raj shufi hanyalah kepanjangan dari Mi’raj Nabawi
B. Mi’raj Nabawi terjadi dengan Ruh dan Jasad sedangkan Mi’raj Shufi hanya dengan Ruh saja
C. Mi’raj Nabawi mendatangkan syariat baru, sedangkan Mi’raj Shufi membawa pemahaman baru
D. Mi’raj Nabawi terjadi tanpa perantara, Mi’raj Shufi masih melalui perantara Hadhrah Muhammadiah
E. Mi’raj Nabawi adalah sebuah apresiasi dan penghormatan, sedangan Mi’raj Shufi bisa menjadi sebuah ujian atas keteguhan iman
2. apa yang dikisahkan Faqih Muqoddam terkait mi’rajnya bisa saja masuk dalam kategori شطحات الصوفية, kalimat-kalimat rumit para awliya’-shufi yang seharusnya dita’wil dan tak dipahami sebagai ajaran mereka apalagi dituduh sebagai doktrin yang ingin disampaikan kepada para murid dan pengikut mereka. kisah Mi’raj Faqih Muqoddam ini jarang sekali disampaikan oleh para ulama dari kalangan Habaib, Di Indonesia sendiri, jejak digital membuktikan bahwa yang pernah menyampaikan kisah ini di depan publik hanyalah seorang Habib Muda berambut pirang yang sama sekali bukan representasi Ba’aalwi secara keseluruhan, di Tarim negeri asal Habaib, kisah ini tidak begitu populer karena memang tidak pernah dipopulerkan, di Masjid Ba’aalwi Tarim setiap malam 27 Rajab diadakan acara pembacaan kisah Isra’-Mi’raj, apakah disitu diceritakan kisah Faqih Muqoddam Mi’raj 70 x ? tidak, kitab yang dibaca adalah kitab “Qissatul Isra’ wal mi’raj” karya Imam Barzanji
3. Olok-olokan Kiai Imad dkk kepada Faqih Muqoddam terkait Mi’raj-nya timbul akibat kesalahpahaman dalam menafsiri istilah Mi’raj dalam bahasa kaum Shufi, Majaz disangka hakikat, Mi’raj Shufi dikira persis Mi’raj Nabawi, bahasa-bahasa rumit kaum tasawwuf (شطحات ) mereka sangka adalah doktrin, ajaran, aqidah yang berusaha disebarkan Ba’alawi secara masif kepada para pengikutnya. Minimnya literasi Kiai Imad dkk terkait pembahasan Mi’raj shufi ini-lah yang membuat mereka mudah baperan dan kagetan, bahkan dengan gegabah menyesat-nyesatkan dan mengkafir-kafirkan. dan yang tidak mengherankan lagi, dari sekian awliya’ yang pernah mengkofirmasi pengalaman mi’raj-nya, hanya nama Faqih Muqoddam saja yang mereka jadikan konten hujatan dan rujakan. apakah sebab ? kalian pasti sudah tau sendiri jawabannya..
Jadi setelah ini, setelah semua bukti dan referensi yang sudah dipaparkan diatas yang terang benderang menegaskan bahwa Mi’raj Faqih Muqoddam hanyalah Mi’raj Ruhi-Shufi, jika Kiai Imad dkk masih mencari celah untuk mengkafirkan Faqih Muqoddam dan menuduh Ba’alawi telah meyakini leluhurnya lebih hebat dari Baginda Nabi, dan jika Kiai Imad dkk masih ngotot memframing bahwa Faqih Muqoddam - ngaku-ngaku pernah Mi’raj ( Jisman wa Ruhan ) selama 70 x, maka rasanya ingin saya bisikkan ke telinga mereka satu persatu :
“ wahai bapak-bapak, wesi yo wesi, benci ya benci, tapi mbokyoho jangan sampe se-buta itu, kita memang tidak harus berfikiran sama, tapi mari kita sama-sama berfikir “
الى حضرة روح سيدي الإمام الفقيه المقدم محمد بن علي باعلوي الفاتحة ..
* Ismael Amin Kholil, Jepara, 19 Mei, 2025